Ummul Mukminin Aisyah RA (3) : Saat Menghadapi Ujian Hadis Ifki (Berita Bohong)

            Pada tahun keenam setelah hijrah, ‘Aisyah bersama Rasulullah dan beberapa pasukan kaum Muslimin pergi ke negeri Marisi’ untuk memerangi Bani Mushtaliq. Rasulullah melakukan undian terhadap istri-istrinya, untuk menentukan siapa yang diperbolehkan ikut berperang bersamanya. Ternyata yang keluar adalah ‘Aisyah.

 

Pada peperangan yang sangat menguji keimanan itu terjadi sebuah peristiwa mengejutkan yang didengar oleh setiap kaumMuslim dan Muslimah. Ini merupakan sebuah ujian yang tidak pernah dirasakan sebelumnya oleh kaum Muslimin. Peristiwa itu dikenal dengan peristiwa Ifki (kebohongan). Sebenarnya peristiwa ini membuktikan betapa kejinya kaum munafik dan orang-orang  yang ada di belakang mereka, yaitu kaum Yahudi. Hari-hari mereka dipenuhi dengan  kedengkian terhadap Islam dan kaum Muslimin, khususnya terhadap Rasulullah.

 

Ujian peristiwa Ifki yang direkayasa oleh kaum Munafiq ini dihadapi oleh kaum Muslimin dengan sikap sabar. Mereka berusaha menyikapinya dengan kedewasaan dan berusaha tenang dari panasnya propaganda  yang dilontarkan oleh kaum munafiq, meskipun mereka merasa terkejut dengan kisah tersebut dan tidak mengetahui jalan keluarnya.

 

Yang menyebarluaskan tuduhan keji terhadap ‘Aisyah ini adalah pemimpin kaum munafiq, ‘Abdullah bin Ubay bin Salul. Peristiwa ini sempat menggoyahkan persatuan kaum Muslimin. Kaum Muslimin sebenarnya tidak menggubris desas-desus ini, akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang peristiwa zalimini. Berikut ini penjelasan dari   mengenai peristiwa Ifki.

 

‘Aisyah berkata’ “Setelah Rasulullah menyelesaikan peperangannya, dia mengizinkan kami meninggalkan tempat peperangan itu di malam hari. Aku pun menyiapkan segala kebutuhannku. Ketika hendak kembali ke kendaraanku, aku tesadar ternyata kalungku terputus. Aku pun kembali mencari kalung itu. Karena lama mencari, aku terlambat dan ditinggal oleh pasukan kaum Muslimin lainnya.”

 

‘Aisyah melanjutkan’ “Orang-orang yang membawa tanduku pergi dengan unta yang biasa aku naiki. Mereka mengira aku sudah berada di dalamnya. Peristiwa ini terjadi setelah  turun ayat tentang hijab. Mereka berjalan membawa tandu  itu pergi sementara aku baru saja menemukan kalungku ketika pasukan yang membawa tandu melanjutkan perjalanannya. Aku lalu kembali ke barak pasukan. Ternyata tidak ada seorangpun yang menjawab salamku. Lalu aku kembali ke tempat di mana    aku beristirahat, karena aku pikir ketika mereka sadar aku tidak ada di dalam tandu itu pasti mereka akan kembali ke tempat ini.”

 

Shafwan bin Mu’athal yang tergabung dalam barisan pasukan paling belakang kemudian datang. Dia singgah di tempat di mana aku berada. Dia kemudian melihat bayanganku. Dia mengetahui itu adalah aku. Dia sempat melihatku sebelum aku merapihkan penutup kepalaku. Akupun cepat-cepat mengenakan jilbabku.

 

Demi Allah, kami tidak mengucapkan kata-kata apapun meskipun satu kalimat. Akupun tidak mendengar ucapan apapun  darinya selain sikapnya yang kembali melengos pergi. Dia kemudian menyerahkan kudanya kepadaku. Akupun segera menaiki kuda itu, sementara dia memegang kendali kuda itu            dengan berjalan kaki.  Hingga kemudian akhirnya kami berhasil bertemu dengan pasukan terdekat. Ketika itu mereka sedang beristirahat.  Orang yang lemah imannya menuduhku macam-macam. Yang memelopori kabar dusta itu adalah  ‘Abdullah bin Ubay bin Salul.” …(Bersambung)