Forum Intelektual Muslim: Tolak Liberalisasi Migas

Hizbut Tahrir Indonesia DPD 2 Kabupaten Bogor kembali mengadakan Forum Intelektual Muslim (FIM) ke-3 dengan tema “Liberalisasi Migas” di Ruangan Papandayan Hotel Pangrango 2, Ahad 3/04/2011. acara dimulai, tepat Pkl. 09.00 WIB peserta yang terdiri dari tokoh intelektual hingga cendekiawan sangat antusias mengikuti acara ini karena disuguhi pemutaran multimedia sekaligus film kiprah perjuangan HTI memperjuangkan syariah dan khilafah dan film liberalisasi migas.

Di session selanjutnya peserta juga tampak antusias ketika mendengarkan pemaparan masing-masing dari narasumber. pembicara pertama Ust Mochamad Nashrullah SE, M.Si (Pusat Pengembangan Energi Nuklir-BATAN) menguraikan alasan mengapa pembatasan BBM bersubsidi harus ditolak yakni diantaranya karena pembatasan subsidi BBM ini merupakan jalan tol menuju liberalisasi migas dan akan menguntungkan SPBU asing, selain itu jika pembatasan BBM bersubsidi ini terjadi, dampaknya akan sangat memberatkan masyarakat kecil. Pasalnya, memberikan subsidi bagi rakyat sebenarnya merupakan kewajiban negara dalam menjalankan fungsinya. Selain itu, jika dicermati dalam APBN yang memberatkan adalah cicilan bunga hutang kepada asing bukan subsidi BBM. Subsidi adalah hak rakyat yang memang semestinya dianggarkan, utang membebani BBM bukan subsidi. Tegasnya.

Selain itu, Indonesia memiliki cadangan migas yang sangat besar. Cadangan minyak bumi sebesar 4,4 miliar barel dan cadangan gas sebesar lebih dari 300 triliun kaki kubik. Karena itu BBM akan memberi banyak manfaat buat rakyat jika dikelola secara professional dan sesuai syariah. Ujarnya.

Lalu rusaknya pengelolaan migas yang liberal di negeri ini berpangkal dari sistem ekonomi kapitalisme yang menjadi pijakan pemerintah. Dalam sistem tersebut kebebabasan memiliki dan kebebasan berusaha dijamin oleh negara melalui undang-undang. Peran negara diminimalkan dalam kegiatan ekonomi dan hanya diposisikan sebagi regulator. Dengan demikian peluang swasta khususnya asing akan semakin besar dalam menguasai perekonomian negeri ini. Menurutnya, cara untuk membebaskan rakyat dari sistem Kapitalisme yang terbukti menyengsarakan ini adalah dengan menerapkan sistem Khilafah Islamiyyah, sebuah sistem yang bersumber dari Aqidah Islam dan mengatur seluruh urusan masyarakat dengan syariat Islam termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam. Tegasnya.

lalu pembicara kedua, Dr. Ir. Kusman Sadik (Lajnah Mashlahiyah DPP HTI) mengatakan bahwa persoalan Liberalisasi migas adalah bagian dari persoalan masalah ekonomi yang menimpa Indonesia, karena itu seruan perubahan tidak hanya bersifat lokal tetapi global. HTI memberikan kerangka pemikiran mengenai perubahan untuk kehidupan yang lebih baik karena perubahan merupakan sunatullah. Menurutnya objek perubahan terdiri dari individu, masyarakat, lokal/negara, dunia/umat sedangkan subjek perubahan terdiri dari individu, jamaah, negara. Tegasnya.

Pelajaran dari kasus Tunisia, Mesir, Libiya dan sebagainya menunjukkan bahwa Optimisme perubahan masyarakat dunia tidak (sepenuhnya) apatis. Rakyat semakin berani dan kritis menentang ketidakadilan, maka disinilah relevansi seruan penerapan syariah dan khilafah. Beliau memaparkan bahwa syarat perubahan perlu adanya opini umum yang muncul dari kesadaran umum yakni masyarakat paham rezim dan sistem yang rusak, paham sistem pengganti dengan solusi dan berjuang bersama mewujudkan sistem pengganti tersebut (Islam) kemudian perlu adanya dukungan ahl quwah yakni dukungan dari kalangan militer, polisi, tokoh, intelektual, profesional, dll yang Ikhlas tanpa motif tertentu.

Karena itu, melihat fenomena ini, tidak ada jalan lain bagi kita kecuali menolak liberalisasi migas dan sejahterakan Indonesia dengan Khilafah untuk kehidupan yang leih baik. (Andi Perdana)