Israel Serukan Uni Eropa Larang Warganya Ikut Kapal Bantuan Kemanusiaan

Israel meminta negara-negara Uni Eropa untuk mencegah armada kapal kemanusiaan berangkat dari pelabuhan mereka dan mencegah warga mereka ikut ambil bagian dalam kapal tersebut.

Pada hari Senin kemarin (14/6), Israel telah mengatakan bahwa Uni Eropa harus bertindak tegas untuk mencegah kapal bantuan kemanusian berlayar menuju Gaza dan meminta Uni Eropa menghentikan warga negaranya dari usaha mereka melawan kepentingan Israel. Pesan itu adalah bagian dari dialog yang sedang berlangsung antara Israel dan Uni Eropa yang dipimpin oleh Tony Blair, utusan Kuartet untuk Timur Tengah yang juga mewakili Uni Eropa, dalam upaya untuk meringankan blokade atas Gaza.

Menurut sumber Kementerian Luar Negeri, pesan diterima dengan baik oleh para pemimpin Uni Eropa yang ingin menghindari konfrontasi – selama mungkin untuk meringankan blokade dengan cara diplomatik. Namun, pada tahap ini tidak ada langkah-langkah praktis yang telah diambil oleh pemerintah Eropa untuk menghentikan kelompok-kelompok LSM yang akan melakukan pelayaran menuju Gaza.

Sementara itu, pasukan keamanan Israel sedang mempersiapkan diri untuk "menyambut" tiga kapal yang direncanakan mencapai pantai Gaza dalam waktu dekat. Kebijakan Israel, seperti yang dinyatakan oleh Menteri Pertahanan Ehud Barak dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, tidak mengizinkan akses pelayaran menuju ke Gaza, sehingga Gaza tidak menjadi pelopor bagi dermaga Iran.

Setelah kontroversial serangan di kapal Mavi Marmara, pasukan komando angkatan laut Israel dilatih dalam persiapan untuk menghentikan armada kapal. Kapal dari Libanon diharapkan tiba pertama kali, berikut dengan kapal yang meninggalkan Iran pada Senin ini, ditambah kapal kedua dari Iran yang akan tiba di akhir pekan.

Menurut informasi yang diperoleh otoritas keamanan, Hamas mengatakan tidak kurang dari 10 armada kapal akan berangkat ke Gaza pada bulan Oktober 2010, pada akhir bulan Ramadhan.

Semua armada kapal bertujuan untuk mengambil keuntungan dari masalah diplomatik Israel setelah serangan mematikan terhadap armada terakhir pada tanggal 31 Mei lalu, di mana sembilan aktivis Turki wafat di kapal Mavi Marmara. Inisiatif baru armada kapal yang akan berangkat ke Gaza datang dari Libanon, Sudan, Iran, Inggris, Norwegia, Turki dan negara-negara Eropa lainnya.

Organisasi-organisasi yang bekerja untuk mengangkat blokade Israel terhadap Jalur Gaza ada yang saling bekerja sama di antara mereka sendiri. Beberapa bahkan menerima dukungan dari pemerintah mereka, setidaknya Libanon, Sudan dan Iran, dan mungkin juga Turki. Dana yang signifikan diperoleh sebagian besar melalui sumbangan dari komunitas Muslim di seluruh Eropa dan di seluruh dunia.

Di antara ratusan – bahkan ribuan – orang yang mendaftar untuk berpartisipasi adalah tokoh masyarakat. Tujuan mereka adalah untuk menciptakan armada lebih besar daripada armada kapal Turki, Mavi Marmara.

Kapal Naji Ali el diharapkan tiba dari Libanon segera dan dua kapal dari Iran yang disponsori oleh Bulan Sabit Merah setempat dengan dukungan dari pemerintah Teheran.

Kapal Libanon ini diharapkan membawa puluhan wartawan dan aktivis pro-Palestina Eropa termasuk anggota parlemen. Armada kapal tersebut diselenggarakan oleh dua kelompok: Free Palestina, dan Reporters tanpa pembatasan. Kapal tersebut dilaporkan membawa bantuan kemanusiaan dan peralatan untuk sekolah-sekolah di Jalur Gaza.

Sedangkan kapal Iran membawa sumbangan dari orang-orang Iran dan pekerja bantuan. Sumbagan tersebut dikumpulkan oleh Bulan Sabit Merah Iran.

Kapal-kapal dari Libanon dan Iran ini adalah pelopor dari apa yang disebut sebagai gelombang armada kapal bantuan, yang diharapkan mencapai puncaknya pada akhir Ramadhan, ketika organisasi-organisasi seperti Viva Palestina dan Freedom Gaza diharapkan akan mengorganisir 10 hingga 15 armada kapal. Armada kapal ini akan disebut sebagai "Freedom Flotilla II".

Salah satu aktivis, Iyad el-Sarj, yang tinggal di Norwegia dan dikenal di Israel sebagai pendiri dari kampanye untuk mencabut blokade Gaza, berpendapat bahwa armada besar akan menyebabkan perubahan ireversibel dalam kebijakan blokade laut Israel terhadap jalur Gaza.(fq/ynet)