Protes Perang di Afghanistan, Pejabat AS Mengundurkan Diri

Seorang pejabat AS yang mundur dari jabatannya karena merasa tidak sejalan dengan kebijakan perang berkelanjutan yang digulirkan pemerintah AS di Afghanistan. Matthew Hoh, menjadi pejabat pemerintah AS pertama yang memilih melepaskan jabatannya daripada mengikuti kebijakan perang AS di Negeri Para Mullah itu.

Surat kabar Washington Post menulis bahwa Hoh mengajukan surat pengunduran diri pada bulan September lalu sebagai pejabat senior departemen luar negeri AS yang ditempatkan di provinsi Zabul, Afghanistan. Hoh mempertanyakan alasan kehadiran militer AS di negeri itu.

"Saya sudah tidak mampu memahami dan tidak sudah tidak percaya lagi dengan tujuan kehadiran militer AS di Afghanistan. Saya ragu dan keberatan dengan strategi yang dilakukan AS sekarang dan rencana strategi AS di masa depan. Tapi pengunduran diri saya bukan atas dasar bagaimana kita melakukan perang ini, tapi mengapa dan untuk tujuan apa perang ini dilakukan," demikian pernyataan yang ditulis Hoh dalam surat pengunduran dirinya yang disampaikan pada kepala personel departemen luar negeri AS.

Setelah menerima surat pengunduran diri Matthew Hoh, departemen luar negeri AS menawarkan pekerjaan sebagai staff senior kedubes AS di Kabul. Tapi tawaran itu juga ditolak oleh Hoh yang juga pernah bertugas di korps marinir AS dengan pangkat kapten.

Hoh yang mengatakan, ia memutuskan untuk mempertanyakan soal kehadiran militer AS di Afghanistan untuk mendorong munculnya opini publik. "Saya ingin masyarakat di Iowa, Arkansas, Arizona dan dimanapun berada mendesak anggota Kongres dan berkata ‘dengar, ini bukan hal yang benar’," ujar Hoh mengacu pada kehadiran militer AS di Afghanistan.

Seperti diberitakan, Komandan militer AS dan NATO di Afghanistan, Jenderal Stanley McChrystal meminta pemerintahan Barack Obama untuk mengirimkan pasukan tambahan sebesar 40.000 personel ke Afghanistan. Untuk memperkuat 100.000 pasukan koalisi yang sudah berada di negeri itu dalam menghadapi perlawanan para pejuang Taliban. Namun Presiden Obama kehilatannya masih bingung untuk memutuskan apakah akan mengabulkan permintaan itu dan mengatakan bahwa ia tidak mau terburu-buru mengambil keputusan. (ln/prtv)