Penjualan Anak Marak di Afghanistan

“Saya menjual sebagian hati saya untuk menghentikan tangis empat anak saya yang lain. Mereka hampir mati karena kelaparan.” Ujar Nek Mohammed terbata-bata menahan isak tangis.

Laki-laki tua ini menjual anaknya yang berumur 8 tahun kepada seorang wanita kaya yang berasal dari Kabul dengan harga $1.500 (sekitar Rp. 1.700.000 dengan kurs rupiah).

Nek Mohammad menjelaskan bahwa ia tidak punya anak-anak laki-laki yang dewasa. Sedangkan ia sendiri terkena sakit parah, menderita gagal ginjal. Akibatnya, tidak ada lagi yang bisa mencari nafkah di keluarganya.

Qassem, putra Nek Mohammad yang dijual tadi, tidak sendirian. Banyak anak lain yang juga mengalami nasib serupa.

“Betul, ini kejam sekali.” kata Sadiqa, wanita yang membeli Qassem, “tapi saya punya dua tujuan dalam hal ini. Pertama, saya ingin memberikan masa depan dan pendidikan yang lebih baik kepada anak ini. Kedua, untuk menyelematkan saudara-saudaranya. Musim dingin segera tiba. Jika anak-anak tidak mendapatkan makanan yang bagus, mereka akan mati kedinginan dan kelaparan.”

Enam tahun setelah Taliban diusir dari bumi Afghanistan dan AS menerapkan pemerintahan Barat, kehidupan di Afghan berubah drastis.Sekarang, Afghanistan tidak mempunyai pusat listrik untuk seluruh negeri. Negara ini juga tidak lagi mempunyai aturan yang jelas perihal penjualan dan penculikan anak-anak. Tapi penjualan anak-anak bukan satu-satunya hal buruk yang terjadi di negeri itu., Prostitusi pun kini marak, bahkan merambah kota-kota kecil di pelosok negeri.

Afghanistan menduduki peringkat kelima negara yang pembangunannya paling buruk. Negara ini mempunyai 26.6 juta penduduk miskin dan hanya berpenghasilan kurang dari Rp.10.000 setiap harinya.(sa/tel)