Non-Muslim Sarajevo Kritik Pelajaran Agama Islam

Keputusan Dewan Kota Sarajevo, ibukot Bosnia untuk memberikan mata pelajaran agama Islam di seluruh sekolah taman kanak-kanak di kota itu dikritik oleh sebagian warga masyarakat. Mereka khawatir pelajaran agama akan mempertajam konflik etnis yang sudah terjadi di negara yang akan berkembang ke konflik agama.

Keputusan Dewan Kota Sarajevo mendapat dukungan dari kementerian pendidikan karena sesuai dengan penerapan undang-undang kebebasan beragama yang diberlakukan sejak tahun 2004. Berdasarkan keputusan tersebut, siswa-siswi taman kanak-kanak yang Muslim secara khusus akan mendapatkan pelajaran dasar-dasar Islam dan sejarah Rasulullah Muhammad Saw di kelas berbeda. 

Namun sejak keputusan ini diterapkan bulan Oktober kemarin, terjadi pro dan kontra di kalangan etnis Serbia, Kroasia dan kalangan warga Muslim di Sarajevo. Seorang psikolog Jasna Bajraktarevic mengatakan, pelajaran agama. apalagi pada usia taman kanak-kanak selayaknya diberikan di rumah saja dan tidak di sekolah. Bajraktarevic menilai kebijakan itu salah karena akan menjadi bumerang bagi warga masyarakat di Sarajavo yang multi etnis.

"Setiap tindakan yang salah bisa menghantam balik kita seperti bumerang. Pengenalan mata pelajaran agama di taman kanak-kanak ibarat kuda Trojan, memelihara api dalam sekam yang akan memprovokasi terjadi konflik antar umat beragama," kata Bajraktarevic.

Namun pejabat kementerian pendidikan Srecko Zmukic mengatakan,"Jika pengajaran agama tidak dilarang, itu artinya kita sudah melanggar undang-undang." Pasalnya, semua kelompok agama sudah diminta untuk membuat kurikulum pelajaran agama dan saat ini, pelajaran agama Islam baru diberikan di sekolah-sekolah di Sarajevo. Itupun waktunya cuma 30 menit dan didanai oleh Dewan Kota Sarajevo, kota yang mayoritas penduduknya Muslim.

Seorang ibu non-Muslim yang mengetuai organisasi wali murid juga menolak mata pelajaran agama Islam di sekolah dengan alasan yang sama. "Kebijakan itu hanya akan memperdalam perpecahan di kalangan masyarakat. Saya kira itu kebijakan yang salah," kata si ibu bernama Helena Mandic.

Mereka yang menentang mata pelajaran agama Islam di taman kanak-kanak juga berargumen bahwa anak-anak belum mampu memahami pelajaran agama dengan baik, apalagi jika kelas untuk pelajaran agama dipisah.

"Saya khawatir, 20 tahun yang akan datang, perpecahan etnis di negara kita makin dalam dibandingkan hari ini dan kita akan menghadapi konflik yang baru," kata Bajraktarevic.

Dari 3,8 juta jumlah penduduk Bosnia, 40 persennya adalah Muslim, 31 persen Kristen Ortodoks dari etnis Serbia dan 10 persennya penganuat agama Katolik Roma dari etnis Kroasia. (ln/aby)