Ikhwanul Muslimin Telah Menunggu Lama (1)

ikhwanAlhamdulillahi Rabbil ‘alamiin, was shalatu was salama ‘ala Rasulillah Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.

Bila kita saat ini melihat situasi politik di Mesir, pasca kudeta militer Jendral As Sisi 3 Juli 2013, akan terlihat di sana betapa heroik perjuangan para pemuda Ikhwanul Muslimin dan pendukungnya, untuk mempertahankan hak-hak politik yang telah mereka raih. Kegigihan perjuangan ini mengundang simpati besar, tetapi juga menimbulkan persepsi negatif di mata masyarakat awam. Terlebih ketika berjatuhan ratusan korban jiwa. Sebagian orang menyebut Ikhwanul Muslimin terlalu ngeyel, mau menang sendiri, susah diajak kompromi.

Sebagai Muslim yang tidak tinggal di Mesir, tidak nelihat dari dekat kondisi kehidupan di sana, tidak mengikuti kilasan sejarah mereka, tidak hadir bersama nafas-nafas, tangisan, dan tertawa mereka; paling kita hanya bisa menilai dari jauh. Di sini ada hak-hak ukhuwwah yang harus kita tunaikan, khususnya kepada saudara-saudara kita dari kalangan Ikhwanul Muslimin.

Dalam riwayat disebutkan sabda Nabi Saw: “Al mukminu lil mukmini kal bunyan yasyuddu ba’dhuhu ba’dha” [orang Mukmin satu dengan yang lainnya seperti sebuah bangunan, satu sama lain saling menguatkan. HR. Bukhari dan Muslim].  Syaikh Hasan Al Banna rahimahullahmenyebutkan hak minimal seorang Muslim atas Muslim lainnya ialah Salamatus Shadr. Maksudnya, selamatnya hati kita dari prasangka-prasangka buruk kepada sesama Muslim.

Sebenarnya merupakan hak bagi para pemimpin Ikhwanul Muslimin untuk menjelaskan kebijakan dan langkah-langkah mereka kepada kaum Muslimin secara terbuka. Tetapi dalam situasi saat ini kita tahu betapa “rempong”-nya situasi yang mereka hadapi. Oleh karena itu, kita cukup sadar diri saja, tidak menuntut banyak, dan coba mencarikan sebanyak-banyak alasan untuk memahami kondisi mereka. Semoga kelapangan hati kita atas saudara Muslim, akan melapangkan rahmat Allah atas kita semua. Amin Allahumma amin.

Nyali Besar

Dalam konflik politik yang terjadi di Mesir saat ini, semua pihak menyadari betapa besarnya nyali para pemimpin Ikhwanul Muslimin, termasuk Presiden Muhammad Mursi. Mereka kini berada dalam tekanan luar biasa militer Mesir, hingga telah jatuh ratusan korban jiwa. Mereka mendapat tekanan kuat dari Amerika dan Uni Eropa; mendapat tekanan hebat dari pemimpin Saudi dan Emirat; mendapat tekanan hebat dari media-media massa Mesir; juga tentunya mendapat tekanan dari anasir gerakan Tamarod yang dikomandoi El Baradei. Tetapi pemimpin-pemimpin Al Ikhwan itu seperti tidak gentar sama sekali. Apakah Muhammad Mursi, Al Beltaghi, Jihad Al Haddad, Hisyam Qandil, Muhammad Badie, dan lainnya seperti tidak mempan ditekan.

Jangankan mereka berniat kompromi, atau melunak sikapnya, mundur langkah saja tidak. Mereka tetap pada keyakinan, kudeta militer Jendral As Sisi tanggal 3 Juli 2013 adalah bathil alias tidak sah; hak-hak Presiden Mursi harus dikembalikan ke tempat semula. Malah mereka terus mengorganisir kekuatan massa untuk membatalkan kudeta militer, berpusat di depan Masjid Rabi’ah Al Adawiyah. Hal itu pula yang membuat Jendral As Sisi nyaris frustasi, sehingga meminta mandat dari rakyat untuk melakukan “persatean” terhadap para demonstran pro Presiden Mursi. Bahkan pemimpin Al Ikhwan sendiri terus melancarkan tekanan politik ke arah militer sehingga mereka tambah gulung kuming(kesetanan).

Seperti saat Presiden Mursi diancam oleh Jendral Shidqi As Shubhi, panglima Garda Republik, dengan enteng dia menjawab, “Daripada mengkhianati amanah rakyatku, lebih baik kalian membunuhku. Itu lebih ringan bagiku.” Masya Allah, beliau lebih takut dengan pengadilan di Akhirat daripada menghadapi moncong senapan pihak militer. Di mata para pemimpin Al Ikhwan, seolah kematian sama saja dengan kehidupan; siapa yang berani hidup, harus siap mati kapan saja ia mendatangi.

Luar biasa nyali para pemimpin Al Ikhwan Mesir. Mereka seperti kompak, seia sekata, dan tidak menyerah. Nyali seperti ini hendaknya menjadi pelajaran bagi para pejuang-pejuang Islam lainnya, khususnya di Indonesia. Kita harus memiliki nyali sebesar itu dan teguh pendirian. Jangan lemah dan menyerah menghadapi tekanan, demi meninggikan Kalimah Allah Ta’ala.

(Bersambung…)

Tatar Pasundan, 1 Agustus 2013.

AM. Waskito. Penulis buku “Air Mata Presiden Mursi”.