Mahasiswa Mesir Tolak Kritikan Dr. Muhibbin Terhadap Shahih Bukhari

Geliat aktifitas Mahasiswa Indonesia di Mesir (Masisir) ternyata masih segar. Di tengah kesibukan mempersiapkan ujian, mereka masih antusias untuk menghadiri acara “ Dialog Umum ” yang diadakan oleh El-Montada, KPMJB dan FATIHA, Jum’at 11/12/09 di auditorium pesanggrahan KPMBJ.

Dialog ini ini diisi oleh dua nara sumber dari Indonesia yaitu Prof. Dr. Endang Soetari M. Si (Guru Besar UIN Sunan Gunung Jati Bandung) yang menyampaikan materi seputar Problematika Studi Hadits di Indonesia dan Prof. Dr Muhibbin M. Ag (Guru Besar IAIN Walisongo Semarang) yang menyampaikan materi tentang Urgensi Kritik Matan dalam Pembuktian Validitas Hadits. Hadir sebagai Pembanding Ust. Ahmad Ikhwani, Lc. Dipl (Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Al-Azhar jurusan Hadits) dengan moderator Ust. Roni Fajar, Lc. (Mahasiswa Universitas Al-Azhar Jurusan Hadits)

Di awal acara, Ust. Saifuddin M.A. selaku ketua El-Montada (organisasi mahasiswa program pasca sarjana dan doktoral) menyampaikan sambutan yang antara lain menyatakan bahwa antusias para masisir untuk mengkaji kegiatan yang bersifat keilmuan ternyata lebih tinggi daripada mengkaji tentang politik, terbukti dengan jumlah peserta yang hadir melebihi kapasitas auditorium yang disediakan.

Dr. Endang Soetari. M.Si yang mendapat giliran pertama dalam diskusi ini menyebutkan tentang Problematika Ilmu hadits di Indonesia. Hingga saat ini metode digunakan oleh beliau ialah penetapan keshahihan hadits dengan cara Takhrij.

Pemaparan kedua dilanjutkan oleh Dr. Muhibbin. M. Ag. yang pernah menulis buku tentang kritik kitab “Shahih Bukhari”. Beliau menyatakan tidak semua hadits dalam Shahih Bukhari itu shahih, bahkan terdapat beberapa hadits termasuk kategori lemah dan palsu.

Dinginnya kairo yang sempat terkena percikan gerimis sebelumnya berubah menjadi hangat setelah pemaparannya yang mengkritik matan hadits. Menurutnya ini untuk membela Nabi Muhammad sabda beliau yang telah melalui beberapa kurun waktu itu tidak ada yang bertentangan dengan akal.

Contohnya hadits tentang lalat dan tentang mayit yang disiksa karena tangisan keluarganya yang menurutnya tidak rasional. Semua kritikan itu bisa ditanggapi dengan baik oleh pemateri pembanding, Ust. Ahmad Ikhwani, Lc. Dipl.

Acara pun berlanjut ke sesi tanya jawab. Setelah moderator mempersilahkan para hadirin untuk bertanya bak gayung bersambut begitu banyak tangan-tangan yang mengacung ingin bertanya. Tanggapan pertama disampaikan Ust Zulfi Akmal, Lc. Dipl. (Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Tafsir Univ. Al-Azhar) menyampaikan bahwa seorang mahasiswa Al-Azhar tingkat dua pun sanggup mengkonter hadits tersebut dari syubuhat yang disampaikan oleh Dr. Muhibbin tadi. Ust. Zulfi juga menolak adanya proses belajar hadits tanpa guru, seperti yang dilakukan oleh Dr. Muhibbin.

Kemudian Ust Bukhari, Lc. Dipl. (Mahasiswa Pasca Sarjana Jurusan Hadits Univ. Al-Azhar) angkat bicara membantah pernyataan keraguan Dr. Muhibbin terhadap hadits pada Shahih Bukhari. Ia menjelaskan secara gamblang status beberapa hadits yang dikritik berikut dalil tentang kedudukan hadits tersebut. Ust. Bukhari menganggap hasil penelitian Dr. Muhibbin ini kurang referensi dan juga kurang pemahaman bahasa Arab.

Pertanyaan-pertanyaan beserta tanggapan-tanggapan yang ditanyakan akhirnya dijawab oleh Dr. Muhibbin dengan berusaha membela argumen beliau. Beliau menganggap hadits-hadits itu diragukan karena irrasional. Sebab mengkaji hadits tidak hanya dari matan dan sanad saja, tapi perlu memperhatikan aspek rasionan, sejarah dan sirah. "Apabila naql bertentangan dengan akal, maka yang didahulukan adalah akal." tegasnya. Sontak mahasiswa yang hadir pada saat itu seakan tertawa meringis akan tanggapan yang diuraikan oleh beliau.

Acara yang mulai beranjak malam tersebut tidak mengendurkan semangata para hadirin, terbukti dengan antusias para penanya pada sesi ke dua yang semakin membuat hangat suasana. Diantara pernyataan yang paling menyentak disampaikan oleh Riyadh, Mahasiswa Al-Azhar Fakultas Dirasat slamiyah konsentrasi Ushuluddin yang menanyakan standarisasi tesis kandidat doktor di Indonesia, karena begitu mudahnya hanya tinggal mengangkat sesuatu yang berbenturan antara nash Al-Quran dengan nash Hadits bisa lulus membondong gelar doktor. “kalau gitu saya ingin cepat-cepat pulanglah ke Indonesia melihat segampang itu bapak menjadi Doktor” ungkap Riyadh. Sontak seluruh hadirin riuh seketika.

Kemudian disusul dengan pernyataan Umarulfaruq Abubakar, Mahasiswa Fakultas Darul Ulum Universitas Kairo, yang menyebutkan bahwa yang sedang di permasalahkan saat ini tidak murni kritik matan. Yang terjadi adalah mengkritik matan hadits karena belum bisa dipahami oleh si pengkritik. Hal ini tentu sama tidak menurunkan derajat sebuah hadits shahih, pemahamannyalah yang perlu dikaji kembali.

Antusias masisir dalam menanggapi dialog ini masih berlanjut. “Bahkan sampai pagi pun masih siap” ungkap salah seorang hadirin. Namun karena waktu pula, sesi tanya jawab berakhir setelah adanya kata penutup dari kedua nara sumber. Kedua nara sumber ini adalah anggota adalah bagian dari rombongan para Doktor yang sedang menjalankan studi singkat di Mesir dalam rangka meningkatkan kompetensi selaku dosen di universitas masing-masing. (sn/fjr)