Bukit Duri Dan Akhir Rezim Basuki

bukit-duriEramuslim.com – KEMARIN di sela kesibukan saya menyempatkan diri untuk mengupdate informasi via media online dan sosial media. Salah satu yang menjadi pokok bahasan adalah eksekusi pemukiman warga di kawasan Bukit Duri, Jakarta Selatan.

Ya, kemarin Gubernur Basuki (Ahok) kembali mengerahkan aparat untuk berhadapan dengan rakyat. Rakyat yang asli anak kandung bangsa, rakyat yang tiap saat membayar pajak kepada negara, rakyat yang berhak mendapat tempat tinggal dari negara, dan sebagian rakyat yang memilih Jokowi-Ahok untuk menduduki tahta Ibu Kota.

Penggusuran dengan dalih relokasi bukanlah kali pertama dilakukan Ahok. Sebelum Bukit Duri, sejumlah kawasan pemukiman masyarakat kelas bawah sudah lebih dulu merasakan kebengisan rezim. Sebut saja Kampung Aquarium, Luar Batang, Kali Jodo, Kampung Pulo dan Rawajati. Namun, yang membuat penggusuran Bukit Duri menuai kecaman karena persoalan ini sedang dalam proses gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Proses hukum yang sedang berjalan tepatnya sudah tahap ke-sembilan nampak tak digubris Ahok. Dia seakan ingin menyampaikan pesan kepada seluruh masyarakat bahwa dia adalah orang kuat yang keinginannya tak bisa digugat, masa bodoh dengan air mata serta hajat hidup rakyat.

Selain itu, penggusuran di Bukit Duri juga terasa amat menyakitkan karena di tempat yang sama empat tahun lalu, Ahok bersama Jokowi pernah berjanji akan membuat kampung deret, tidak akan  melakukan penggusuran, apalagi dengan mengerahkan aparat. Seniman Sandyawan Sumardi alias Romo Sandy menjadi saksi. Namun janji tinggallah janji, kampung deret yang diimpikan berubah menjadi deretan aparat bersenjata lengkap.

Untuk kesekian kali Ahok inkar janji. Momentum pencalonan untuk kedua kali yang seharusnya jadi ajang unjuk prestasi malah blunder untuk ukuran strategi. Ratting yang sebelumnya sudah turun pun diprediksi akan semakin terdegradasi. Maksud hati mencuri simpati dan puja puji, malah berbuah caci maki. Potensi menang dalam pilgub pun semakin jauh panggang dari api.

Dalam perjalanannya Ahok ternyata tidak hanya inkar janji kepada rakyat, namun juga kepada teman sejawat. Teman yang rela mengumpulkan KTP dari timur ke barat. Hanya untuk memenuhi sebuah syarat. Apa daya, tawaran partai politik dirasa lebih memikat. Kalau saya disuruh pilih. Teman Ahok tapi tidak jadi gubernur, atau jadi gubernur tapi tinggalin Teman Ahok, maka saya lebih memilih tidak menjadi gubernur” janji Ahok kala itu disambut riuh tepuk tangan para pendukungnya.

Selain memberi janji palsu kepada sekumpulan ABG, Ahok juga seakan menjadi beban bagi partai pendukungnya. Alih-alih nekat mengusung Ahok agar ratting membaik di pemilu 2019, yang ada malah terancam mengalami penurunan suara dan kehilangan simpati publik.

Terlebih, dua parpol pengusung Ahok adalah parpol yang paling getol mengklaim paling dekat dengan rakyat dan selalu merasa jadi partainya wong cilik. Ya, partai Si Papa dan partai Si Mama. Para kader dan akar rumput dari dua partai tersebut sedikit demi sedikit menarik dukungan. Ada yang sembunyi-sembunyi, ada pula yang terang-terangan melawan keputusan. Belum lagi cerita lucu si Abang yang rajin koar-koar sebagai ketua tim sukses, nyatanya tak diakui oleh Sang Jagoan.

Ahok ternyata tidak hanya menjadi persoalan bagi warga Ibu Kota, tetapi juga sebuah beban bagi mitra koalisinya. Sementara kubu pesaing semakin di terima oleh warga. Bahkan tak sedikit desain gambar (meme) yang berpesan Anies-Sandi dan Agus-Sylvi sama saja, asal jangan dia”. Ada juga meme yang menuliskan tiga cagub DKI: Agus, Anies dan Ah.. sudahlah…

Turut berduka dan bersimpati untuk warga di Bukit Duri. Tangisanmu dapat kami dengar dan jeritanmu dapat kami rasakan. Rabu pagi menjadi sebuah tragedi yang melukai hati serta menyayat nurani. Semoga Bukit Duri akan menjadi akhir dari rezim Basuki dan digantikan oleh pemimpin yang lebih manusiawi dalam mencari solusi.[***]

Tb Ardi Januar
Pemerhati Sosial

(ts/rmol)