Penjualan ABG dan Penjualan Iman

ilustrasi

Membuka lembaran awal tahun 2011, salah satu pemberitaan yang meramaikan media massa adalah kasus prostitusi (pelacuran) anak baru gede (ABG) alias remaja usia belasan tahun yang lebih mengarah kepada perdagangan manusia (human trafficking). Pada hari Selasa tanggal 18 Januari 2011, diberitakan tentang sosok wanita bernama Dede (29 tahun) yang ditangkap Polres Jakarta Pusat, karena melakukan bisnis haram berupa menjual anak baru gede (remaja) sebagai pelacur.

Bisnis haram ini dilakoni Dede sejak dua tahun lalu, dengan memanfaatkan situs jejaring sosial facebook sebagai media bantu. Menurut pengakuannya, anak baru gede yang berhasil dijadikan pelacur mencapai puluhan remaja putri. Dede terakhir tinggal di Gang Bhakti, Jalan Dr. Sahardjo, Kelurahan Manggarai, Tebet, Jakarta Selatan.

Saat ditangkap, 18 Januari 2011, Dede sedang menjajakan 7 anak baru gede di Kamar 207 A Lantai 7 Apartemen Puri Kemayoran Tower 2, Jakarta Pusat, kepada Alay (53 tahun). Tiga dari tujuh anak baru gede tadi berusia 15 tahun, empat lainnya berusia 16, 14, 13 dan 12 tahun. Mereka tetangga Dede, dijual dengan harga bervariasi antara Rp500 ribu sampai Rp2 juta.

Dari penangkapan ini, selain terungkap kasus prostitusi anak-anak usia belasan tahun, juga terungkap kasus lain, yaitu intimidasi sekaligus pelecehan seksual, dan narkoba. Ketika dipertemukan dengan Alay, anak-anak usia belasan ini dipaksa bugil dan difoto, kemudian dijadikan alat untuk mengintimidasi mereka agar mau melakukan hubungan seks (zina) dengan yang bersangkutan.

Selain itu, para remaja tersebut juga dibujuk untuk menghisap sabu (sejenis narkoba), dengan imbalan Rp 50 ribu. Menurut Ketua KPA Arist Merdeka Sirait, kemungkinan hal tersebut merupakan salah satu modus para pengedar narkoba dalam rangka mengikat para remaja tadi untuk menjadi pengedar narkoba juga selain pelacur cilik.

Terbongkar

Kasus ini terbongkar berkat tingginya naluri sebagai pendidik yang dimiliki para dewan guru salah satu SMP swasta di Jalan Pariaman, juga berkat komunikasi yang baik antara orangtua murid dan guru. Kalau saja para guru itu gagap (tidak terampil) teknologi, boleh jadi kasus besar ini tidak terbongkar.

Pada suatu hari terjadi kasus pengeroyokan. Korban pengeroyokan adalah remaja putra yang berpacaran dengan salah satu dari tujuh anak asuh Dede. Sang remaja putra ini sebenarnya merupakan sahabat dari ketujuh anak remaja bersamalah tadi.

Orangtua sang remaja putra kemudian melaporkan kasus pengeroyokan tersebut ke dewan guru disekolah bersangkutan. Kemudian, dewan guru di sekolah tersebut mengundang korban dan orangtuanya, salah satu pelaku dan orangtuanya, termasuk aparat kepolisian setempat.

Dari pertemuan itu, ternyata persoalan bergeser menjadi prostitusi anak-anak di bawah umur. Hal ini bisa terjadi karena para guru sebelumnya, dengan inisiatif sendiri memeriksa akun facebook salah satu dari tujuh remaja bermasalah tadi, yang berpacaran dengan remaja pria korban pengeroyokan.

Pada akun Facebook tersebut terdapat sejumlah foto, diantaranya foto ketujuh remaja bermasalah tadi dan Dede sang mucikari di dalam kamar sebuah hotel. Kebetulan aparat polisi yang hadir saat itu mengenali wajah Dede dan kiprahnya sebagai germo. Maka pada kesempatan berikutnya aparat meminta bantuan salah satu orangtua murid bermasalah tadi untuk menunjukkan tempat tinggal Dede. Dari sinilah drama penangkapan terhadap Dede dan Alay juga Indra (yang diduga bagian dari jaringan narkoba) terjadi.

Hipnotis

Kasus serupa sudah sering terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Pada tanggal 31 Januari 2010, aparat Polwiltabes Surabaya membongkar sindikat penjualan abege yang memanfaatkan facebook sebagai media bantu. Pelakunya, ternyata masih muda-muda, yaitu Endry Margarini alias Vey (20 tahun), dan Achmad Afif Muslichin (20 tahun). Vey yang merupakan otak sindikat ini, saat ditangkap dalam keadaan hamil.

