Dia yang Melindungiku dan Menyakiti

ilustrasi

“Dia telah pergi, dia… sosok yang kucintai, dia yang melindungiku dan menamparku…menyakiti hatiku, orang pertama yang menamparku.”

Sebuah tulisan di Twitter membuat hati ikut terenyuh membacanya.

Rani, sahabat lama kami dari SMP 213, bertekad membina rumah tangga dari usia muda, dan harapannya terkabul dari kami berenam, Rani yang kemudian menikah dahulu, dengan lelaki bukan pujaannya, karena, “Pujaanku diambil kucing tetangga sebelah,” maksudnya pujaannya sudah menikah dengan tetangga sebelah rumahnya, demikian tulisnya di SMS, dahulu waktu Rani mau menikah kira-kira 10 tahun lalu, hanya ada handphone belum ada Facebook, BlackBerry, atau Twitter seperti sekarang.Sehingga tidak ada komentar ramai-ramai seperti yang biasa dilakukan baik melalui Facebook, BlackBerry atau Twitter.

Setelah 10 tahun kemudian, kami dikejutkan lagi dengan berita kematian Suami Rani, akibat sakit Kanker Pancreas, dan kemudian di status social site-nya yang terakhir membuat hati ini miris, dan segera kami minta, Rani mencabut statusnya, “Gak enak tho, Ran, sebab Suamimu kan baru seminggu meninggal, jangan sampai orang berfikir yang bukan-bukan mengenai rumah tanggamu, bila ada apa-apa yang tidak nyaman, baiknya disimpan sendiri saja, jangan sampai yang lain tahu soal itu atau meduga yang tidak tidak,” Aisyah salah satu kawan kami yang sekarang sudah menjadi Ustadzah dan anak anaknya pun rata-rata sudah selesai menghafal al-Qur’an, menyitir hadits-hadits tentang Suami-Istri serta ayat Qur’an di dalam surat al-Baqarah ayat 187, sudah dijelaskan bahwa, “…mereka (Istri-Istri) adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka…” Selain itu Aisyah memberi pesan singkat, “barangsiapa menutup aib seseorang maka Allah akan menutup aibnya…”

Tidak ada yang salah maupun benar, mungkin hanya khilaf, namun dalam berumah tangga, sebaiknya hari-hari kita isi dengan tekad saling menyenangkan bagi pasangan kita, masing-masing. Istri memberi yang terbaik bagi Suaminya, pun Suami memberikan yang terbaik bagi Istrinya, sehingga ketika salah satu diantara pasangan Suami-Istri itu ada yang sudah tiada, maka yang tersisa adalah kenangan yang terindah saja.

Memang betul, Suami Rani adalah sosok Suami yang melindungi Istri, dan mungkin ketika sedang khilaf atau tidak tahan menahan emosi atas sebuah pertengkaran, tak sadar tangannya melayang menampar wajah Istrinya, dan memang bagi sebagian kecil Suami, menampar adalah solusi tercepat untuk menyelesaikan masalah, apalagi perempuan biasanya mulutnya tidak berhenti nyerocos, ngomel dan ngedumel yang seringkali hal tersebut bikin puyeng Suami.

Apalagi bila sang Suami baru pulang dari kerja, yang mana jalanan juga macet ditilang polisi pula, di Kantor juga kerjaan dianggap tidak beres-beres oleh bosnya, gajian juga masih lama dan banyak masalah berat lainnya, bila disambut dengan omelan sang Istri, maka kekesalan dan kepenatan serta sumpeknya beban membuat sang Suami, khilaf dan menampar Istrinya.

Dalam hal ini, baik Istri maupun Suami, sebaiknya sama-sama menahan diri, ciptakanlah hari-hari dengan akhlak dan kenangan yang indah, sehingga yang diingat Suami kita terhadap kita hanya yang manis-manis saja, pun yang diingat oleh Istri kita pada sang Suami adalah yang manis-manis juga, jangan sampai ada lagi bunyi status di Twitter yang tidak nyaman buat siapapun yang membacanya. Kenangan yang manis dan buruk bercampur menjadi satu, menorehkan luka ditengah cinta seorang Istri yang Suaminya telah tiada.