Hendropriyono: Jika Paska Lebaran Ekonomi Terus Memburuk, Jokowi Bisa Dilengserkan

hendropriyono-ingatkan-kepala-bin-soal-krisis-1997-T2xpcDufFHEramuslim.com – Dalam berbagai pertemuan dengan salah seorang petinggi istana yang juga sangat dekat dengan Jokowi, eramuslim secara berkala mendapatkan updating pertarungan kelompok-kelompok di dalam istana itu sendiri. Secara gamblang, ada tiga kelompok besar yang disebutkan tengah dan masih bertarung di belakang Jokowi untuk mendapatkan porsi kekuasaan yang lebih besar. Bukan rahasia umum lagi, semakin besar kekuasaan yang diperoleh, maka semakin besar akses memperkaya harta diri sendiri dan juga akses terhadap wanita. Syahwat kekuasaan memang terdri dari: Harta, Tahta, dan Wanita.

Saat ini, masih ada tiga kelompok besar: Pertama, kubu Luhut Pandjaitan bersama Andi Widjajanto, dan Rini Soemarno, di mana Jokowi masih mendekat ke kubu ini. Luhut bahkan disebut-sebut sebagai The Real Mr. President. Ada kekuatan RRC, termasuk Singapura, di belakang mereka.

Kubu kedua, di motori oleh mantan KaBakin Hendropriyono. Hendro adalah orang dekat Megawati (PDIP) yang merasa Jokowi telah meninggalkan dan tidak tahu berterima kasih kepada PDIP, partai politik di mana dia dibesarkan. Kekuatan ini konon diback-up Washington.

Kubu ketiga, yang terakhir adalah pengusaha-pengusaha yang dimotori Surya Paloh. Mereka tidak terlalu ambisius dalam hal jabatan namun mengincar proyek-proyek besar dari rezim kekuasaan.

Berdasarkan peta konstelasi tersebut inilah, manuver orang-orang istana dilakukan. Berita terakhir menjelang lebaran adalah manuver Hendropriyono yang memberikan peringatan kepada Sutiyoso, Kepala BIN yang baru dilantik, kemungkinan akan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, seperti yang terjadi pada tahun 1998 lalu.

Di mana krisis ini bisa terjadi pasca Hari Raya Idul Fitri atau saat perombakan Kabinet Kerja Pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla. Bisa juga terjadi saat pelaksanaan pilkada serentak, kedepan.

“Jika terjadi adanya rush terhadap perbankan nasional. Kemudian demonstrasi besar di pusat dan di berbagai daerah. Selain itu indikasi ekonomi kita yang melambat, antara lain terlihat dari nilai transaksi yang sampai drop 18 persen. Ada 17 pabrik sarung Majalaya yang tutup, karena tidak mampu lagi beli bahan baku importnya,” terang Hendropriyono, pada Kamis (9/7).

“Juga mengenai dampak kenaikan kurs dolar yamg masih terus berlangsung. Kemampuan BI sangat terbatas untuk melakukan intervensi, karena hampir 70 persen cadangan devisa merupakan surat utang negara (SUN). Termasuk dampak dari ketidaksediaan pemerintah untuk melakukan bailout bagi bank yang kolaps, jika sampai terjadi rush,” jelas penggagas berdirinya Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini.

Hendropriyono juga menyarankan, jika sampai selepas lebaran nanti perekonomian Indonesia makin memburuk maka WANTANNAS (Dewan Ketahanan Nasional) sebagai lembaga yang bertanggungjawab dalam kondisi darurat nasional, agar segera membentuk Kirkastra (Perkiraan Keadaan Strategis) dalam bentuk Kirpat (Perkiraan Cepat). Dimana Kirpat ini diwujudkan dengan menarik orang-orang berpengalaman di Indonesia untuk membantu pemerintahan.

Tokoh-tokoh yang dimaksudkan oleh dedengkot intelijen Indonesia ini adalah Chairul Tanjung, Sri Mulyani, Kuntoro Mangkusubroto, Dorodjatun Kuntjorojakti, Boediono, Sri Edy Swasono, Ginanjar Kartasasmita, Gembong Suryosulisto, Christianto Wibisono dan beberapa tokoh lainnya.

Diketahui, dalam UU No. 6 Tahun 1946 tentang Keadaan Bahaya, WANTANNAS yang saat itu bernama Dewan Pertahanan Negara dibentuk sebagai pemegang kekuasaan keadaan darurat. Dan ketuanya menjabat sebagai Perdana Menteri. Dengan demikian, apakah yang dimaksudkan oleh mantan Kepala BIN ini adalah; apabila pasca lebaran atau saat reshuffle Kabinet Kerja, ekonomi Indonesia justru makin terpuruk, maka Dewan Ketahanan Nasional (WANTANNAS) ini dipersilahkan untuk “mengambil alih” kekuasaan Presiden Joko Widodo.

Apapun yang terjadi…Waktu akan membuktikan apakah negara ini bisa secepatnya mensejahterakan rakyatnya, melindungi kaum pribumi dari penjajahan Asing dan Aseng, dan menjadikan negeri Indonesia negeri yang tenang dan tentram? Atau sebaliknya… (rz)