Melalui facebook, para mucikari itu memajang sejumlah foto remaja dagangannya dengan tarif antara Rp 600 ribu hingga Rp 800 ribu, untuk ditawarkan kepada hidung belang pelaku zina. Ketika terjadi penggerebekan di salah satu hotel di Surabaya, aparat polisi mendapati tiga pelacur cilik binaan Vey sedang berkencan dengan seorang pria hidung belang.

Kasus prostitusi dan perdagangan anak sebagaimana terjadi di atas, biasanya terjadi melalui tipu daya dan intimidasi. Namun ada juga yang menggunakan cara hipnotis, sebagaimana pernah terjadi di Jakarta pada Februari 2010. Meski berhasil digagalkan, namun modus seperti ini layak diwaspadai oleh para remaja yang senang keluyuran ke pusat perbelanjaan bersama teman-temannya, sebagaimana pernah terjadi pada Yanti (saat itu 15 tahun), Isa (saat itu 15 tahun), Selvi (saat itu 15 tahun), dan Nita (saat itu 16 tahun), warga Jalan Penggilingan Raya.Cakung, Jakarta Timur.

Pada suatu hari (Februari 2010), keempatnya memutuskan jalan-jalan ke kawasan Senen, Jakarta Pusat, dengan menumpang keretaapi (KA). Mereka berempat naik KA dari stasiun Pondok Kopi. Di dalam gerbong, mereka bertemu dengan seorang wanita yang diketahui belakangan bernama Ela (saat itu berusia 28 tahun). Entah apa alasannya, tiba-tiba Ela menepuk pundak mereka.

Setelah ditepuk, keempat abege tersebut seperti dihipnotis dan menuruti ajakan Ela turun di Stasiun KA Senen, kemudian berlanjut ke Mal Atrium Senen. Setelah dibawa menghampiri sejumlah counter, Ela memperkenalkan mereka kepada seorang pria paruh baya. Selanjutnya mereka menuju foodcourt untuk makan-makan. Usai makan dan berbincang, mereka menuju basement mal tersebut. Ketika diminta masuk ke dalam mobil milik pria paruh baya tadi, keempatnya menolak, bahkan sempat terjadi keributan.

Keributan itu terlihat oleh petugas keamanan setempat, juga terekam CCTV mal Atrium Senen. Sejumlah petugas keamanan mal pun segera menghampiri mereka. Serta-merta Ela dan sang pria paruh baya kabur bersamaan datangnya petugas keamanan. Namun, Ela berhasil ditangkap dan dibawa ke Polrestro Jakarta Pusat. Ketika diperiksa, Ela justru berdalih hendak menyelamatkan para abege tersebut dari niat jahat pria paruh baya tadi yang bermaksud membeli mereka berempat dengan harga Rp 10 juta. Namun pengakuan para abege menyatakan lain. Mereka calon korban Ela pelaku human trafficking dengan hipnotis.

Kembali di Surabaya, aparat kepolisian di sana menangkap Slamet Supardi alias Bagong (saat itu 45 tahun), karena melakukan praktek perdagangan anak di bawah umur. Saat ditangkap, Senin 2 Agustus 2010, Bagong warga Kupang Segunting I, Surabaya ini mengakui dirinya baru 5 bulan menjalani kegiatan haramnya ini. Sebelumnya ia menjalani profesi sebagai tukang becak. Sebagai mucikari, Bagong memasang tarif antara Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta untuk setiap anak asuhnya. Ia dijerat pasal 2 junto 17 UU RI No.21 Tahun 2003 tentang Perdagangan Anak dan pasal 88 UU RI No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

Masih di Jawa Timur, kali ini di Situbondo, aparat kepolisian setempat pada tanggal 18 Agustus 2010 berhasil menangkap Sulaiman (saat itu 43 tahun), pemilik warung remang-remang yang merangkap sebagai mucikari, termasuk mempekerjakan anak di bawah umur sebagai pelacur. Terbukti, ia mempekerjakan Ida (saat itu 14 tahun), warga Desa Sukorejo, Kecamatan Sukosari, Bondowoso, sebagai salah satu pelacur diantara pelacur dewasa lainnya.

