Mualaf Australia Mengaku Rencanakan Serangan Teroris

Shane Kent, 33, hanya menunduk dan menjawab dengan kata "bersalah" terhadap semua tuduhan yang dibacakan pengadilan Australia. Pengadilan yang berlangsung di Melbourne itu merupakan pengadilan kedua Kent, setelah bulan September lalu pengadilan tidak berhasil membuktikan tuduhan bahwa Kent anggota sel teroris di Negeri Kanguru itu.

Jika dalam pengadilan sebelumnya Kent membantah tuduhan bahwa dirinya teroris, dalam persidangan kali ini Kent malah mengakui bahwa ia bagian dari sel teroris yang merencanakan serangan bom ke event-event olahraga besar di Australia dengan target membunuh ribuan orang yang menyasikan langsung event olahraga tersebut.

Event olahraga yang menurut Kent menjadi target serangan kelompoknya antara lain pertandingan final Liga Sepakbola Australia (AFL) pada tahun 2005, yang disaksikan sekitar 92.000 pecinta sepakbola di Australia dan jutaan pemirsa televisi.

Kent, mantan pengemudi truk forklift ini bergabung dengan kelompok Abdul Naser Benbrika setelah memeluk agama Islam. Di Australia, Benbrika dianggap sebagai da’i garis keras karena membolehkan pengikutnya membunuh kaum perempuan dan anak-anak dengan alasan jihad.

Polisi Australia pertama kali menangkap Kent dan kelompoknya, termasuk pemimpin mereka Benbrika pada tahun yang sama, setelah Australia memperketat undang-undangnya untuk menangkap siapa saja yang dicurigai akan melakukan serangan teroris menyusul peristiwa serangan bom di London yang terjadi pada Juli 2005.

Dalam persidangan Benbrika dan kelompoknya dituduh merencanakan serangan bom saat berlangsung pertandingan final AFL, tapi rencana itu tercium polisi dan berhasil digagalkan. Selanjutnya, Benbrika cs dituding merencanakan aksi teror di Stadion Melbourne pada musim pra–pertandingan AFL dan pada saat pelaksanaan Grad Prix tahun 2006.

Polisi Australia mengklaim menemukan buku-buku petunjuk cara membuat bom dan kaset-kaset video berisi pesan-pesan Usamah bin Ladin ketika melakukan penyerbuan ke basis Benbrika.

Meski Benbrika dan kelompoknya tidak punya catatan pernah melakukan kekerasan di Australia, juri di pengadilan meyakini tuduhan-tuduhan yang diarahkan pada Benbrika dan kawan-kawannya. Benbrika dan enam pengikutnya dinyatakan bersalah. Ia divonis 15 tahun penjara, sementara enam anggotanya divonis hukuman tujuh setengah tahun penjara. Tersangka lainnya, Izzydeen Atik baru dinyatakan bersalah pada tahun 2007 dan divonis hukuman lima setengah tahun penjara.

Pengadilan terhadap Benbrika dan kelompoknya, menjadi pengadilan terorisme terbesar di AS. Dalam putusannya, Hakim Bernard Bongiorno mengatakan, Benbrika dinyatakan bersalah karena mereka mengakui diri mereka sebagai mujahidin, tentara jihad dan meyakini jihad dengan kekerasan sebagai salah satu kewajiban agama mereka.

Sementara Kent dituduh telah dengan sengaja menjadi anggota organisasi teroris dan membuat dokumen-dokumen yang berhubungan dengan persiapan serangan terorisme. Di persidangan pertama, Kent yang masuk Islam pada usia 19 tahun, mengaku pernah mengikuti latihan paramiliter selama dua bulan. Ia belajar menggunakan senjata dan menggunakan bahan peledak. Tidak disebutkan dimana Kent mengikuti latihan itu.

Menurut kuasa hukum Kent, kliennya itu sempat menjalani terapi psikiatri karena mengalami depresi akut. Kent akan kembali menjalani persidangan pada 17 Agustus mendatang. Pengadilan Australia tidak menyebutkan apakah kondisi kejiwaan Kent bisa mempengaruhi pengakuannya di persidangan.(ln/Fr24)