Perang Saudara Pangeran Saudi

Pukulan telak bagi Pangeran Walid bin Talal. Sudah bukan rahasia lagi jika salah satu anggota kerajaan Saudi ini menjadi orang di garda depan dalam menghembuskan “angin perubahan” di negara itu. Bagaimana tidak, ia lah yang membuka bioskop pertama di Saudi. Ia juga berada di balik hampir semua perusahaan yang bergerak di bidang entertainmen yang berkiblat ke Barat.

Seperti diketahui, Sabtu pekan lalu, sedianya Saudi akan menggelar Festival Film Jeddah yang akan dilaksanakan selama satu pekan tanpa henti. Semua orang yang berhubungan dengan film, sutradara, penulis skenarion, artis, dan para penggemar film sudah berdatangan dari berbagai penjuru—terutama tanah Arab.

Tapi pada tengah malam sebelum hari pertama pelaksanaan, ulama Saudi mengajukan petisi kepada keluarga kerajaan dan pemerintah Saudi untuk menghentikan dan membatalkan acara ini. Untungnya, negosiasi ulama ini berhasil. Festival pun dibatalkan.

Dan bisa dibayangkan, betapa malu dan terpukulnya Pangeran Walid. Pasalnya, Rotana—perusahaan yang dimilikinya—memang menjadi sponsor utama festival film ini. Tak pelak, pangeran yang berusia 54 tahun ini menjadi sasaran kecaman dari kalangan konservatif Saudi.

Walid memang dikenal sebagai pendobrak budaya lama Saudi yang dianggap kuno. Ia pun rajin menyuarakan emansipasi bagi wanita.

Di balik tragedi itu, sebenarnya keluarga kerajaan yang lain sudah menentang ide dan konsep radikal Pangeran Walid. Salah satunya adalah saudara kandung Walid yaitu Pangeran Khalid bin Talal yang tak menyetujui adanya bioskop di Saudi. Pangeran Khalid bahkan menyerukan agar aset Pangeran Walid dibekukan.

Pangeran Khalid pula lah yang gencar melarang festival film tersebut. Bisa dibayangkan memang kekhawatiran Pangeran Walid. Bagaimana bisa sekarang, rakyat Saudi melakukan shalat berjamaah namun di depannya terdapat banner besar poster sebuah film?

Sebenarnya akar “permasalahan reformasi Saudi” berasal dari pemimpinnya sendiri—Raja Abdullah. Raja yang dikenal sangat dekat dengan Amerika ini lah yang ingin mengubah wajah Saudi. Februari lalu misalnya, ia mengganti kepala keamanan Saudi yang terkenal taat kepada Islam, dan Abdullah pun menempatkan seorang perempuan pertama dalam kementriannya. Ia juga menyetujui keberadaan bioskop dan festival film di Jeddah.

Satu-satunya orang yang berani menentang ide modern Raja Abdullah yang kebablasan ini adalah Pangeran Nayef, yang sekarang menjabat sebagai menteri dalam negeri Saudi. Bersama Pangeran Khalid, ia lah yang berada di belakang semua pelarangan bioskop dan festival film itu. (sa/bbc)