Televisi dan Wawasan Perkembangan kita (dan keluarga?)

Hari ini saya menghabiskan waktu di rumah, memulihkan stamina yang sedang menurun, memang akhir-akhir ini cuaca sedang tidak menentu, kadang cerah, kadang hujan, jika tidak ‘sedia payung sebelum hujan’ maka kita akan terpercik air hujannya. Para pembaca yang sedang mengalami kondisi ini saya do’akan semoga menjadi penggugur dosa dan diberikan kesehatan yang baik, aamiin…

Tapi kali ini saya tidak akan membahas panjang lebar tentang kesehatan, hanya bermaksud sharing tentang televisi. Benda kotak kaku itu membuat saya iseng-iseng menonton ada apa saja pelayanan yang disuguhkan oleh si kotak kaku yang ‘menarik’ itu. Kenapa disebut menarik, karena kotak itu sudah berhasil menyedot sebagian besar orang-orang untuk investasi waktunya di depan televisi, dan banyak juga suguhan menarik yang disajikan, mulai dari politik, olahraga, berita, infotainment dan entertainment, hingga pola hidup, menarik bukan?

Tayangan pertama ketika pertama kali menyalakan televisi adalah infotainment gosip, astaghfirullah, pagi-pagi sudah disuguhi memakan ‘bangkai’ saudaranya sendiri, ironis. Ada yang berdalih sebagai hiburan semata, tapi kalau menurut saya, sesuatu yang menarik mata dan telinga akan mudah ‘diendapkan’ di dalam otak dalam jangka waktu yang lama. Belum lagi disuguhi oleh pakaian-pakaian ‘yang merasa artis’ dengan pakaian kayak lontong, ngepress, you can see but you can tauch it. Astaghfirullah, baru melihat sebentar saja langsung ‘mual-mual’, lanjut pindah channel

Tayangan kedua film kartun, saya kurang tahu judulnya apa, tapi tontonannya penuh dengan adegan kekerasan, seorang anak yang ‘memalak’ temannya dan berkata-kata kasar. Ga kebayang kalau ditonton anak-anak, padahal anak itu peniru yang unggul, ah sangat tidak menarik untuk ditonton lebih jauh akhirnya ku memutuskan untuk lanjut pindah channel

Tayangan ketiga, tentang politik, membahas kasus yang sedang hangat di negeri ini, siapa lagi kalau bukan Mr. Gayus Tambunan. Ah nonton ini saya jadi geli sendiri, ditambah lagi dengan pernyataan seorang mantan napi yang menciptakan dan menyayikan lagu tentang Gayus dan yang lucu ketika dia ditanya masih percayakah dengan hukum, dan jawabnya pun tidak…! (kalau ga salah saya dengarnya itu). Lagi-lagi daku tidak tertarik untuk menyimaknya, dan akhirnya lanjut pindah channel

Tayangan keempat, tentang gaya hidup. Isinya menceritakan tentang pemakaian tatto sebagai trend hidup manusia zaman sekarang terutama wanita. Astaghfirullah… ternyata banyak di kota-kota besar sekarang wanita yang minta dibuatkan tatto pada tubuhnya, dengan alasan beragam, ada yang bilang biar lebih pede, ada yang bilang suka aja, ada lagi yang pede banget bilang kalau yang ditutup tubuhnya (dengan pakaian syar’i) belum tentu bener orangnya. Astaghfirullah, pola pikir yang sudah di brain wash dengan hedonisme dan sangat tidak lebar pemikirannya karena menurutnya bercermin pada keburukan lebih baik dari pada pada kebaikan.

Mungkin ada yang berdalih juga, itu hak asasi orang mau pake tatto atau tidak kenapa ‘situ’ (anda-red) yang repot. Padahal kalau saja mereka tahu, bahwa wanita itu adalah tiang agama, jika wanitanya rusak maka rusaklah keseluruhan negara itu dan yang lebih ironis lagi ketika pemilik toko tatto ditanya siapa konsumen paling banyak dalam meminta dibuatkan tatto dan jawabnya adalah 60% wanita dan sisanya 40% pria. Astaghfirullah, ga tahan saya tontonan seperti itu, adakah stasiun televisi yang ‘bener’ ? Akhirnya lanjut pindah channel

Tayangan kelima, tentang pertanian dan wirausaha, ditayangkan oleh salah satu pioner pertelevisian nasional pertama. (Alhamdulillah ada yang bener juga). Isinya menarik, mulai dari pertanian jagung hingga abon ikan yang lagi laris di daerah Jawa sana. Sangat-sangat menambah wawasan dan inspirasi walaupun telat nontonnya. Tapi sayang, tayangan seperti ini konon kurang laku, karena masyarakat terlanjur di brain wash tentang hedonisme.

Dari kelima tayangan yang iseng saya tonton, hanya satu yang ‘bener’, sisanya ‘ga bener’ (lah iya toh lawan kata bener ya ga bener đŸ™‚ ). Ironis sekali menurut penulis. Jika waktu kita terlalu banyak diinvestasikan untuk televisi dengan sebagian besar tanyangan yang ‘kurang mendidik’ jangan heran kalau negara ini akan mulai kehilangan jati dirinya. Salah satu contohnya adalah perkara seks bebas, kalau dulu perempuan hamil diluar nikah sangat menjadi aib keluarga, sekarang ‘pelaku seks bebas’ malah sering ditayangkan di televisi bahkan hingga ada pendukung untuk si pelaku tadi, naudzubillahi min dzalik.

Dari kotak kecil tadi sebagian besar sangat beragam wawasan (yang negatif?) yang disuguhkan oleh pertelivisian kita saat ini, walaupun saya tidak menafikan ada juga tayangan yang bermanfaat seperti tayangan pertanian tadi atau siraman rohani atau tayangan lain yang bermanfaat. Tapi membiarkan anak-anak kita menonton sendirian tanpa pengawasan dan pendidikan dari orangtuanya adalah kesalahan besar. Karena anak-anak adalah aplikator yang baik.

Dan ending-nya adalah saya memutuskan mematikan televisi tadi dan memilih beristirahat untuk memulihkan stamina saya sambil menceritakan ‘pengalaman’ saya ini kepada para pembaca. Semoga bisa diambil hikmahnya dan mohon maaf jika tidak sependapat.

Depok, 18 Januari 2010

Siti Maemunah