Tanggapan MIUMI Aceh Mengenai Dosen UIN Ar-Raniry Pembawa Mahasiswa ke Gereja

raniryBismillahirrahmaanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Sehubungan dengan kasus Rosnida Sari, dosen mata kuliah studi gender dalam Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Ar-Raniry, sekaligus alumni universitas Flinders Australia, yang membawa mahasiswanya ke gereja di Banda Aceh seperti yang ditulis oleh yang bersangkutan di situs australiaplus (Senin, 5/1/2015) yang berjudul “Belajar di Australia, Dosen IAIN Ajak Mahasiswa ke Gereja di Banda Aceh” dan diberitakan Serambi Indonesia (Rabu, 7/1/2015) yang berjudul “UIN Jatuhi Sanksi pada Dosen Pembawa Mahasiswi ke Gereja”, maka Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Aceh menyatakan sikap dan tanggapan – sebagai wujud kepedulian MIUMI terhadap persoalan Islam dan umat Islam- sebagai berikut:

Pertama: Menyesalkan dan mengecam keras tindakan Rosnida Sari tersebut. Perbuatan ini tidak bisa ditolerir dan diterima dengan alasan apapun. Tindakannya ini merupakan upaya pemurtadan secara terselubung. Sama seperti cara kerja misionaris yang berusaha memurtadkan orang Islam.

Kedua: Tindakan Rosnida Sari ini telah menyakiti perasaan umat Islam, khususnya umat Islam di Aceh dan keluarga korban (mahasiswa). Begitu pula telah mencoreng dan mencemarkan nama baik Aceh sebagai negeri syariat Islam dan UIN Ar-Raniry secara khusus.

Ketiga: Perbuatan Rosnida Sari ini melanggar syariat Islam dan hukum di Indonesia, karena telah menggiring mahasiswa yang beragama Islam untuk hadir ke gereja untuk mengikuti pelajaran kuliah ajaran Kristen. Terlebih lagi Rosnida sendiri mengaku dirinya seorang muslim. Tindakan ini jauh dari nilai-nilai Islam dan local wisdom keacehan.

Keempat: Meminta kepada rektor UIN Ar-Raniry untuk memberi sanksi yang tegas berupa pemecatan/pemberhentian secara tidak hormat sebagai dosen UIN Ar-Raniry. Karena tindakannya ini telah melanggar etika dan aturan sebagai dosen. Selain itu juga telah mencemarkan nama baik UIN Ar-Raniry dan umat Islam di Indonesia khususnya di Aceh. Maka patut diproses hukum dan diberi sanksi yang tegas, agar kasus ini tidak terulang dan menjadi pembelajaran bagi yang lain.

Kelima: Meminta kepada rektor UIN Ar-Raniry untuk tidak mengizinkan dosennya belajar ilmu-ilmu keislaman (ilmu-ilmu syar’i) di negara-negara non muslim seperti Australia, Cina, korea dan negara-negara Barat. Mengingat negara-negara non muslim tersebut bukan tempat belajar ilmu-ilmu keislaman (ilmu-ilmu syar’i).

Keenam, Meminta kepada rektor UIN Ar-Raniry untuk memantau dan membendung pemikiran/paham Sekulerisme, Pluralisme dan Liberalisme (SEPILIS) yang diajarkan oleh sebahagian dosen UIN. Mengingat paham sesat tersebut merupakan produk negara-negara non muslim seperti Australia dan negara-negara barat. Melalui paham pluralisme dan liberalisme inilah, maka paham sesat lainnya pun mudah berkembang seperti syi’ah, ahmadiah, millata Abraham/gafatar dan lainnya.

Ketujuh, Meminta kepada pihak pemerintah Aceh dan pemko Banda Aceh untuk memproses hukum dan memberi sanksi kepada Rosnida sari sebagai warga Aceh dan Banda Aceh, agar kasus ini tidak terulang dan menjadi pembelajaran bagi yang lain.

Kedelapan: Meminta kepada Pemerintah Aceh untuk tidak mengirimkan putra-putri Aceh untuk belajar agama ke negara-negara non muslim seperti Australia, Cina, korea, Amerika, Inggris, Belanda, dan lainnya. Belajar agama itu seharusnya ke negara Arab yang merupakan negara Islam, di mana tempat Islam bermula dan para ulama berdomisili serta tradisi keilmuan keislaman terjaga.

Demikian sikap dan tanggapan MIUMI Aceh terhadap kasus ini. Semoga Allah Swt selalu memberi petunjuk kepada kita dan menjaga kita dari kesesatan.

Billahi taufiq wal hidayah

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

 

Banda Aceh, 8 Januari 2014

Tertanda,

Ketua MIUMI Aceh

Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA