Mukena

Semua wanita di Indonesia punya mukena, asalkan dia beragama Islam pasti punya mukena dan rasanya tidak sah sholat dan tidak enak bila tidak pakai mukena. Kalau mendengar kata mukena, orang lantas mencandai denagn kata kata: mukena mukaga (maksudnya mau kena kek mau kagak-tidak), tidak nyambung dengan makna mukena yang sebetulnya namun istilah canda seperti itu sering dilakukan orang.

Mukena, sebuah kata yang sampai saat ini kita tidak tahu darimana asalnya, kalau bahasa melayunya orang sebut telekung. Mukena hanya ada dan dipakai di Indonesia dan di Malaysia saja, kalau muslimah dari negara lain bila sholat, mereka menggunakan baju yang rapih, panjang dan tidak berbentuk, seperti jubah atau gamis panjang, yang terlihat hanya muka dan telapak tangan saja.

Dugaanku, orang Indonesia dan Malaysia menggunakan mukena karena zaman dulu belum ada orang yang pakai jilbab sehingga ketika perintah sholat dimengerti oleh muslimah Indonesia, maka konotasi salah satu syarat sahnya sholat bagi wanita adalah menggunakan pakaian yang menutupi aurat dan hanya terlihat wajah dan telapak tangan saja. Hal itulah makanya banyak wanita Indonesia yang hanya pakai mukena untuk menutupi aurat ketika sholat saja namun ketika tidak sholat, kembali pada celana panjang ketat dan baju kaos yang membentuk tubuh dengan rambut yang tergerai. Jadi hanya ketika sholat saja mereka menggunakan pakaian yang menutup aurat dan hanya memperlihatkan muka dan telapak tangan sampai selesai sholat saja, setelah selesai sholat maka selesai juga menututup auratnya.

Seharusnya bagi wanita muslimah yang sudah menggunakan pakaian menutup aurat, tidak lagi memerlukan mukena untuk sholat, tapi karena sudah jadi kebiasaan maka seringkali tetap menggunakan mukena padahal pakaiannya sudah cukup syar’ie untuk sholat. Yang menjadi masalah adalah, mengapa masih menggunakan mukena bila kita sudah berpakaian muslimah dan tidak membentuk tubuh. Seharusnya langsung saja sholat, asalkan tidak menggunakan celana panjang, jilbab pendek dan baju yang berbentuk, maka cukup sah untuk melakukan sholat tanpa mukena.

Yang penting buat saya adalah ketika menghadap Allah haruslah berpakaian yang rapi, cantik dan sopan, tidak harus menggunakan mukena, apalagi bila mukena tersebut kotor, kuning ujungnya, seringkali berbintik-bintik hitam dan maaf bahkan bau keringat karena pencuciannya hanya seminggu sekali dilakukan sehingga sah lah mukena menjadi pakaian sholat yang tdak menarik. Malu deh rasanya menghadap Allah dengan pakaian yang seperti itu dan penampilan yang seperti itu. Kan kalau kita sholat, kita sedang diperhatikan oleh malaikat dan juga diteropong difoto. Coba kita bayangkan pernah gak kita berpose atau berfoto sebagai profil di blackberry, facebook atau foto KTP dengan menggunakan mukena, pasti tidak kan? Karena kalau mau jujur wajah kita menjadi nampak tidak cantik dan kurang menarik kalau menggunakan mukena, so.. bila kita tahu bahwa kita sedang mengadap Allah, Pemimpin yang Maha Agung, mengapa kita tidak gunakan pakaian yang bersih dan sayr’ie, wangi dan cantik agar kita tahu menghargai sang pencipta. Karena kalau mau jujur bila suatu saat kita dipanggil Presiden misalnya, kita tentu saja tidak akan menghadap beliau dengan menggunakan mukena kan. Nampak tak sopan, namun kenapa ketika menghadap Allah kita menggunakan mukena..? apalagi menggunakan mukena yang lusuh dan bau serta kekuning-kuningan dan sedikit basah disekeliling wajah.

Saran saya bila kita bias menggunakan pakaian yang terindah dan syar’ie, tidak membentuk tubuh, jilbabnya menjulur melebihi dada, tidak sempit, warna tidak mencolok, lalu yang terlihat hanya muka dan telapak tangan saja, mengapa tidak mengahdap Allah, resmi dan formal dengan pakaian yang paling indah dan paling cantik. Wallahualam.

Dalam riwayat Aisyah RA, bahwasanya Asma binti Abu Bakar masuk menjumpai Rasulullah SAW dengan pakaian yang tipis, lantas Rasulullah SAW berpaling darinya dan berkata : "Hai Asma, sesungguhnya jika seorang wanita sudah mencapai usia haidh (akil baligh) maka tak ada yang layak terlihat kecuali ini, sambil beliau menunjuk wajah dan telapak tangan." (HR. Abu Daud dan Baihaqi)