Mahfud MD dan Kotak Pandora Kebobrokan Demokrat

Disengaja atau tidak, direncanakan atau memang alami, hampir semua kasus yang akhirnya mengungkap kebobrokan Partai Demokrat terbidik melalui pintu Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD.

Kasus pertama yang menohok rezim Presiden SBY diawali dari kehebohan kriminalisasi pimpinan KPK. Pada November 2009, rekamanan percakapan Anggodo dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejaksaan diputar di kantor MK. Hal ini terkuak dalam persidangan gugatan tim pengacara KPK terhadap dipenjaranya Bibit dan Chandra. Publik pun terperangah.

Dan siapa sangka, dari kasus ini pula, akhirnya merembet pada terbongkarnya skandal Bank Century yang sangat menggoyang rezim SBY. Hingga kini, dua kasus yang menghebohkan itu masih menyimpan segudang misteri.

Kasus kedua, ketika pada sekitar bulan Februari 2010, MK melaporkan dugaan kasus pemalsuan surat MK oleh Andi Nurpati yang juga seorang komisioner KPU. Anehnya, laporan di kepolisian ini tidak diproses hingga meledak pada Juni 2011. DPR pun menangkap ‘operan’ MK ini sebagai senjata untuk mempreteli sepak terjang Andi Nurpati dalam kiprahnya sebagai pejabat KPU.

Menariknya, kasus laporan MK soal dugaan pemalsuan surat oleh Andi Nurpati justru meledak saat Andi Nurpati menjabat juru bicara partai Demokrat. Jika dirunut, laporan MK ke poilsi yang terjadi sekitar bulan Februari 2010 seolah dianggap sepi oleh pihak Demokrat, Polisi, dan Andi Nurpati sendiri. Hingga, Andi Nurpati pada bulan Juni 2010 menyatakan secara resmi mundur dari KPU dan masuk sebagai pejabat Demokrat. Sebuah lompatan Andi yang kurang dicermati Demokrat yang akhirnya membawa bahaya di internal Demokrat.

DPR sendiri menyikapi kasus Andi Nurpati bukan sekadar pada pemalsuan surat MK saja. Ada kemungkinan akan diperluas pada mafia pemilu. Dari sini, publik pun diingatkan oleh memori lama tentang keanehan naiknya suara SBY yang secara tiba-tiba dalam laporan KPU di pilpres 2009.

Alur pembenaran pun seolah mengalir ketika Andi Nurpati dipersilakan untuk menjadi seorang pejabat yang cukup mempunyai posisi penting di tubuh Demokrat. Karena di situlah, warna politik pencitraan yang sangat ditonjolkan SBY sangat diandalkan. Andi Nurpatilah yang akan menjadi penanggung jawab baik tidaknya citra Demokrat dan SBY di mata publik.

Dan sekarang, justru Andi Nurpati yang semestinya dipersiapkan sebagai senjata ampuh Demokrat dalam politik pencitraan, meledak di tangan Demokrat sendiri.

Ketiga, adalah kasus hampir mandegnya pengaitan keterlibatan mantan bendahara umum Demokrat, M Nazaruddin, dalam kasus suap Sesmenpora oleh KPK. Hampir sebulan perjalanan kasus hanya berkutat pada tiga oknum: Mindo Rosalina, Wafid Muharam, dan Idris (pengusaha).

Terlebih ketika Rosalina yang sebelumnya punya hubungan khusus dengan Nazaruddin, menyangkal semua pengakuannya yang ia ungkapkan sendiri dalam BAP oleh KPK dan pengacaranya. Hampir saja, Nazaruddin benar-benar luput dari bidikan KPK.

Lagi-lagi, manuver datang dari Mahfud MD. Ketua MK ini datang menemui SBY di istana dan menjadi sorotan publik karena juga melakukan konpres. Isinya, Nazaruddin pernah memberikan hadiah uang kepada Sekjen MK senilai delapan ratus jutaan dalam bentuk uang dolar Singapura.

Inilah pukulan telak Mahfud MD, atau siapa pun yang bersamanya, terhadap posisi Nazaruddin. Betapa tidak, kasus penyuapan terhadap lembaga sekaliber MK dan diungkap di depan orang paling berpepengaruh di Demokrat, SBY.

Seperti menangkap sinyal bahaya, Nazaruddin tidak lagi menganggap aman posisi dirinya ketika manuver Mahfud MD mulai dimainkan. Ia dan beberapa petinggi Demokrat pun berhitung untuk mengamankan Nazaruddin di Singapura.

Satu hal yang dilupakan para petinggi Demokrat yang mungkin bersekutu dengan Nazaruddin adalah Demokrat besar karena pencitraan dan akan hancur juga dari pencitraan. Dan sosok Nazaruddin adalah orang yang paling pas untuk menumbangkan pencitraan yang telah diraih Demokrat selama ini.

Kepribadiannya yang emosional dengan pernyataan heboh soal kebobrokan petinggi Demokrat kepada media massa, justru menjadi blunder berat buat Demokrat. Dengan kata lain, ingin menyelamatkan badan, Demokrat justru kehilangan muka.

Apakah manuver Mahfud MD dan MK memang sebuah skenario jitu untuk menumbangkan politik pencitraan yang selama ini didagangkan SBY dan Demokrat? Mahfud MD menyangkal dugaan-dugaan itu kepada sejumlah media. “Tidak ada kepentingan politik,” ucap mantan Menteri Pertahanan di era Gus Dur ini.