Obama dan Netanyahu: Duet Pemimpin Baru

Ketika Israel merayakan Yom Ha’atzmaut kemarin, Barack Obama baru saja menyelesaikan100 hari pertamanya sebagai presiden AS. Dalam masa singkat, hanya tiga bulan lebih beberapa hari, semua wajah Obama telah demikian terbuka. Yang pasti yang sudah ia nyatakan dengan begitu gamblang adalah bahwa "Obama berdiri di belakang Israel", sekaligus juga merupakan refleksi tekanan dari berbagai pihak.

Tekanan ini berasal dari mereka yang jelas merupakan rekanan Israel. Zbigniew Brezinski, sebagai contoh, ingin Obama mendeklarasikan secara resmi, "Inilah kepemilikan, dan untuk inilah (AS) ada."

Jeremy Ben-Amis, dari J Street, lebih taktis lagi. Ia mengatakan bahwa tujuan Obama adalah dukungan politik terhadap komunitas Yahudi. Inilah yang juga disampaikannya ketika Benjamin Netanyahu baru genap 30 hari menjabat sebagai perdana menteri Israel.

Secara keseluruhan, bagi orang-orang Yahudi, rating Obama tidak jauh lebih buruk daripada George W. Bush dan Bill Clinton dalam 100 hari pertama mereka. Banyak kalangan menilai Obama terlalu lembek dalam berbagai hal, misalnya dalam merespon isyu fasis dan sosial, hingga Obama dituding tengah membangun sebuah "kamp interniran" untuk musuh-musuhnya di AS. Pers AS terutama ramai memberitakan hal ini.

Kenyataan bahwa Obama mewarisi krisis ekonomi dan juga rawa perang Iraq-Afghanistan ternyata hanya semakin mendekatkannya pada Israel, bahkan dengan secara terang-terangan. Obama secara resmi menyampaikan ucapan selamat atas hari merdeka Israel, dua hari lalu, dan itu artinya Obama menutup pintu realita bahwa Israel adalah sebuah bangsa penjajah dan atau Palestina berhak atas tanahnya kembali.

Sementara itu, di Israel, Netanyahu tengah tenggelam dalam proyek negosiasi berat sebelah akan konsep dua negara dengan Palestina, yang jelas tidak akan pernah bisa menerimanya sampai kapanpun. Netanyahu menginginkan kendali pemerintahan atas Palestina, sungguh sesuatu yang tak berprikemanusiaan.

Jadi, ketika pejabat Israel menghitung 100 hari pertama Obama yang dinilai Yahudi memuaskan, dan para pembuat kebijakan AS mengagumi 30 hari kerja Netanyahu, inilah yang terjadi:

Pertama, AS adalah sekutu dekat Israel karena kedua negara sama berbagi nilai dan kepentingan. Semua pihak yang berkepentingan saling mempertahankan apa yang sudah terbina sebelumnya, walau sebenarnya kepentingan AS dan Israel belum tentu identik sama persis. Kedua, AS dan Israel mendukung pemerintah bersama Palestina tanpa melibatkan Hamas. Karena Hamas akan selalu berkomitmen bahwa konsep dua negara sama sekali tidak ada dalam agenda mereka.

Obama telah mendeklarasikan bahwa "Keamanan Israel itu sangat keramat," dan "AS adalah partner Israel yang konsisten dan kuat." Mereka yang meragukan sumpah Obama ini jelas terlihat bukanlah sekutu Israel, dalam bentuk apapun. (sa/jp)