Presiden Arroyo, Penghambat Perdamaian Muslim Moro

Perundingan damai antara pemerintah Filipina dengan kelompok Islamis Moro kembali menemui jalan buntu. Kelompok Front Pembebasan Islam Moro (MILF) menolak proposal perdamaian yang diajukan oleh pemerintah Filipina.

Juru runding MILF, Mohagher Iqbal mengatakan, pihaknya tidak bisa menerima proposal itu karena isi proposal masih menyiratkan bahwa pemerintah Filipina masih akan mengendalikan kehidupan di Mindanao, wilayah di selatan Filipina yang didominasi Muslim.

"Yang kami inginkan adalah sebuah negara yang riil dan hubungan sebagai negara bagian dimana kami memiliki pemerintahan sendiri yang nyata dan mengatur kehidupan kami sendiri," kata Iqbal.

"Kami tidak mau menjadi hanya menjadi wilayah administratif semata di wilayah kami," sambungnya.

Dalam proposalnya, pemerintah Filipina menawarkan pembagian kekuasaan bersama di Mindanao seperti dalam hal pemungutan pajak dan pengelolaan sumber-sumber alam. Sementara MILF beranggapan bahwa masalah-masalah itu adalah "domain leluhur" mereka di Mindanao.

Pertikaian terkait wilayah Mindanao, antara pemerintah Filipina dan Muslim Moro sudah berlangsung selama empat dekade. Pertikaian itu diwarnai dengan konflik senjata yang menyebabkan ribuan orang tewas di Mindanao dan sebagian lagi menjadi pengungsi.

Gesekan senjata antara kedua belah pihak kembali memanas pada Agustus 2008, setelah Mahkamah Agung Filipina membatalkan perjanjian yang telah disetujui oleh pemerintah dan MILF. Sejak itu, militer Filipina menggelar operasi militer di Mindanao hingga sekarang. Banyak warga Muslim Mindanao yang terpaksa tinggal di kamp-kamp dan tenda-tenda pengungsian untuk menghindari konflik.

Bulan Januari kemarin, pemerintah Filipina dan MILF sepakat untuk kembali ke meja perundingan. Tapi kesepakatan itu mentah lagi karena Presiden Arroyo menolak tuntutan warga Muslim yang meminta pemerintah memberikan otonomi ekonomi dan perluasan daerah otonomi Muslim yang sudah ada.

Kebuntuan menyebabkan proses perundingan damai terkatung-katung. Juru bicara kepresidenan Filipina, Eduardo Ermita mengatakan, kesepakatan damai dengan MILF sulit tercapai selama Arroyo masih menjabat sebagai presiden. Karena Arroyo tetap menolak tuntutan MILF agar Mindanao dijadikan negara federal.

Menurut Ermita, perundingan kemungkinan bisa dilanjutkan setelah Arroyo mengakhiri masa jabatannya akhir Juni mendatang. (ln/wb)