Di Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara, pada hari Ahad tanggal 25 September 2010, polisi setempat menangkap Steven alias Vidi, warga Desa Lopana, Kecamatan Amurang Timur, karena terkait menghilangnya AR alias Ang (saat itu 16 tahun) siswi SMK ternama di Amurang, warga Kelurahan Buyungon, Amurang sejak beberapa hari sebelumnya. Ternyata, selama menghilang beberapa hari Ang sedang menjalani praktik prostitusi di Penginapan MMC (Desa Pinaling), melayani pria hidung belang yang biasa memesan pelacur remaja melalui Vidi. Ia dibayar Rp 150 ribu hingga Rp 750 ribu per kencan.

Menurut pengakuan Ang, sebelum ditangkap ia sudah melayani pria hdung belang sebanyak 12 kali, diantaranya oknum aparat polisi dan oknum pejabat setempat. Ia berkenalan dengan dunia prostitusi karena dipengaruhi teman sekelasnya yang sejak sebelumnya sudah bergaul dengan Vidi. Selain Ang, beberapa kawan satu sekolahnya, atau pelajar SMA dan SMP lain yang ia kenal, juga menjadi anak asuh Vidi di dalam dunia prostitusi ini.

Selama ini Vidi merupakan TO (target operasi) aparat setempat, namun belum bisa ditangkap karena tidak ada bukti. Barulah dalam kasus menghilangnya Ang, aparat polisi berhasil menangkapnya dan menjeratnya dengan UU Nomor 21 tahun 2007 Pasal 2 dan pasal 12 tentang perdagangan orang, dengan kurungan penjara paling sedikit 3 tahun penjara dan paling lama 15 tahun, serta denda sebesar Rp120 juta hingga Rp600 juta.

Kasus remaja menghilang selama beberapa hari sebagaimana terjadi pada Ang juga terjadi pada Mawar (saat itu 14 tahun). Mawar sempat menghilang selama dua hari, karena dikurung di dalam kamar oleh seorang germo (Mami) bernama berinisial UC alias Cici, dan dipaksa melayani pria hidung belang dengan imbalan Rp400 ribu per kencan.

Sebelumnya, tanpa direncanakan Mawar diajak teman sebayanya berkenalan dengan Happy (saat itu 49 tahun) yang merupakan pasangan kumpul kebo Cici alias UC. Happy adalah warga Pakowa Lingkungan II, Manado, Sulawesi Utara, berprofesi sebagai pengemudi taxi gelap, sekaligus mencari pria hidung belang; sedangkan Cici alias UC berperan sebagai germo. Keduanya berhasil ditangkap aparat kepolisian setempat pada pukul 03:30 wita tanggal 21 Oktober 2010.

Konsumtivisme

Perkembangan teknologi tentu memberi kontribusi terhadap perilaku menyimpang kalangan remaja alias abege, sehingga mereka terjerumus ke dunia pelacuran pada usia dini. Faktanya, facebook telah menjadi media bantu bagi upaya menjajakan pelacur abege kepada pria hidung belang.

Namun demikian, yang paling mempengaruhi para abege itu terjerumus ke dalam kubangan prostitusi adalah karena konsumtivisme yang sedemikian tinggi. Dalam bahasa sederhana, konsumtivisme adalah perilaku boros dan berlebihan. Dalam bahasa agama, Mubazir. Pelaku mubazir (tabzir) diibaratkan dengan saudaranya syetan.

Lebih parah lagi, perilaku mubazir ini ternyata tidak hanya menjangkiti kalangan atas tetapi juga menjangkiti kalangan menengah ke bawah. Ketujuh abege yang berhasil diseret Dede sang mucikari untuk dijerumuskan ke kubangan prostitusi adalah dari kalangan menengah ke bawah. Boleh jadi setiap hari mereka disilaukan oleh kemewahan yang ditampilkan dunia sekitarnya, melalui tayangan televisi, dan orang-orang berkemampuan di sekitarnya. Setiap hari bisa ditemukan iklan ponsel terbaru dengan harga mulai ratusan ribu hingga belasan juta. Setiap hari ada saja produk baru yang menggiurkan mereka. Namun, penghasilan kedua orangtua mereka tidak mendukung.

Kondisi seperti itu rawan diintervensi oleh sosok mucikari seperti Dede, dengan iming-iming yang hedonistik, seperti bisa memiliki baju baru, ponsel baru, makan-makan di restoran cepat saji, dan sebagainya. Ketujuh abege yang terperosok ke dalam kubangan pelacuran sebagaimana pada kasus Januari 2011 di atas, adalah korban. Mereka korban sistem sosial yang konsumtif. Mereka korban dari sikap masyarakat yang mubazir.

