Jahilnya Para Tokoh Islam Bangsa Ini

demokrasiAda kekonyolan yang menyedihkan sekaligus bikin gusar orang beriman mendengar komentar dua orang elit di negeri ini dalam Seminar ‘Fikih dan Tantangan Kepemimpinan Dalam Masyarakat Majemuk’ di Hotel Alia, Cikini, Jakarta Pusat (24/2).

Yang pertama dilontarkan Menteri Agama Era Jokowi, Lukman Saifudin, yang mengatakan, “Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, demokrasi berarti juga harus mengakui kepemimpinan dari kalangan mana pun, karena hal itu konstitusional dan diatur dalam konstitusi.”

Komentar Lukman ini ditujukan kepada umat Islam Indonesia karena tema seminar tersebut memang demikian. Komentar Lukman diatas salah satunya menyoroti sikap penolakan umat Islam Jakarta atas pelantikan Ahok sebagai Gubernur DKI beberapa waktu lalu. Padahal sikap penolakan umat Islam yang dimotori Front Pembela Islam (FPI) dan para ulama Jakarta ini dilandasi perintah Allah Swt jika umat Islam memang dilarang mengambil pemimpin dari kalangan kaum kafirin.

Allah Swt berkata, “Janganlah orang-orang mu’min mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mu’min. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa) Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).” (QS. Ali Imron: 28)

lalu Allah Swt juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.  (QS . Al Maaidah: 51)

Ahok jelas kafir. Dan Lukman Saifudin pun paham dengan hal ini. Itu Allah Swt yang memerintahkan. Jadi, kalau seorang Lukman mau protes, seharusnya dia protes kepada Allah Swt saja. atau bisa juga belajar mengaji lagi, membuka buku-buku agama kembali, terutama bab tentang kepemimpinan, wala wal baro’, dan panji syahadatain.

Sebagai seorang Muslim seharusnya Lukman harus paham, di manapun umat Islam berada yang menjadi konstitusi tertingginya hanya kitab suci al-Qur’an dan Hadits Rasul Saw. Kalau konstitusi negara, apalagi yang pembukaannya sudah dikorup oleh kaum kafirin dengan penghilangan tujuh buah kata, maka harus dipatuhi sepanjang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jika ada yang bertentangan dengan Quran dan Hadits, maka konstitusi negara harus mengalah, karena sesungguhnya dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini berlandaskan kepada Sila Pertama dari Pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Yang Maha Esa adalah Yang Maha Satu, hanya umat Islam yang memiliki Tuhan Yang Satu, Yakni Allah Swt.

Sebab itu, sesungguhnya NKRI ini berlandaskan kepada ketauhidan, bukan yang lain.

Jika Lukman sudah paham dengan ini semua, Alhamdulillah, maka janganlah demi jabatan Menteri agama yang kini sedang disandangnya menjadikan akidahnya goyah. Janganlah nanti orang menuding Anda telah menjual agama dengan murah demi kehidupan dunia yang fana ini. Tentu saja, mudah-mudahan, ini tidak terjadi.

Dan satu lagi, soal demokrasi seharusnya kita berbicara tentang yang satu ini setelah mengetahui dan memahami sejarah lahirnya demokrasi secara benar. Demokrasi bukanlah lahir di Athena dari bukunya Plato berjudul Res Publica. Bukan! Demokrasi itu lahir 400 tahun sebelum Plato lahir dan ada di Alkitab surat Raja-Raja yang bercerita tentang pemerintahan 12 suku Bani Israil ketika mereka berada di Bumi Filistin. Demokrasi itu dilahirkan dari rahim Yahudi. Dan catat! Plato sendiri tidak pernah menerapkan demokrasi, karena dia sendiri memiliki tak kurang dari 60 orang budak yang semuanya harus mematuhi dia tanpa syarat!

Jika masih ada yang bersikeras mengatakan Demokrasi itu lahir dari Plato, sebaiknya mereka belajar dulu yang benar.

Yang kedua, selain Lukman Saifudin, mantan Ketua Umum PP Muhammdiyah Ahmad Syafii Ma’arif juga berbicara dalam seminar tersebut. Senada dengan Lukman, Syafii Maarif berkata, umat Islam jangan merasa benar hanya karena mayoritas. Semangat universalisme dalam Islam merupakan hal yang harus dikembalikan agar umat tidak terjebak dalam fanatisme golongan.

“Kita (umat Islam) merasa terbaik, nggak lah,” kilahnya tanpa menyitir satu pun ayat Qur’an atau hadits Nabi Saw untuk mendukung kalimatnya.

Setahu penulis yang awam ini, Allah Swt sudah berfirman di dalam Al-Qur’an jika Dia menjadikan umat Islam sebagai umat terbaik dibanding umat-umat yang terdahulu.

Di dalam Qur’an surah Ali Imran ayat 110, Allah Swt berkata, “Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan melarang yang mungkar dan beriman kepada Allah, dan kalau sekiranya ahlul kitab beriman, tentulah hal itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada orang2 yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang2 fasik”.

Lantas jika seorang Syafii Maarif bisa berkata lain, adakah sikapnya itu masih dilandasi Qur’an dan Hadits Rasul Saw? Wallahu’alam bishawab. (rz)