Politik Islam Terhadap Perempuan

Politik memang lapangan yang khas karena sangat terkait dengan masalah kebijakan, kekuasaan, dan secara praktik banyak disalah gunakan oleh kelompok masyarakat. Pada era ini iklim perpolitikan memberikan tempat bagi kaum perempuan untuk berkiprah.

Hal ini merupakan tantangan bagi para Muslimah untuk berpartisipasi didalamnya. Sekaligus merupakan peluang untuk menerjemahkan konsep-konsep Islam secara riil kedalam bidang-bidang kehidupan. Bagaimana sebuah kebijakkan yang lahir nantinya sesuai dengan nilai-nilai Islam, mampu mengangkat aspirasi dan kepentingan kaum perempuan yang tertindas, adalah harapan yang muncul dari tampilannya perempuan didalam lembaga-lembaga semacam parlemen.

Kaum perempuan memiliki eksistensi yang tak pernah dinomorduakan Islam. Kaum perempuan memiliki harkat keluhuran yang diakui Islam. Bahwa kebaikan tidak bergantung kepada jenis kelamin, tetapi lebih kepada kedalaman iman dan amal shalih masing-masing individu yang akan melahirkan keshalihan pribadi dan keshalihan sosial.

Politik dan Perempuan

Untuk memahami peran politik perempuan, pada awalnya bisa dilihat dari penghargaan Islam kepada kaum perempuan yang tampak nyata pada realitas penerapan ajaran dan sejarah kaum Muslimin sejak generasi pertama. Orang pertama yang mengimani Kerasulan Nabi Muhammad SAW adalah Khadijah. Orang pertama yang gugur dalam membela kebenaran adalah Sumayyah. Islam juga menetapkan penghormatan tiga kali kepada Ibu, kemudian kepada Ayah. Bahkan surga diberikan dibawah telapak kaki kaum Ibu.

Elaborasi panjang dalam wacana sosial dan politik tetap diperlukan dalam upaya menemukan jati diri perempuan dan laki-laki dibidang ini dengan rambu-rambu bahwa landasan sistem politik dalam Islam adalah keimanan kepada Allah.

Perluasan Kerja Dakwah Dalam Politik

Ibadah adalah motivasi yang mengikat semua pihak dalam pekerjaan bidang politik.
Kerja diranah politik harus dipahami sebagai upaya menebar dakwah sejak dari masyarakat hingga kepusat pengambilan keputusan. Ketika kaum perempuan terlibat dalam dunia politik, maka perluasan medan dan jaringan kerja dakwah diharapkan semakin mengembang. Keterlibatan perempuan sebagai anggota legislatif adalah prosesi perluasan mimbar-mimbar dakwah.

Demikian pula upaya pencarian suara dalam Pemilu oleh parpol Islam harus dipahami sebagai meneguhkan dan memperluas jaringan kerja dakwah. Dengan perolehan suara maksimal, semakin banyak pelaku dakwah yang akan dikirim ke lembaga legislatif. Semakin banyak perwakilan partai Islam di lembaga legislatif, akan semakin kuat pula pengaruh dakwah didalamnya.

Keberadaan Perempuan di Medan Perang

Peperangan adalah salah satu bentuk partisipasi politik dalam urusan kedaulatan suatu negara. Laki-laki dan perempuan di zaman keemasan Islam telah berpartisipasi aktif membela kebenaran dan menegakkan supremasi daulah. Rasulullah SAW tidak menolak keterlibatan para Akhwat Muslimah dalam berbagai macam peperangan, untuk berbagai peran yang mungkin mereka lakukan.

Sebagaimana Ar Rubayyi’ binti Mu’awwidz, bersama Nabi dalam peperangan dan bertugas memberi minum prajurit, melayani, mengobati yang terluka dan mengantarkannya ke Madinah. Juga Ummu Sulaim pada perang Hunain. Diperang Uhud ada Ummu Imarah yang melindungi Rasulullah SAW dengan senjatanya.

Hal ini menunjukkan para sahabiat yang semata-mata bekerja disektor logistik dan kesehatan, akan tetapi berperan dalam perlindungan diri dan bahkan perlindungan terhadap Nabi SAW. Serta Ummu Imarah binti Ka’ab, seorang perempuan Banu Mazin dan Asma’ binti Amr bin Adi, perempuan Bani Salamah, dalam Bai’at Aqabah kedua bersama tujuh puluh tiga kaum laki-laki.

Kisah Asma’ binti Abu Bakar yang menentang Al Hajjaj menjadi salah satu kisah monumental bagaimana peran mereka dalam menegakkan amar ma’ruf dan nahi munkar, serta keterlibatan mereka dalam urusan kebaikan negara. Dan masih banyak sahabiah lainnya yang patut di tauladani.

Kesadaran dan Partisipasi Sosial dan Politik

Dalam konteks peran politik ini, perempuan Muslimat bahkan memiliki peluang yang lebih luas lagi.Perempuan Muslimah seperti halnya kaum laki-laki, dituntut untuk peduli terhadap masalah-masalah sosial dan politik yang berkembang dalam masyarakat. Kaum Muslimah dituntut untuk ambil bagian sesuai dengan batas-batas kemampuan dan kondisinya dalam membangun masyarakat melalui kegiatan amar ma’ruf wa nahi munkar serta memberikan nasehat, atau dengan mendukung usaha-usaha yang positif dan menentang hal-hal yang negatif.

Hal ini dipengaruhi juga dengan sasaran pendidik bagi anak-anak laki-laki maupun perempuan dalam rumah tangga kaum Muslimin harusnya mencakup pembekalan mereka dengan pengetahuan-pengetahuan dasar mengenai kondisi sosio politis dan menumbuhkan rasa kepedulian mereka terhadap masalah-masalah tersebut, termasuk penyadaran akan peran yang wajib mereka lakukan dalam bidang sosial dan politik.

Perempuan memiliki peran signifikan tatkala menjadi Ibu, untuk memerankan fungsi pendidikan sosial dan politik dalam rumah tangga. Suasana keluarga memegang peran yang penting dalam pendidikan politik. Cinta, kasih sayang dan kemesraan hubungan yang diperoleh dalam keluarga merupakan sesuatu yang dapat mencetak jiwa dan perilaku sosial serta politik mereka. Wallahu a’lam

Penulis adalah Direktur HELEN (Konsultan PAUD)
Dapat di hubungi melalui e-mail
[email protected]