Membaca Ujung Kasus Century Gate

Pada sidang paripurna DPR membahas rekomendasi Pansus Bank Century, melalui voting sebanyak 325 orang anggota DPR akhirnya memilih opsi C berbanding 212 orang anggota yang memilih opsi A.

Opsi C dengan jelas menyatakan ada pelanggaran dalam semua tahap mulai proses merger menjadi Bank Century, pemberian FPJP, Penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik hingga pengucuran dana LPS mencapai Rp. 6,7 triliun. Opsi C juga menyebut nama-nama yang diduga bertanggungjawab. Opsi C juga merekomendasikan agar kasus bank Century diteruskan ke proses hukum.

Ketika Opsi C itu sudah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR meski melalui voting, maka itu telah menjadi keputusan DPR, bukan lagi keputusan partai-partai. Rekomendasi yang diputuskan juga merupakan rekomendasi DPR lembaga legislatif yang sejajar dengan eksekutif.

Setelah keluar keputusan itu maka bola kasus Century dilempar oleh DPR ke para penegak hukum baik kepolisian, kejaksaan maupun KPK. Tentu saja kepolisian dan kejaksaan adalah bagian dari pemerintah. Sikap kedua lembaga itu tentu saja ditentukan oleh sikap presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di pemerintahan.

Presiden sehari setelah keputusan rapat paripurna DPR itu justru memberikan pernyataan melalui pidatonya. Presiden membenarkan semua proses bail out bank Century. Presiden menyatakan bertanggungjawab sepenuhnya atas kebijakan itu.

Presiden SBY juga menyatakan bahwa rekomendasi DPR hasil dari pelaksanaan hak angket DPR itu yaitu hasil angket Century adalah kesimpulan politik sehingga tidak bisa dibawa ke pengadilan. Pernyataan itu bisa ditangkap sebagai sinyal kepada lembaga penegak hukum khususnya kepolisian dan kejaksaan yang menjadi bagian dari pemerintah untuk tidak menggubris keputusan hak angket Century.

Dan itulah yang kemudian bisa dilihat dengan jelas. Pihak kepolisian dan kejaksaan tidak tampak sedikitpun melakukan proses hukum terkait kasus bank Century.

Apalagi kepolisian dan kejaksaan saat ini disibukkan dengan problem markus yang ada di dalam tubuh masing-masing.

Di sisi lain, masyarakat akhirnya tinggal berharap kepada KPK untuk memproses kasus bank Century itu. Hal itu didasarkan asumsi legal formal bahwa KPK adalah lembaga independen yang sama sekali tidak tunduk kepada pemerintah. Padahal sejak kasus “kriminalisasi pimpinan KPK” dan kemudian presiden menginstruksikan meski secara halus kepada kapolri dan kejaksaan untuk menghentikan kasus dua pimpinan KPK itu.

Padahal kasusnya sudah P21 alias sudah lengkap untuk dibawa ke pengadilan. Walhasil kasus itupun dihentikan dan dua pimpinan KPK itu kembali menduduki jabatannya. Sebelum itu presiden mengeluarkan Perpu yang menunjuk tiga orang untuk mengisi
kekosongan pimpinan KPK sekaligus menunjuk Tumpak Hatorangan sebagai Plt ketua KPK. Proses tersebut dengan jelas memperlihatkan bahwa KPK tidak kebal dari pengaruh pemerintah.

Utang budi telah ditanam oleh presiden kepada dua pimpinan KPK. Proses itu sekaligus menjadi peringatan bagi seluruh organ KPK bahwa pemerintah bisa bertindak. Kriminalisi pimpinan KPK itu melahirkan dukungan publik begitu besar kepada KPK dan pimpinannya. Konon desakan opini publiklah yang memaksa pemerintah menghentikan kasus itu.

Jika begitu artinya KPK dan pimpinannya itu hutang budi sangat besar kepada publik. Bekal dukungan publik yang begitu besar mestinya membuat KPK makin berani dan konsisten dalam memberantas korupsi termasuk menangani kasus bank Century. Karena itu publik sejatinya pantas berharap besar kepada KPK untuk menuntaskan kasus bank Century yang menelan uang negara Rp. 6,7 triliun lebih itu. Namun nyatanya, KPK justru terlihat sangat lamban menangani kasus bank century, jika tidak bisa dikatakan tidak ada keinginan untuk memprosesnya.

Hingga saat ini yang dipanggil KPK baru pejabat ecek-ecek. Belum ada satupun pejabat kunci yang disebutkan di dalam Opsi C DPR yang diperiksa. Perkembangan paling akhir, pada Senin 12 April KPK melakukan gelar perkara kasus Century. Dari gelar perkara itu disimpulkan masih ada data yang harus dilengkapi dan karenanya masih ada yang harus diperiksa.

Pada saat yang sama Chandra M Hamzah mengundurkan diri dari kasus Century. Meski ada pihak yang menilai keputusan itu tepat supaya tidak ada konflik kepentingan, namun sikap itu jelas menunjukkan ada apa-apa di KPK dan pemerintah. Jadi terlihat jelas bahwa KPK idem dito dengan Kepolisian danKejaksaan dalam menyikapi kasus Century. Harapan masyarakat agar kasus Century ini bisa tuntas sudah hampir pupus. Bahkan sekarang Bibit dan Chandra telah menjadi tersangka. Akibat keputusan pengadilan Jakarta Selatan, yang mengabulkan gugatan Anggodo Widjojo.

