Perkosaan dan Pembunuhan Harus Dihadapi Perempuan Somalia

Terjebak di antara kerasnya hidup dalam kemiskinan, penculikan bahkan pemerkosaan, membuat kehidupan perempuan Somalia menjadi semakin tidak berdaya dengan semua cobaan tersebut.

"Kami menjadi pencari nafkah bagi keluarga kami," kat Halimah, seorang janda (35 tahun) cerai kepada Agence France-Presse (AFP).

"Kami tidak punya suami dan penghasilan kami sehari-hari tidak cukup untuk bertahan hidup."

Dikenal sebagai "penjual keliling", Halima menjajakan barang-barangnya dari pondok kepondok yang lain di kamp-kamp pengungsi di utara Somalia.

Pondok para pengungsi terdiri dari cabang akasia dipelintir menjadi berbentuk kubah dan ditutupi dengan kain compang-camping dan karung beras.

Di kamp-kamp pengungsi, para anak laki-laki berjaga-jaga untuk mencegah serangan terhadap keluarga mereka.

"Baru satu minggu berlalu ketika kami tidak mendapatkan adanya kasus pemerkosaan," kata Hawa Adan Mohamed, seorang aktivis hak-hak perempuan yang menjalankan skema pelatihan kejuruan dan proyek-proyek manufaktur di Galkayo.

"Jika Anda melapor ke polisi selalu tidak ada tindak lanjut. Mereka mengatakan bahwa Karena hal ini masalah klan mereka tidak dapat menyentuh dan menangkap para pelaku.

"Di sini orang terkuat dapat mengambil semua," kata seorang pejabat PBB.

Sekitar 1,5 juta warga Somalia, seperenam dari keseluruhan populasi dunia, memilih melarikan diri dari rumah mereka karena kekerasan di Mogadishu, menurut badan pengungsi PBB.

Pemerintah Somalia telah bertempur melawan pasukan Hizb Shehbab dan kelompok al-Islam sejak bulan Mei.

Pertempuran telah meninggalkan ratusan warga sipil tewas dan ratusan ribu orang mengungsi.

"Di Mogadishu kami terus-menerus berada di bawah tembakan artileri ," kata Fatuma Ahmed (39 tahun).

"Kami melihat orang-orang mati kemudian mayat mereka dimakan oleh kucing dan anjing."

Para ibu somali teringat pengalaman selama perjalanan ke kamp-kamp pengungsi di utara.

"Dalam perjalanan ke sini kami dirampok," katanya pahit.

"Kami diperkosa dan kami kehilangan anak-anak kami ketika mereka jatuh sakit dan meninggal."

Seolah-olah menyadari kelemahan mereka, perempuan Somalia yang tak berdaya bahkan tidak aman dari serangan dari kawanan binatang pemangsa seperti Hyena.

Habiba Barre, 30, melarikan diri dari Ethiopia setelah pemerintah menindak etnis Somalia, menuduh mereka sebagai pendukung pemberontak. Sekarang, dia tinggal di sebuah gubuk yang terbuat dari kaleng susu bubuk yang diratakan.

"Di sini setidaknya kami hanya takut serangan dari binatang hyena, tidak dibunuh."(fq/iol)