Pernyataan Bersama Ormas Islam

Maraknya teror bom di negeri ini, mencutkan kembali nama NII KW9 (Komandemen Wilayah 9). Ditengarai NII KW9 pimpinan Abu Toto yang dikenal dengan PanjiGumilang, Pimpinan Pondok Pesantren Al-Zaytun, berada di balik aksi terortersebut. Tentunya ini sangat merugikan Islam dan umat Islam.

Sehubungan dengan perbuatan kriminal yang dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan Negara Islam Indonesia (NII) baik yang berupa tindak kekerasan, penipuan, pencucian otak dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merugikan dan meresahkan masyarakat terutama umat Islam, Jum’at siang (29/4) para tokoh/pimpinan Ormas dan Lembaga Islam tingkat pusat bertemu dan membahas sikap yang perlu diambil terkait kasus NII ini.

Pertemuan yang berlangsung di PP Muhammadiyah ini berjalan cukup alot untuk membuat pernyataan bersama. Hadir dalam silaturahim Ormas/Lembaga Islam tingkat Pusat ini Din Syamsuddin (Ketua Umum Muhammadiyah), Syuhada Bahri (Ketua Umum Dewan Dakwah Islam Indonesia), Ahmad Sadek Karim (Ketua Umum Mathlaul Anwar), Irfan Safrudin (Sekretaris Umum Persis), Hisyam Thalib (PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah), HM. Soerasa (HSBI), Manimbang K (KAHMI), Rahmat Kardi (PP-GPI), M. Ridha (PB-PII), Ummu Kalsum (Presidium BMOIWI), Djauhari Syamsuddin (PP Syarikat Islam) serta Nazli Adlani (Ketua Umum Al-Itthadiyah).

Setelah hampir satu jam berembug akhirnya forum silaturahim itu mengeluarkan pernyataan bersama yang dibacakan oleh Irfan Syafrudin dari Persis. Isi pernyataan bersama itu adalah:

  1. Sangat prihatin dengan berbagai perbuatan kriminal yang dilakukan oleh oknum NII. Kami sangat bersimpati terhadap masyarakat yang menjadi korban tindakan kriminal oknum NII baik yang berupa kerugian harta benda maupun yang kehilangan anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Tindakan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang menekankan sikap *amanah, jujur, bertanggung jawab, mematuhi hukum yang* *berlaku *sebagai muamalah sosial dan *menghormati orang tua* sebagai akhlaq al karimah.
  2. Gerakan NII yang bertujuan untuk mendirikan Negara Islam Indonesia merupakan tindakan makar terhadap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
  3. Gerakan NII adalah gerakan yang dikembangkan oleh sekelompok orang yang tidak memiliki dasar keagamaan Islam yang kuat dan tidak mendapatkan dukungan dari mayoritas umat Islam. Karena itu, jika aparat keamanan dan pemerintah menangani dengan sungguh-sungguh seharusnya masalah gerakan NII sudah tuntas dan tinggal sejarah. Eksitensi NII tidak terlepas dari sikap pemerintah dan aparat keamanan yang cenderung melakukan ‘pembiaran’, ‘pengabaian’ dan ‘pemeliharaan’ terhadap gerakan NII.
  4. Meningkatnya gerakan NII tidak terlepas dari usaha-usaha politik pihak tertentu yang secara sistematis memelihara dan mendukung eksistensinya demi kepentingan politik kekuasaan. Politisasi gerakan NII telah mendiskreditkan dan merusak citra politik umat Islam sebagai bagian terbesar dari bangsa Indonesia.
  5. Gerakan NII telah menimbulkan keresahan di masyarakat, khususnya orang tua, dan potensial memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Karena itu kami mendesak kepada pemerintah untuk menangani gerakan NII secara tegas dan bersungguh-sungguh sesuai dengan hukum yang berlaku, terhadap pelaku dan penggerak, serta segala institusi dan figur yang diduga keras mendukung gerakan NII dan mengingatkan Pemerintah tanpa melupakan isu-isu penting kebangsaan seperti pemberantasan korupsi, pengentasan kemiskinan dan sebagainya.
  6. Dalam rangka menanggulangi bahaya laten gerakan NII, ormas-ormas Islam siap bekerjasama dengan pemerintah dan Aparat Keamanan demi terciptanya tatanan kehidupan sosial yang damai, keutuhan NKRI dan persatuan serta kesatuan bangsa.
  7. Kami menghimbau kepada umat Islam agar lebih meningkatkan pemahaman Islam yang komperehensif dan pengalamannya melalui usaha-usaha yang lebih serius dan benar dalam memajukan pendidikan dan dakwah Islam. Umat Islam hendaknya tidak terpengaruh oleh usaha-usaha memecah belah persatuan melalui perdebatan-perdebatan publik yang menonjolkan perbedaan sikap dan pandangan di kalangan tokoh-tokoh ormas/lembaga Islam.(mzs)