Panik Melanda Bursa Saham Dunia, Eropa Alami Krisis Keuangan Terburuk

Kepanikan melanda bursa saham dunia menyusul krisis keuangan global yang mulai menjalar ke benua Eropa dan keraguan pelaku pasar atas rencana penyelamatan dengan menggulirkan dana sebesar 700 milyar dollar. Hampir semua nilai saham di bursa saham Eropa mulai dari London, Frankfurt dan Paris jatuh hingga lebih dari lima persen yang berimbas ke bursa-bursa saham dunia.

Bursa saham Tokyo ditutup pada posisi terendah selama empat tahun terakhir. Indeks industrial Dow Jones juga jatuh sebesar 2,7 persen pada perdagangan pertama. Bursa saham Rusia menunda perdagangan setelah indeks perdagangan jatuh lebih dari 15 persen, Indonesia jatuh hingga 10 persen, Brazil 9,5 persn dan bursa saham Oslo jatuh sebesar 9,0 persen.

Iceland, negara yang perekonomiannya bergantung pada sektor finansial juga menunda semua perdagangan sahamnya, termasuk saham tiga bank terdepan di negara itu menyusul laporan bahwa pemerintah akan melakukan tindakan penyelamatan untuk sektor-sektor perbankan.

"Terjadi kepanikan total. Setiap orang berharap, setelah paket penyelematan keuangan di AS dan Eropa diterima, kondisinya akan kembali tenang. Tapi yang terjadi malah kebalikannya, masih ada ketakutan yang sangat kuat terhadap efek domino krisis keuangan global ini," papar Adrian van Tiggelen, perencana senior ING di The Hague.

"Tekanan di pasar modal terutama saham-saham bank dan pasar keuangan lainnya sudah makin meluas yang memicu perekonomian dan industri dunia berada di jurang atau sudah mengalami resesi," tambah ekonom dari Bank of America, Mickey Levy.

Krisis Keuangan di Eropa

Krisis keuangan global diawali dengan bangkrutnya bank investasi keempat terbesar di AS Lehman Brothers. Tindakan penyelamatan yang dilakukan pemerintah AS tidak banyak membantu pemulihan krisis, karena krisis keuangan mulai menjalar ke daratan Eropa, bahkan krisis keuangan di Eropa kondisinya lebih serius bahkan dinyatakan paling buruk sejak diberlakukannya mata uang bersama Uni Eropa, euro pada tahun 1999.

"Untuk pertama kalinya, Eropa menghadapi krisis keuangan, dan krisis ini bukan krisis biasa tapi krisis keuangan yang paling buruk," kata Jean Pisani-Ferry, direktur kelompok riset Bruegel yang berbasid di Brussels.

Pemerintahan negara-negara Eropa bekerja keras untuk mencegah kebangkrutan bank-bank besarnya dan meyakinkan para pelaku ekonomi dan masyarakatnya, bahwa Eropa akan selamat dari krisis keuangan global ini.

Pemerintah Jerman misalnya, berusaha keras meyakinkan para investor dan nasabah yang menyimpan uangnya di bank, bahwa mereka akan melindungi perekonomian Jerman agar tidak menjadi korban krisis keuangan global yang melanda dunia.

Di Inggris, Perdana Menteri Gordon Brown langsung menggelar rapat kabinet bidang ekonomi untuk mempertimbangkan langkah-langkah penyelamatan terhadap bank-bank. Hal serupa dilakukan pemerintah Iceland. Para pimpinan bank dan pejabat pemerintah negeri itu juga membahas kemungkinan rencana penyelamatan bagi bank-bank komersialnya.

Sementara Bank Sentral Swedia akan menambah bantuan dana segar bagi bank-bank di negara tersebut, agar tetap bisa memberikan kredit.

Para ekonom di Eropa menuding krisis keuangan yang terjadi karena bank-bank tidak mengikuti sistem regulasi yang ada. "Pertama, kita melakukan integrasi ekonomi, kemudian melakukan integrasi keuangan. Tapi kita tidak pernah membangun sistem regulasi dan politik yang terintegrasi, yang memungkinkan kita bisa menghadapi krisis seperti sekarang ini," ujar Sylvester Eijffinger, anggota tim pakar moneter di parlemen Eropa.

Namun sebagian analis optimis ada sisi positif dari krisis keuangan yang melanda Eropa saat ini. Daniel Gros, direktur Center for European Policy Studies di Brussels mengatakan, "Para pelaku ekonomi dan penentu kebijakan mungkin akan syok tapi kondisi ini akan membuat mereka berpikir lebih strategis." (ln/berbagai sumber)