Rezim Mubarak Tolak Reformasi yang Tergesa-gesa

Amerika Serikat mendesak Mesir untuk segera mencabut undang-undang darurat dan memulai reformasi demokratis pada saat demonstran menggelar acara pembangkangan terbesar mereka melawan rezim Presiden Hosni Mubarak dalam pemberontakan rakyat yang telah memasuki minggu ke tiga.

Namun wakil Mubarak yang baru diangkat, Wakil Presiden Omar Suleiman, memperingatkan bahwa reformasi yang tergesa-gesa bisa menjadi "kekacauan" di negara dunia Arab yang paling padat penduduknya tersebut.

Di Kairo, ratusan ribu orang membanjiri Tahrir Square, memberikan dukungan terhadap seorang cyberactivist karismatik dan eksekutif Google yang telah membantu aksi unjuk rasa besar yang belum pernah terjadi sebelumnya pada tanggal 25 Januari lalu.

Banyak di antara demonstran membawa spanduk memuji jejaring sosial Facebook dan Twitter, yang telah menjadi alat vital untuk memobilisasi kelompok oposisi, dan hal itu berkat kampanye online seperti yang dilakukan oleh eksekutif Google, Wael Ghonim.

Dalam orasinya Ghonim mengatakan: "Saya bukan pahlawan, Anda lah pahlawan, Anda adalah orang yang tinggal di lapangan ini," kata Ghonim, yang pada hari Senin lalu berlinang air mata menggambarkan penderitaannya di tangan keamanan negara.

Sebelumnya, rezim Mubarak telah mengeluarkan sebuah keputusan membentuk sebuah komite untuk mengawasi perubahan konstitusional menjelang pemilihan umum pada bulan September.

Mubarak, yang telah berkuasa selama 30 tahun, mengatakan ia tidak akan kembali maju dalam pemilu dan pada hari Senin lalu berjanji untuk menaikkan upah pegawai pada sektor publik sebesar 15 persen.

"Presiden menyambut baik konsensus nasional, yang menyatakan kita berada di jalur yang tepat untuk keluar dari krisis saat ini," kata Wakil Presiden Suleiman, yang sekarang banyak dilihat sebagai kekuatan di balik tahta kepresidenan.

"Sebuah peta jalan yang jelas telah diletakkan di tempat dengan jadwal yang ditetapkan untuk mewujudkan perdamai dan transfer terorganisir kekuasaan," katanya dalam pidato di televisi.

Namun Suleiman, memperingatkan melakukan penentangannya terhadap reformasi yang tergesa-gesa dan mengatakan hanya dialog dan "program langkah berkelanjutan" yang bisa menyebabkan perubahan.

"Cara alternatif kedua, akan menjadi kudeta – dan kami ingin menghindari itu," katanya, menurut kantor berita resmi MENA.

Suleiman mengatakan, pemerintah akan melanjutkan pembicaraan dengan faksi-faksi politik dan pemuda yang mempelopori aksi unjuk rasa, "menegaskan tidak akan ada akhir dari rezim, ataupun kudeta, karena itu berarti kekacauan", MENA melaporkan.

Mantan kepala intelijen juga memperingatkan terhadap seruan pembangkangan sipil, dengan mengatakan "seruan tersebut akan sangat berbahaya bagi masyarakat, dan kami sama sekali tidak mentolerir hal itu". (fq/afp)