Muslim Moro: Dari Satu Penjajah Ke Penjajah Lainnya

Penjajahan terus berlaku. Salah satu bangsa yang masih terjajah saat ini adalah bangsa Moro. Bukan kebetulan, bangsa Moro adalah Muslim. Mereka menghadapi opresi penguasa Filipina sepanjang waktu ke waktu.

Islam dan Moro sudah terjalin sejak ribuan tahun lamanya. Seorang tabib dan ulama Arab bernama Karimul Makhdum dan Raja Baguinda datang ke Filipina Selatan, tepatnya kepulauan Sulu dan Mindanao pada tahun 1380. Mereka berdua mengenalkan penduduk sekitar pada ajaran Islam.

Ajaran Islam yang simpatik menarik banyak kalangan. Salah satunya adalah Kabungsuwan Manguindanao, raja terkenal dari Manguindanao, yang akhirnya memeluk Islam. Dari sinilah awal peradaban Islam di wilayah ini dimulai. Pada masa itu, sudah dikenal sistem pemerintahan dan kodifikasi hukum yaitu Manguindanao Code of Law atau Luwaran yang didasarkan atas Minhaj dan Fathu-i-Qareeb, Taqreebu-i-Intifa dan Mir-atu-Thullab.

Manguindanao sendiri kemudian menjadi seorang Datu yang berkuasa atas propinsi Davao di bagian tenggara pulau Mindanao. Karena kekuasaan Datu, Islam menyebar ke berbagai daerah sekitarnya, terutama daerah kepulauan dan pantai. Sepanjang garis pantai kepulauan Filipina semuanya berada dibawah kekuasaan pemimpin-pemimpin Islam yang bergelar Datu atau Raja bahkan setelah kedatangan orang-orang Spanyol. Konon menurut para ahli sejarah kata Manila (ibukota Filipina sekarang) berasal dari kata Amanullah (negeri Allah yang aman).

Penjajahan Spanyol

Pada tahun 1521, Spanyol dengan dipimpin Ferdinand de Magelllans datang ke Filipina dan langsung membuat onar. Ia menaklukkan seantero negeri namun hanya wilayah selatan yang tak bisa mereka kuasai. Berbeda dengan wilayah-wilayah lainnya, penduduk wilayah selatan yang mayoritas Muslim tidak sudi hidup dalam penjajahan. Spanyol menghabiskan 375 tahun untuk menaklukan kaum Muslimin.

Setelah Spanyol berkuasa, mereka lah yang menerapkan imej buruk terhadap kaum Muslim Filipina. Spanyol menyebut kaum Muslimin dengan sebutan “Moor.” Dalam bahasa Spanyol, Moor berarti buta huruf, jahat, tidak bertuhan dan huramentados (tukang bunuh). Disesuaikan dengan muatan local Filipina, Moor kemudian diganti menjadi Moro. Inilah cikal-bakal penyebutan Muslim Moro dan terus melekat sampai sekarang.

Spanyol tidak hanya menjajah, tapi juga membawa misi Kristen di bumi Islam tersebut. Pada 1578, negeri Matador ini mengadu domba rakyat Filipina untuk memereangi orang-orang Islam di selatan. Spanyol melabelinya dengan nama perang suci, hingga dari sinilah kemudian timbul kebencian dan rasa curiga orang-orang Kristen Filipina terhadap Bangsa Moro yang Islam hingga sekarang. Sejarah mencatat, orang Islam pertama yang masuk Kristen akibat politik yang dijalankan kolonial Spanyol ini adalah istri Raja Humabon dari pulau Cebu, kemudian Raja Humabon sendiri dan rakyatnya.

Penjajahan Amerika Serikat

Spanyol berakhir, datanglah AS. Spanyol, dengan tanpa rasa malu seolah-olah Mindanao dan Sulu kepunyaan mereka, menjual Filipina kepada AS. Harganya? Konon mencapai US$ 20 juta, harga yang sangat banyak pada tahun 1898. Penjualan ini diurus dalam Traktat Paris.

S sadar bahwa orang Islam Filipina telah terlanjur benci terhadap penjajah. Maka mereka pun bersiasat dengan berpura-pura mengambil hati orang-orang Islam agar tidak memberontak. periode 1903-1913 dihabiskan AS untuk memerangi berbagai kelompok perlawanan Bangsa Moro. Strategi AS tidak hanya berjalan secara fisik dalam peperangan. Mereka melancarkan yang lebih dahysat efeknya bagi Muslim Moro, yaitu dengan pendidikan dan ajakan.

Hasilnya, kesatuan politik dan perlawanan kaum Muslim tidak terkendali, dan yang paling ironis, budaya Islam yang sedikit demi sedikit semakin hilang dari masyarakat Muslim Moro.

Masa Peralihan

AS mengganti semua sistem yang dipakai bangsa Muslim Moro. Pada intinya ketentuan tentang hukum AS merupakan legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum Muslimin (tanah adat dan ulayat) oleh pemerintah kolonial AS dan pemerintah Filipina di Utara yang menguntungkan para kapitalis.

Manuel L. Quezon, seorang senator, (1936-1944) berusaha memperbanyak jumlah bangsa Filipina non-Muslim. Konsep penjajahan AS melalui koloni diteruskan oleh pemerintah Filipina begitu AS hengkang dari negeri tersebut. Sehingga perlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas di tanah kelahiran mereka sendiri.

Masa Pasca Kemerdekaan hingga sekarang

Filipina merdeka tahun 1946. Tapi nasib bangsa Moro tidak pernah berubah sampai sekarang. Filipina menjelma menjadi penjajah yang lainnya, bahkan sama kejamnya. Dalam masa kemerdekaan Filipina, Muslim Moro sadar bahwa perjuangannya harus bersatu, tidak boleh bercerai-berai. Kemudian dibentuklah MIM, Anshar-el-Islam, MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF.

Namun kekurangannya, pada saat yang sama juga hal itu memecah kekuatan Bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka sendiri secara keseluruhan. Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos maka masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bagi Bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik Marcos.

Perkembangan berikutnya kita semua tahu. MLF sebagai induk perjuangan Bangsa Moro akhirnya terpecah. Pertama, Moro National Liberation Front (MNLF) pimpinan Nurulhaj Misuari yang berideologikan nasionalis-sekuler. Kedua, Moro Islamic Liberation Front (MILF) pimpinan Salamat Hashim, seorang ulama pejuang, yang murni berideologikan Islam dan bercita-cita mendirikan negara Islam di Filipina Selatan.

Namun dalam perjalanannya, ternyata MNLF pimpinan Nur Misuari mengalami perpecahan kembali menjadi kelompok MNLF-Reformis pimpinan Dimas Pundato (1981) dan kelompok Abu Sayyaf pimpinan Abdurrazak Janjalani (1993). Tentu saja perpecahan ini lagi-lagi memperlemah perjuangan Bangsa Moro secara keseluruhan dan memperkuat posisi pemerintah Filipina dalam menghadapi Bangsa Moro.

Setiap waktu, Muslim Moro menghadapi terror yang terus memakan korban jiwa. Bagi mereka maut senantiasa mengintai. Akankah penderitaan Muslim Moro berakhir? (sa/berbagaisumber)