Penjualan Iman

Pengaruh dari sikap hidup masyarakat seperti itu yang istilah Islamnya hubbud dun-ya wakarohiyatul maut, cinta dunia dan takut mati kemungkinan sekali melanda manusia ini. Dan celakanya, kalau yang dilacurkan itu bukan sekadar organ vitalnya, tetapi adalah esensi jati dirinya, yaitu imannya. Maka iman akan ditukar dengan hal-hal yang menggiurkan di dunia ini. Sedangkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan:

إِنَّ لكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً ، وَإِنَّ فِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ.

Sesungguhnya bagi setiap ummat ada ujiannya, dan sesungguhnya ujian bagi ummatku adalah al-mal (harta). (HR Ahmad, shahih dan sanadnya kuat menurut Syu’aib al-Arnauth, dan riwayat At-Tirmidzi).

Yang namanya Ummat itu tingkat paling tinggi adalah ulamanya. Maka para Ulama justru wajib menyadari dan hati-hati mengenai hadits tersebut. Dan ketika di antara yang dianggap sebagai ulama atau duduk di lembaga keulamaan namun justru terfitnah oleh harta, maka sangat berbahaya.

Apa bahayanya?

Di antara mereka ada yang memegang kewenangan untuk menentukan bahkan memberi sertifikat halal atau haram. Juga memberi cap sesat atau tidak. Lantas, tahu-tahu ditengarai ada yang jelas-jelas sesat, namun tampaknya ada juga gejala secara kucing-kucingan dilindungi oleh oknum yang duduk di keulamaan. Atau menyetujui bahkan mendukung hal-hal yang merugikan agama (Islam).

Ada juga lembaga training yang jelas-jelas difatwakan sesat oleh Mufti di Malaysia, dan memang mengandung berbagai penyimpangan, namun tahu-tahu diberi sertifikat, katanya sesuai syari’at. Syari’at yang mana? Ya syari’atnya yang terkena fitnah itu tentu saja.

Sehingga di dunia ini ada penjahat yang mudah diketahui dan bahkan ditangkap pelakunya untuk diajukan ke pengadilan, seperti yang menjual belikan anak-anak untuk dijadikan pelacur itu. Namun ada juga yang sejatinya penjahat kelas kakap, namun tidak mudah ditangkap dan diproses hukum di dunia ini, karena yang dijual bukan ABG, bukan anak-anak ingusan untuk dijadikan pezina. Tetapi yang dijual adalah iman mereka sendiri. Jadi bagaimana mau menangkapnya?

Allah Ta’ala sudah memperingatkan:

وَلَا تَشْتَرُوا بِآَيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ (41) وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ وَتَكْتُمُوا الْحَقَّ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (42) وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآَتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ (43) أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ أَفَلَا تَعْقِلُونَ

…dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa. Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedang kamu mengetahui. Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’. Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? (QS Al-Baqarah [2] : 41-44)

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat tersebut di atas (QS. Al-Baqarah [2] : 44) tentang kaum Yahudi Madinah yang pada waktu itu berkata kepada mantunya, kaum kerabatnya dan saudara sesusunya yang telah masuk agama Islam: "Tetaplah kamu pada agama yang kamu anut (Islam) dan apa-apa yang diperintahkan oleh Muhammad -SAW-, karena perintahnya benar." Ia menyuruh orang lain berbuat baik, tapi dirinya sendiri tidak mengerjakannya. Ayat ini (QS. Al-Baqarah [2] : 44) sebagai peringatan kepada orang yang melakukan perbuatan seperti itu. (Diriwayatkan oleh al-Wahidi dan ats-Tsa’labi dari al-Kalbi, dari Abi Shaleh yang bersumber dari Ibnu Abbas.)

Penjualan iman dan penjualan ABG (anak remaja) telah menggejala di negeri ini. Dan ketika adzab Allah turun karena dosa-dosa manusia dari yang memang sudah tampak jahat maupun yang menampakkan diri alim agama; belum tentu adzab atau bencana itu dianggap sebagai peringatan dari Allah. Di antara adzab pula adalah ketika yang memimpin masyarakat terdiri dari orang-orang dhalim ataupun curang ataupun bodoh. Lebih merupakan afzab lagi bila memang unsur-unsur itu ada semua. Komplit. Sayangnya masih pula belum disadari bahwa itu semua atas dosa-dosa manusia. Hingga yang jualan ABG (anak baru gede), narkoba, maupun jualan iman belum tentu menyudahi perbuatannya dan bertaubat.

Semoga saja tulisan ini sebagai bukti bahwa kami tidak rela atas adanya kejahatan-kejahatan yang sangat buruk itu. (haji/tede)