Prof. Dr. Aisyah Girindra, 17 Tahun Tekuni Penelitian Kehalalan Produk Konsumsi Masyarakat

Dalam rangka MILAD Eramuslim.Com yang ke-6, Eramuslim memberikan Eramuslim Award sebagai bentuk penghargaan pada tokoh Muslim dan organisasi sosial berbasis Islam atas kontribusinya yang besar bagi kemaslahatan umat. Di antara penerima anugerah Eramuslim Award adalah Profesor Doktor Aisyah Girindra, Direktur LPPOM (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Obat-obatan/Kosmetik dan Makanan) Majelis Ulama Indonesia. karena dedikasinya dalam meneliti kehalalan produk-produk yang banyak dikonsumsi masyarakat.

Setelah kurang lebih 17 tahun menekuni dunia penelitian produk halal, akhirnya ia memilih sistem audit untuk menetapkan kehalalan suatu produk. Dokter hewan yang juga Profesor Bidang Biokimia juga mengatakan bahwa penelitian produk halal di negara kita masih menghadapi banyak hambatan. Bagaimana kiprah wanita kelahiran Bukit Tinggi 7 Oktober 1935 ini di sektor penelitian produk halal? Berikut bincang-bincang eramuslim dengan Profesor Doktor Aisyah Girindra.

Sejak kapan Ibu menekuni bidang penelitian produk halal ini?

Saya ini bergabung sebagai anggota LPOM MUI sejak tahun 1989, dan pada tahun 1994 saya menjabat sebagai direkturnya. Dan sejak jadi direktur itulah saya semakin bertambah aktif.

Sebenarnya apa yang membuat Ibu tertarik untuk menjadi seorang peneliti?

Saya sebetulnya lebih dahulu tertarik dengan Biologi terutama Biokimia, karena dalam biokimia kita mempelajari kehidupan yang dihubungkan dengan kimia Ditambah lagi dengan membaca Al-Quran dan buku lainnya, mencari apa hubungan puasa dengan kimia. Penelitian itu kemudian mulai saya lakukan, misalnya untuk membedakan daging sapi, babi maupun kambing, bagaimana cara membedakan daging sapi dari ketiga jenis itu.

Apa suka duka yang pernah Ibu alami selama menjadi seorang peneliti?

Dalam menekuni profesi sebagai seorang peneliti, saya juga mengalami suka duka. Dukanya ketika mengalami kekurangan bahan kimia yang akan kita gunakan untuk meneliti, begitu juga jika kita kekurangan peralatan, karena itu saya lebih banyak melakukan penelitian produk halal berdasarkan metode auditing, tidak memakai biokimia lagi.

Sebab untuk menerapkan metode kimia alat-alat yang kita gunakan tidak begitu canggih, sehingga sulit untuk menetukan kehalalan suatu produk. Langkah selanjutnya untuk saat ini saya lebih sering menggunakan metode audit dengan tanya jawab.

Mengenai sukanya, kerja di laboratorium itu ‘daerah kering’, tidak banyak duitnya, ya sederhana lah. Tetapi bekerja dilaboraturium ini saya mendapatkan kepuasan batin yang tidak terkira ketika berhasil melakukan penelitian, dan bisa mengambil kesimpulan, sesuatu yang indah rasanya.

Sepanjang perjalanan karir sebagai peneliti produk halal, ada tidak produsen yang ‘nakal’ menawarkan suap misalnya?

Ada memang yang mencoba, tetapi karena dalam lembaga saya dilarang itu, maka kita akan pantau terus, lama-lama orang jadi tahu juga dan menghormati kita, sehingga sogok-meyogok itu bisa diantisipasi. Alhamdulillah bisa dicegah oleh lembaga kami. Kalau ada yang mencoba menerima suap itu pasti akan ketahuan. Tetapi karena kita begitu jujur, jadi mereka respek pada kita. Saya juga tidak pernah menghitung berapa produsen yang mencoba memberikan sogokan agar produknya diberi labelisasi halal, saat ini sudah mulai jarang, mereka sudah lebih paham.

Tanggapan anda tentang makanan halal di Indonesia saat ini?

Saat ini sudah banyak produk yang sudah halal, tetapi banyak juga yang tidak menggunakan label halal, saya sangat sayangkan sekali banyak sekali impor makanan yang tidak halal ataupun belum diperiksa kehalalannya. Memang produk yang di luar pengawasan, saat ini banyak sekali, bahkan harganya pun kadang-kadang lebih murahn dari bahan dalam negeri.

Berapa prosentase jumlah produk halal di Indonesia?

Sebenarnya memang tidak ada angka pastinya, kira-kira ada 50 persen.

Menurut pandangan anda bagaimana tingkat kesadaran masyarakat mengkonsumsi produk halal?

Sekarang sudah cukup besar ya, karena sudah banyak sosialisasinya misalnya lewat internet ataupun media lain, sudah banyak masyarakat yang sadar pentingnya mengkomsumsi makanan yang halal.

Departemen Agama dan MUI sudah mengeluarkan RUU Inisiatif tentang produk halal bagaimana tanggapan anda?

Ini masih dipelajari bersama, masih belum selesai, kalau memang itu bagus untuk diterapkan kenapa tidak, itu masih menjadi perdebatan. Dan setahu saya draftnya belum selesai, masih terus dibahas. Saya kira esensi yang terpenting dalam UU itu nantinya adalah kehalalan, halal itu harus ada pengaturannya. Pemerintah mencoba mengaturnya dan harus ada sanksi yang tegas untuk itu.

Ada yang berpendapat, seharusnya yang dilakukan itu sertifikasi haram bukan sertifikasi halal. Karena sebagian ahli fiqih berpendapat segala sesuatu itu awalnya halal, kecuali yang jelas haramnya, bagaimana tanggapan anda?

Saya coba contohkan, kalau di satu meja ada enam macam makanan, dua yang haram, yang lainnya kita tidak tahu, yang empat lagi ini tidak tahu halal atau tidak. Jika jelas dua macam yang halal berarti hanya dua saja yang akan kita pilih untuk dimakan, yang empat lagi tidak. Jika kita sudah yakin semua produk itu halal, bisa saja kemungkinan yang diberi label haramnya.

Apa yang anda harapkan tentang pengembangan produk halal di Indonesia?

Harapan saya makanan di Indonesia ini halal, artinya makanan untuk seluruh umat Islam dijamin kehalalannya, sehingga kita sudah tidak khawatir lagi kalau memakan. Saat ini saja, saya masih suka khawatir kalau disediakan makanan itu halal atau tidak ya… Meskipun tak seluruhnya harus memakai label halal yang penting kita merasa tentram memakan sesuatu, karena benar-benar halal. (noffel)