Keputusan DPR hasil hak angket bank Century akhirnya hanya menjadi keputusan politik yang tidak ada tindak lanjutnya. Ini menunjukkan lembaga setingkat DPR pun keputusan yang dikeluarkan ternyata tidak ada giginya. Maka apa yang terjadi di DPR hanya menjadi drama politik yang untuk mempermainkan emosi masyarakat.

Keputusan DPR itu menusut sebagian pihak semestinya diikuti dengan langkah-langkah riil. Diantara langkah itu adalah DPR hendaknya menggunakan hak menyatakan pendapat. Namun jalan ke arah itu tampaknya sangat sulit. Menurut ketentuan UU No 27 Th 2009 Hak Menyatakan Pendapat itu harus diusulkan oleh sekurangkurangnya 25 orang anggota DPR. Syarat ini terkesan minim.

Hanya saja hingga saat ini (15 April) baru tujuh orang anggota DPR (Tiga orang berasal dari Fraksi PDI-P, yaitu Maruarar Sirait, Budiman Sudjatmiko, dan Eva Kusuma Sundari. Empat lainnya adalah Bambang Soesatyo dari Fraksi Partai Golkar, Lili Wahid dari Fraksi PKB, Desmon J Mahesa dari Fraksi Partai Gerindra, dan Akbar Faizal Fraksi Partai Hanura).

Bahkan belum semua dari tim 9 penggagas hak angket bank century membubuhkan tanda tangan setuju mengajukan Hak Menyatakan Pendapat. Sampai tahap ini saja sampai sekarang terlihat penggunaan Hak itu masih sangat jauh.

Dari sikap partai yang tercermin dalam sikap fraksi di DPR belum tampak keinginan menggunakan hak itu. Ketua Fraksi Partai Golkar (F-PG) Setya Novanto mengatakan, pengajuan hak menyatakan pendapat itu merupakan hak pribadi anggota DPR. Secara kelembagaan, F-PG masih mengkaji perlu-tidaknya pengajuan hak itu. Politisi PDI-P Taufiq Kiemas mengatakan, pihaknya belum memutuskan sikap atas dorongan penggunaan hak menyatakan pendapat.

Sedangkan, Sekretaris Fraksi PPP Romahurmuziy menilai, penggunaan hak menyatakan pendapat berpotensi memperlambat kerja KPK dalam mengungkap kasus ini.

Belum lagi nanti seandainya Hak itu benar diusulkan, UU No 27 Th 2009 pasal 184 penggunaan Hak Menyatakan Pendapat itu harus diputuskan oleh rapat paripurna DPR yang dihadiri oleh tiga perempat anggota DPR (artinya minimal harus dihadiri 420 orang anggota dari total 560 anggota DPR) dan disetujui oleh minimal tiga perempat dari anggota yang hadir (315 orang anggota).

Artinya jika Hak ini jadi diusulkan, hanya akan bisa digunakan jika sikap anggota DPR tetap sama dengan sikap ketika diambil voting dalam menentukan keputusan akhir hak angket bank Century. Waktu itu sebanyak 325 orang anggota setuju dengan opsi C dan 212 orang setuju opsi A.

Dengan perkembangan yang ada hingga saat ini dan melihat komposisi anggota DPR
rasanya persetujuan hak menyatakan pendapat itu sangat sulit terwujud jika tidak bisa dikatakan hampir mustahil. Apalagi sikap PPP yang tercermin oleh pernyataan sekretaris fraksi seperti terlihat diatas. (Komposisi anggota DPR: F-PD 148 orang, F-PG 107, F-PDIP 94, F-PKS 57, F-PAN 46, F-PPP 37, F-PKB 28, F-Gerindra 26 dan F-Hanura 17 orang).

Wacana penggunaan hak menyatakan pendapat yang ada selama ini juga lebih mengarah kepada pemakzulan baik wapres saja maupun wares dan presiden sekaligus. Jika itu yang dikehendaki, jalan ke pemakzulan masih panjang setelah hak menyatakan pendapat itu disetujui.

Melihat semua itu sangat kecil kemungkinannya skandal bail out bank Century akan bisa ditangani dengan tuntas. Pada akhirnya kasus ini akhirnya akan mendekati sama dengan kasus BLBI.

Lagi-lagi rakyatlah yang harus menanggung semuanya. Sementara para pejabat yang menyebabkan semua itu akan tetap bebas tak tersentuh oleh proses hukum.

Sementara uangnya nyata-nyata lebih banyak dinikmati oleh para penguasa hitam. Kasus bank century pada akhirnya hanya akan menambah panjang daftar kasus yang tidak bisa dituntaskan oleh sistem yang sedang eksis sekarang.

Semua itu makin menunjukkan kegagalan sistem ini. Karenanya masihkah sistem ini layak untuk dipertahankan?

Harits Abu Ulya (DPPHTI)