Berharap Cemas Dengan Bayinya

Mereka tak hanya sekali dua kali menulis status YM dan FB dengan berita perkembangan janin yang sedang tumbuh di perut mereka. Namun, setiap hari selalu meng-update nya. Betapa bahagianya.

Disisi lain tidak jarang orang-orang yang sedang berharap cemas dengan rintihan do’a menantikan buah hati yang tak kunjung hadir. Sekarang barulah aku pahami mengapa tidak boleh menampakkan kegembiraan diatas kesedihan orang lain.

Ternyata seperti ini rasanya, membuat semakin sedih dan lara hati. Mengapa mereka tega menampakkan kegembiraannya didepan kita yang sedang berduka? Seolah mereka berdiri dan berlonjak-lonjak riang diatas punggung ini. Mungkin mereka tidak salah. Namun jika rasa ini yang salah semoga Allah mengampuninya, jujur ya beginilah yang kurasakan.

Memang mereka tak akan pernah merasakan bagaimana rasanya penantian itu, apalagi ketika banyak sekali omongan-omongan yang kurang mengenakkan hati. Pertanyaan bahkan kadang cibiran atau celaan dari teman, tetangga, bahkan kerabat kerap kali meluluh lantakkan semangat diri untuk berusaha sabar.

Apalagi seorang istri, yang seringkali disalahkan. Padahal bisa jadi pihak suami yang bermasalah. Masya Allah. Mungkin anda yang langsung dikaruniai anak pasca menikah tidak akan bisa merasakan apa yang saya rasa. Terasa berat sekali rasanya manakala berawal dari pertanyaan yang pada akhirnya bukan memotivasi untuk sabar, bahwa semua adalah kehendak Allah. Namun justru menjatuhkan atau menyalahkan, apalagi kalau itu berasal dari kalangan sahabat atau kerabat dekat. Innalillahi wainna ilaihi raaji’un…

Bukan kami diam begitu saja tanpa berusaha. Beragam ikhtiar pun sudah kami lakukan. Hanya saja tidak tau betapa tidak mudahnya menjaga idealisme syariah, ketika berada diruang pemeriksaan dokter spesialis. Masya Allah. Berat sekali rasanya. Rasa sakit tubuh, jiwa bahkan mental ini kerap kali menjatuhkan air mata yang tak lagi bisa dibendung.

Sabar. Memang itu kuncinya. Selain bersabar, memang harus berusaha untuk tetap bersyukur. Karena dengan ujian ini, Allah menjadikan hati ini lebih lembut dan mejadi lebih mudah tersentuh dan berempati oleh duka orang lain, menjadikan bisa merasakan bagaimana perasaan orang yang bernasib sama dan menjadikan kita bisa lebih berhati-hati bersikap ketika gembira sementara orang lain sedang bersedih.

Ada seorang ibu di mana orang-orang dikampung memanggilnya “bu nyai”. Dia sudah mempunyai dua menantu. Saat ini salah satu menantunya telah hamil. Ketika dia berkunjung kerumah, terjadilah dialog yang menyayat hatiku. Padahal dulu sebelum si menantu itu hamil, dia tidak pernah berkata seperti itu. Kemudian ada juga seorang umahat, dia guru ngaji. Pernah menanyakan sudah isi atau belum, Setelah aku menjawab, masya Allah kata-katanya tajam kurasa, “Si ini saja sudah, masa kalah sama dia, bla bla bla…”.

Ada juga yang tiba-tiba lewat disampingku tanpa permisi langsung bertanya ketus menjustifikasi, “Kamu suka uang atau anak hah?!!” Mungkin dia menyalahkanku, karena dikiranya saya mengejar karir dan belum berharap mempunyai anak. Apalagi kemarin ketika lebaran, masya Allah. Inikah puncak dukaku dikampung ini, ya Allah?

Mengapa orang-orang disini begitu tega berkata menyayat hati seperti itu, termasuk keluarga terdekat yang paling kuharapkan mendukungku, tega sekali membiarkan ucapan orang-orang itu tanpa membelaku sedikitpun…ya Robbi tabahkan hamba…

Lalu kesimpulanku ini, benar atau tidak, yang jelas ini menurut yang kurasa) bahwa anak-anak memang bisa menjadi ladang amal. Namun bisa juga menjadi ladang dosa. Anak memang anugerah yang patut disyukuri. Namun tidak layak untuk dibanggakan berlebihan apalagi disombongkan.

Anak adalah murni ciptaan dari Yang Maha Hidup dan Menghidupkan, tidak ada kekuasaan dari makhluk sekecil apapun untuk menciptakannya. Lalu pantaskah seseorang yang telah diberi karunia itu menyombongkan diri bahwa ia telah berhasil sementara orang yang belum dikarunia dianggap telah gagal? Tidak ingatkah dia, siapa yang telah menciptakannya?

Ya Allah jika Engkau berkehendak memberikan karunia-Mu pada kami, jadikan kami dan keturunan kami menjadi orang-orang yang shalih dan berhati lembut ya Robb. Amin…

Penulis: Ika Ikwanti
Jl. Tenggilis Kauman No 11 Surabaya
http://ikwanti.wordpress.com