Soal Nuklir Israel, IAEA Melempem

Sikap negara anggota organisasi Badan Energi Atom Internasional (IAEA) terpecah soal upaya lembaga itu memeriksa aktivitas fasilitas pemngembangan nuklir Israel. Hal itu terungkap dalam dokumen IAEA yang menyebutkan bahwa sebagian negara anggota menginginkan agar aktivitas nuklir Israel diperiksa dan sebagian lagi mengatakan bahwa IAEA tidak berhak menginspeksi aktivitas pengembangan nuklir rezim Zionis itu.

Beda pandangan ini muncul setelah IAEA melakukan voting pada bulan September lalu yang hasilnya, sebagian besar anggota IAEA setuju lembaga internasional yang berbasis di Wina itu melakukan peninjauan ke fasilitas-fasilitas nuklir Israel sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan zona bebas senjata nuklir di kawasan Timur Tengah.

Israel sudah menyatakan penolakannya atas rencana itu. Rezim Zionis menegaskan tidak bersedia bekerja sama dengan Direktur IAEA Yukiya Amano atas dasar alasan "hukum dan politik.". Menteri Luar Negeri Israel, Avigdor Lieberman dalam suratnya tanggal 26 Juli lalu menyatakan bahwa IAEA "tidak dibenarkan" menyelidiki aktivitas pengembangan nuklir Israel.

Dalam kunjungannya ke Israel, Amano sudah meminta Israel untuk ikut menandatangani Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir. Tapi himbauan itu dianggap angin lalu oleh Israel dan tetap menolak membuka akses fasilitas nuklirnya di Dimona bagi tim penyelidik IAEA. Israel berdalih fasilitas nuklir Dimona merupakan fasilitas penelitian.

Selama ini, Israel hanya membolehkan tim inspeksi PBB melakukan pemeriksaan rutin di Pusat Riset Nuklir Israel di Soreq. PBB melakukan pemeriksaan rutin ke fasilitas nuklir negara anggotanya untuk mencegah negara bersangkutan memanfaatkan program nuklirnya untuk membuat persenjataan.

Tim penyelidik PBB yang ditugasi memeriksa kegiatan pengembangan nuklir Israel mengakui tidak punya informasi yang memadai untuk menilai sejauh mana Israel telah memanfaatkan program nuklirnya, meski dunia internasional meyakini bahwa Israel telah melakukan pelanggaran dengan membuat senjata-senjata berkepala nuklir.

Organisasi Studi Kebijakan yang berbasis di Washington, Carnegie Endowment for International Peace dalam laporannya menyebutkan bahwa Israel sudah memiliki senjata nuklir dalam jumlah cukup besar antara 100 sampai 170 senjata berkepala nuklir. Namun sepak terjang Israel membuat senjata nuklir seolah tak bisa tersentuh aturan internasional karena negara-negara besar melindungi program senjata nuklir rezim Zionis itu.

Dari dokumen IAEA diketahui bahwa negara kuat seperti Kanada, Inggris dan AS menentang upaya IAEA melakukan pemeriksaan terhadap program nuklir Israel. Negara-negara sekutu Zionis itu beralasan bahwa penyelidikan bisa menimbulkan resiko bagi IAEA menjadi "medan pertempuran" antara negara-negara anggota. Sementara negara-negara yang setuju IAEA memeriksa program nuklir Israel antara lain Cina, Arab Saudi, Afrika Selatan dan Turki.

IAEA akan membahas kembali perbedaan pendapat ini dalam konferensi tahunannya yang akan digelar di Wina, Austria pada 20 September mendatang. (ln/ICH)