Pemilu Mesir: Saatnya Menguji Politik Ikhwan (2)

Essam al-Arian, seorang anggota kabinet Ikhwan dan juru bicara tidak resminya, adalah seseorang yang sebenarnya saat ini banyak dibicarakan. Pada suatu malam, baru-baru ini di Kairo, ia menghubungi beberapa dari telepon genggamnya, tampil di jaringan televisi Mesir untuk menyatakan pendapat Ikhwan dalam pemilu.

Bahkan dengan banyaknya prediksi bahwa Ikhwan hanya akan memenangkan 20 atau 30 kursi karena dilibas oleh Partai Wafd yang liberal namun ramah, Arian mengatakan Ikhwan siap untuk maju.

"Sudah jelas untuk semuanya bahwa kami akan berpartisipasi politik," katanya kepada Al Jazeera. "Beberapa orang ingin kami keluar dari parlemen, tapi kami terus berjuang melawan setiap upaya yang ingin mengenyahkan kami dari panggung politik."

Ikhwan, katanya, puas dengan kinerjanya di parlemen selama lima tahun terakhir, meskipun NDP terasa betul mencekik semua hal yang dianggap merintangi mereka di pemerintahan.

Pada tahun 2005, ketika pemerintahan Bush menekan Mubarak untuk menyelenggarakan pemilihan yang bebas dan adil, Ikhwan terjun ke parlemen, memenangkan hampir 20 persen dari 444 kursi—dengan 10 perwakilannya yang langsung dipilih oleh Mubarak. Ke-88 politisi Ikhwan sendiri kemudian tampil sebagai independen, karena partai politik keagamaan dilarang di Mesir, tetapi afiliasi yang sebenarnya, dan poster kampanye mereka selalu menampilkan slogan Ikhwan yang terkenal itu: "Islam adalah solusi."
Sebagian memang mengatakan bahwa Ikhwan berada di sepanjang garis reformis di parlemen.

Tahun 2006, Samer Shehata dan Yosua Stacher melakukan pengamatan akan kehidupan politik Ikhwan dan mencatat beberapa prestasi: memobilisasi politisi untuk menentang perpanjangan undang-undang darurat di tempat sejak pembunuhan Sadat Anwar dan berkomitmen untuk mempublikasikan nama-nama mereka yang memilih; memprotes dan menyerukan mosi tidak percaya terhadap Mahmoud Abu al-Layl, menteri kehakiman yang disinyali banyak melakukan kecurangan dalam pemungutan suara 2005, dan meningkatkan kesadaran rakyat tentang dan mengkritik respon pemerintah akan bahaya virus "flu burung" H5N1. Hasilnya? Bisa ditebak, meskipun, upaya perubahan Ikhwan hanya seperti bangunan pasir di tepi pantai; Ikhwan dibatasi dengan hebat oleh otoritas Mesir.

"Tentu saja kita sekarang kurang bebas, kurang demokrasi, kita sekarang menderita banyak pembatasan pada media," kata Arian. "Rezim ini lebih tua, lebih kaku, lebih diktator. Semua ini berubah ke belakang, bukan ke depan."

Sejak pemilu, Ikhwan dilaporkan mengalami keretakan ke bawah. Menurut Ikhwan, sekira 600 anggotanya ditahan sejak Oktober. Sementara pemerintah Mesir terus memantau keuangan Ikhwan. Pada tahun 2007, Khairat al-Shater dan Hassan Malik, dua anggota Ikhwan dilaporkan memainkan peran utama dalam pendanaan, namun kemudian diadili dan dihukum dengan tuduhan pencucian uang dan terorisme di pengadilan militer bersama dengan 25 anggota lainnya.

Menurut Carnegie Endowment for International Peace, Ikhwan hanya akan mengirim 107 calonnya untuk pemilihan mendatang, walapun parlemen meningkatkan kursinya menjadi 508 dengan penambahan 64 kursi untuk perempuan. Ikhwan awalnya mengajukan 135 kandidat, hasil seleksi dari 160 orang yang dinominasikan pada tahun 2005, tetapi pejabat pemerintah mediskualifikasi 28 orang.

Beberapa pengamat luar berspekulasi bahwa hasil pemilihan raya Ikhwan internal tahun lalu mengisyaratkan pergeseran kekuasaan dari "moderat" seperti Arian, menjadi kembali "konservatif", termasuk pemimpin saat ini Mohammed Badie, yang dilaporkan ingin lebih menekankan area kerja Ikhwan yang tradisional: kerja sosial dan dakwah.

Marc Lynch, seorang profesor di George Washington University dan pengamat Mesir, menulis di website Kebijakan Luar Negeri AS setelah pemilihan internal Ikhwan bahwa "adanya kemungkinan penarikan baik dari keterlibatan politik ataupun adanya kemungkinan beberapa perpecahan internal yang serius."

Tapi Arian mengklaim bahwa analisis itu sangat mentah dan dangkal. Ikhwan tetap pada komitmennya untuk menggunakan arena politik dmempromosikan solusi Islam sebagai untuk Mesir, katanya. "Itu tugas kami sekarang, untuk membuat jembatan antara masalah sosial dan ekonomi dan reformasi politik," bantahnya. "Untuk menjelaskan masalah tersebut kepada rakyat dan untuk membuat jembatan dalam pikiran mereka antara kemiskinan, pengangguran, krisis konstitusional dan situasi politik."

(sa/aljazeera)

BERSAMBUNG