CIA di Balik Perang Pakistan (2)

Biaya si Reaper hanya $ 10 juta – bandingkan misalnya dengan Raptor F-22 yang biayanya hampir mencapai $ 350 juta. Biaya yang relatif rendah ini terutama disebabkan oleh fakta bahwa pesawat siluman tidak memiliki seorang pilot pun. "Jika kami mengirim F-16 ke FATA—pilot Amerika di wilayah udara Pakistan—mereka mungkin akan merasa sangat berbeda," kata James Currie, seorang sejarawan militer di National Defense University di AS.

Dengan cara melihat video rekaman dari rumah-rumah, kendaraan dan orang-orang, para analis cukup hanya melihat layar di Nevada dan mereka bisa mendeteksi "pola hidup," atau ketepatan waktu sebuah gerakan dan pertemuan di daerah tertentu. Tapi tetap saja pesawat siluman ini ada begonya juga. Untuk itu, di sinilah diperlukan peran seorang pengkhianat dari penduduk setempat. Laporan dari Waziristan menyatakan jika CIA memiliki akses jaringan mata-mata. Seorang mata-mata atau lebih kemudian memberitahukan kepada CIA lewat drop microchip (dikenal sebagai Patrai dalam bahasa loka) di dekat target; yang dapat menunjukkan si lebah mendengung menemukan para pejuang dan merudalnya dengan presisi yang tepat.

Namun, si pesawat siluman itu sebenarnya jauh dari sempurna. Mereka hanya bisa melacak wilayah kecil dari satu waktu, dan itu akan mengahbiskan ribuan pesawat untuk menutup setiap sudut dan celah dari perbatasan Pakistan yang panjang. Beberapa kecelakaan telah dilaporkan. Kamera termal terkenal sempurna.

Bahkan di bawah kondisi ideal, gambar bisa saja berbah buram. Dengung yang dihasilkan stealth (nama lain pesawat siluman) ternyata kesulitan dalam mendeteksi apakah sekelompok pria sedang shalat atau laki-laki pembentukan militan dalam pertempuran. "Masalah mendasar dengan semua pengintaian udara adalah bahwa hal itu sejalan dengan kesalahan," kata George Friedman, yang mengepalai perusahaan keamanan Stratfor. "Tapi di tempat seperti Pakistan, kesalahan memiliki konsekuensi politik yang sangat besar."

Biaya Politik

Tak ada gading yang tak retak. Yang paling buruk dan tak bisa dihindarkan dari setiap kali penyerangan pesawat siluman ini adalah setiap kali Amerika Serikat menggunakan pesawat ini, maka Pakistan selalu jatuh pada titik kehancuran.

"Jika kita angin membunuh musuh dan, pada saat yang sama, Pakistan juga hancur-lebur, itu bukan sebuah kemenangan bagi kami," kata David Kilcullen, seorang ahli kontraterorisme yang memainkan peran penting dalam pengembangan strategi gelombang Irak. "Mungkin biaya politik serangan ini melebihi keuntungan taktis."

Walaupun mantan Presiden Pervez Musharraf merestui si lebah dengung beroperasi, namun ia meletakkan batas-batas dan kerusakan seperti apa yang “boleh” dilakukan. Setelah Musharraf mengundurkan diri musim panas lalu, belenggu itu lepas. AS diam-diam tawar-menawar dengan pemerintahan baru di Islamabad: Zardari dan Kayani adem-ayem ketika si dengung membunuh ratusan warga sipil. Bahkan keblingernya Zardari, Mengunjungi Washington bulan lalu, Zardari meminta Obama untuk membiarkan Islamabad memiliki kontrol langsung terhadap pesawat siluman itu.

Toh semua itu, sudah meluluhlantakkan semua kepercayaan masyarakat Pakistan, baik bagi AS ataupun terhadap pemerintahannya sendiri. Kartun dan graffiti anti AS- dan Anti Zardari beredar di seluruh kota, dan gambar-gambar si dengung mencemooh AS yang impoten dan pengecut.

Ttuduhan pengecut dialamatkan terutama di daerah-daerah suku, di mana keberanian dianggap sebagai sesuatu yang penting dalam persekutuan. Kilcullen memperingatkan bahwa jika AS akhirnya berharap untuk menang, seperti yang terjadi dengan pemberontak Irak, maka "kita tidak bisa dilihat sebagai orang yang berjuang dari jauh, yang bahkan tidak berani untuk menempatkan pilot di pesawat kami . Pesawat siluman hanya akan menyatukan kelompok-kelompok pejuang militan yang anti terhadap AS dan pemerintah Zardari.”

Maulvi Nazir, panglima perang nonaggresi Waziristan menandatangani perjanjian dengan militer Pakistan pada 2007 dan dikirim sebagai pejuang untuk berperang melawan Mehsud. Tapi karena ia terus-terusan berada di lapangan, ia menjadi sasaran serangan predator. Ia pun murka, dan dan akhirnya malah bergabung dengan sebuah front persatuan melawan AS, Zardari dan Presiden Afganistan Hamid Karzai.

Dengung dari machay (lebah merah) mungkin akan terdengar lebih keras di Pakistan langit musim panas ini. Kedatangan lebih banyak tentara AS di Afghanistan akan membuktikannya.Namun, ketika politik itu meminta biaya yang sangat tinggi, maka kebencian sudah membumbung meluap dalam diri rakyat. (sa/time)