Tren Bakar Diri dalam Demo, dari Tunisia, Mesir, Aljazair hingga Mauritania

Abdou Abdel-Monaam Hamadah, Pria Mesir yang membakar diri Senin kemarinPengunjuk rasa membakar diri mereka sendiri di Mesir, Mauritania dan Aljazair pada hari Senin kemarin (17/1) dan upaya ini sepertinya meniru serta terinspirasi oleh tindakan seorang pengangguran Tunisia yang bunuh diri dengan membakar dirinya sendiri sehingga memicu pemberontakan rakyat di Tunisia.

Kejadian seperti itu, mencerminkan keputusasaan tumbuh di kalangan masyarakat dari banyak rezim Arab yang menolak adanya reformasi. Mereka sangat berarti dalam menjadi simbol protes di wilayah yang memiliki sedikit atau tidak ada toleransi untuk perbedaan pendapat.

Pengorbanan diri seorang pria pengangguran berusia 26-tahun di Tunisia pada bulan lalu yang memicu gelombang pasang unjuk rasa besar-besaran rakyat telah berhasil menggulingkan Presiden Zine El Abidine Ben Ali pekan lalu.

Ben Ali memerintah dengan tangan besi selama 23 tahun, waktu yang dihabiskan dalam pemerintahan yang sama oleh penguasa otoriter di banyak dunia Arab seperti Libya Moammar Gadhafi, yang berkuasa sejak 1969, Mesir Hosni Mubarak, memerintah sejak tahun 1981, dan Yaman Ali Abdullah Saleh , yang telah merebut kekuasaan lebih dari 30 tahun.

Jatuhnya pemimpin Tunisia telah menarik seruan untuk adanya perubahan di tempat lain di dunia Arab, tetapi para aktivis menghadapi realitas besar pasukan keamanan yang sangat represif serta sangat mendukung status quo dari rezim garis keras yang selalu menindak jika adanya perbedaan pendapat.

Para demonstran yang telah membakar diri mereka sendiri dalam beberapa hari ini terakhir tampaknya terinspirasi oleh pengorbanan diri warga Tunisia bernama Mohamed Bouazizi, seorang lulusan universitas yang menjadi pengangguran dan terpaksa harus berjualan buah-buahan dan sayuran di pasar namun barang jualannya disita oleh polisi karena tidak memiliki izin.

Kematiannya menyentuh saraf kemarahan para pemuda berpendidikan, namun pengangguran di negara Afrika Utara tersebut, yang akhirnya memicu protes massa yang menggulingkan Ben Ali.

Membakar diri sebagai metode protes dalam unjuk rasa sangat jarang di dunia Arab, di mana aksi seperti itu biasanya dilakukan oleh pengunjuk rasa di Timur Jauh atau anak benua India. Namun perempuan Mesir di daerah urban atau di lingkungan miskin telah dikenal untuk aksinya membakar diri mereka sebagai aksi memprotes kekerasan suami, orang tua yang kasar atau peminang yang tidak mereka diinginkan.

"Jelas bahwa peristiwa Tunisia dan kejadian membakar diri di sana berdampak pada Mesir serta Aljazair," kata veteran kolumnis Mesir Salama Ahmed Salama. Aksi membakar diri di Kairo pada hari Senin kemarin, ia menambahkan, akan menjadi "unsur mengkhawatirkan dan peringatan kepada pemerintah."

Namun Menteri Luar Negeri Mesir Ahmed Abul Gheit mengesampingkan kemungkinan bahwa pemberontakan politik di Tunisia akan menyebar ke negara-negara lain.

"Ini murni omong kosong," katanya kepada wartawan hari Minggu lalu. "Mereka yang mempromosikan fantasi dan mencoba untuk menyalakan situasi tidak akan mencapai tujuan mereka dan hanya akan merugikan diri mereka sendiri.

Namun frustrasi atas pengangguran yang tinggi, harga pangan yang melonjak dan kurangnya reformasi demokrasi telah bergema di Mesir dan tempat lain di wilayah dimana pemerintahnya menghadapi keluhan yang serupa.

Pemilik sebuah restoran kecil berusia 48 tahun yang membakar diri luar gedung parlemen Senin kemarin (17/1) di Kairo pusat sangat marah terkait tentang kebijakan pemerintah yang melarang pemilik restoran dari membeli roti bersubsidi murah untuk dijual kembali ke pelanggan mereka, menurut petugas keamanan di lokasi kejadian.

Beruntung dirinya hanya mengalami luka bakar ringan pada wajah, leher dan kakinya setelah polisi yang menjaga gedung dan pengendara motor dengan sigap langsung menggunakan alat pemadam kebakaran untuk memadamkan api yang membakar dirinya.

Insiden ini direkam dalam video amatir yang kemudian diposting di Internet. Namun The Associated Press tidak dapat memverifikasi keaslian rekaman.

Juga masih di hari Senin, dilaporkan seorang pria Mauritania yang tidak senang dengan pemerintah telah membakar dirinya sendiri di mobilnya di luar bangunan resmi di ibukota, Nouakchott. Pejabat Departemen Luar Negeri Mauritania, Sidi Ould Adbou mengatakan polisi bergegas membawa pria 43 tahun bernama Yacoub Ould Dahoud ke rumah sakit.

Di Aljazair, pejabat lokal yang menolak untuk diidentifikasi mengatakan satu orang menderita luka kronis akibat membakar diri hari Senin kemarin di Ghardaia dalam sengketa atas biaya medis dan terpaksa dirawat di rumah sakit dengan luka bakar serius.

Peristiwa di Aljazair menjadikan jumlah kasus aksi bakar diri menjadi 7 kasus yang dilaporkan terjadi di kota Aljazair sejak Sabtu lalu.

Para analis mengatakan sulit untuk memprediksi apakah praktek bakar diri tersebut dapat menyebar di kalangan mayoritas Muslim besar yang mendiami dunia Arab, yang dalam ajaran Islam sendiri melarang bunuh diri. Namun insiden di Mesir, Aljazair dan Mauritania merupakan gejala dari orang yang semakin menyerah dan putus asa dari harapan mendapatkan kehidupan ekonomi yang lebih baik atau kebebasan yang lebih luas.

Mesir telah menampilkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang signifikan selama beberapa tahun terakhir, sebagian didorong oleh sejumlah reformasi ekonomi yang ambisius. Namun pertumbuhan ekonomi itu telah gagal untuk menyaring banyak pengangguran dari keseluruhan jumlah 80 juta rakyat Mesir. Hampir setengah dari seluruh warga Mesir hidup di bawah atau tepat di atas garis kemiskinan yang ditetapkan oleh PBB yang berpenghasilan sebesar 2 dolar per hari.

"Peristiwa di Tunisia memberikan momentum baru untuk aktivis reformasi dan demokrasi di Mesir dan apa yang terjadi hari ini akan menjadi langkah bagi mereka dalam menuju arah yang sama," kata Hossam Bahgat, kepala Prakarsa Mesir untuk Hak Pribadi, sebuah kelompok advokasi.

Dari upaya demonstran yang membakar diri sendiri, dia mengatakan, "terlalu dini untuk mengatakan apakah hal ini akan menjadi fenomena dan mari kita berharap itu tidak terjadi karena sangat tragis dan tidak dapat diterima tindakan seperti itu."(fq/ap)