Relawan Suriah : “Dokter disebut bagian dari Teroris di Suriah”

Telah dua tahun berlangsung konflik kekerasan di Suriah yang menyebabkan rakyat Suriah mengalami bencana kemanusiaan dengan perkiraan korban tewas mencapai 70.000 jiwa menurut PBB.

Meskipun berulang kali permohonan izin dari MSF telah dilayangkan ke pemerinta Suriah, Namun Doctors Without Borders (Médecins Sans Frontières) belum diberikan izin oleh pemerintah Suriah di Damaskus untuk bekerja di negara ini. Tapi organisasi ini telah mampu membuka tiga rumah sakit di daerah oposisi bagian utara Suriah, di mana bantuan masih jauh dari yang dibutuhkan.

Pelayanan Kesehatan dalam Bahaya

Dari Tekanan Menuju ke Kehancuran total

 

Semenjak dimulainya protes anti pemerintah pecah di Suriah pada Maret 2011, negara telah berputar ke perang berkepanjangan antara tentara pemerintah dan berbagai kelompok oposisi. Seperti yang sering terjadi, namun apapun alasannya konsekuensi termahal adalah jatuhnya korban dari rakyat sipil.

 

Sekarang, konflik terus semakin meluas, tidak menunjukkan tanda-tanda mereda, dan menyebabkan tidak berjalannya pelayanan kesehatan di negara itu. Petugas kesehatan dan fasilitas medis masih menerima ancaman, struktur medis menjadi target untuk diserang dan dihancurkan (oleh pihak tentara pemerintah penj.). Laporan ini dirancang untuk merefleksikan upaya penyediaan perawatan medis dalam kehancuran dua tahun terjadinya perang  di Suriah.

 

Orang Terluka Ditangkap, Dokter Diburu 

 

Arab Spring di Timur Tengah datang seperti bunga mekar yang utuh, Suriah mengalami protes besar-besaran pertama pada tanggal 15 Maret 2011, di kota Damaskus. Setelah beberapa pekan berlalu, jumlah pengunjuk rasa bertambah besar, tetapi para pengunjuk rasa dalam waktu yang singkat langsung dihadapkan oleh serangan militer ketika pasukan keamanan berusaha menumpas pemberontakan yang damai itu. Awalnya diperkirakan para demonstran bisa mendapatkan pertolongan medis yang tentu sangat mereka butuhkan di Rumah Sakit pemerintah maupun swasta sebagai institusi kesehatan  yang memiliki sarana keahlian, teknis dan sumber daya yang diperlukan untuk mengobati trauma.

 

Sistem pelayanan medis di Suriah pernah difungsikan dengan standar yang cukup baik. Namun sesaat setelah itu institusi tersebut berubah menjadi bagian dari intrumen untuk menekan.

 

Dalam catatan dari dokter dan pasien mengungkapkan bahwa rumah sakit sedang diperketat oleh pasukan keamanan untuk kemudian berubah fungsi menjadi tempat untuk menyiksa orang-orang  yang ditangkap di dalamnya. Dokter-dokter beresiko dapat dicap “musuh-musuh rezim” jika mengobati yang terluka dari kalangan demonstran, bahkan dokter-dokter dapat mengalami penahanan, penyiksaan, atau bahkan kematian. Orang-orang terluka di protes karena berhenti pergi ke rumah sakit umum atau menolak perawatan disebabkan ketakutan terhadap penyiksaan, penangkapan, padahal pada dasarnya para demostran sedang dipaksa untuk mempercayakan kesehatan mereka kepada jaringan klandestin tenaga medis.

 

Di Dar’a, Homs, Hama, dan Damaskus, perawatan medis masih diberikan. Rumah sakit darurat yang didirikan di dalam rumah dekat lokasi demonstrasi. Pusat-pusat kesehatan mengobati yang terluka akan memberikan diagnosa resmi namun disamarkan untuk menyembunyikan fakta bahwa mereka mengobati orang terluka dalam demonstrasi. Perhatian utama bagi dokter yang bekerja di jaringan bawah tanah adalah keselamatan mereka.

Relawan medis MSF sedang memberikan pelayanan medis kepada pengungsi Suriah

Pelayanan Kesehatan  Underground

 

Setelah terjadi pertempuran dan kemudian meningkat menyebabkan meningkatnya jumlah fasilitas medis yang diperlukan. Pada bulan Juli 2011, tentara Suriah mengerahkan tank di kota Homs, pada bulan Februari 2012, kota ini selalu diserang oleh penembak jitu dan serangan dari Angkatan Udara pemerintah. Upaya bantuan medis sembunyi-sembunyi terus berjalan, namun dengan tenaga medis yang bekerja untuk mengobati korban diantara hujan bom disekitar mereka. Pihak berwenang menolak untuk mengizinkan bantuan kemanusiaan internasional ke negara itu. Sebuah gencatan senjata untuk mengevakuasi yang terluka juga ditolak.

 

Sejumlah rumah sakit darurat yang menyediakan perawatan kesehatan dekat dengan zona konflik telah didirikan di gua-gua, rumah individu, peternakan, dan bahkan di bunker bawah tanah. Setelah pengobatan awal dan stabilisasi, pasien dipindahkan ke rumah sakit di lokasi yang lebih aman.

 

MSF mulai merespon konflik di Suriah dengan menyumbang obat-obatan dan perlengkapan medis untuk dokter yang secara sembunyi-sembunyi merawat mereka yang terluka dalam fasilitas rahasia pada Juni 2012, MSF mendirikan rumah sakit pertama di Suriah utara, di sepanjang rute evakuasi yang digunakan untuk mengangkut korban luka ke area aman. Dalam waktu enam hari, MSF mendirikan rumah sakit bedah rahasia di dalam sebuah rumah keluarga yang kosong. Beberapa bulan kemudian, pada bulan September 2012, MSF membuka lebih dari dua rumah sakit di  sekitar provinsi Aleppo dan Idlib dan daerah-daerah bagian utara Suriah yang dikuasai kelompok oposisi.

 

Meskipun permohonan izin berkali-kali diajukan untuk akses bantuan medis di daerah yang dikuasai pemerintah, namun MSF belum diberikan izin oleh pemerintah Sueiah. Sehingga MSF hanya dapat memberikan bantuan langsung dan menyebarkan tim bantuan medis di wilayah yang dikuasai oposisi sekaligus dapat melaporkan apa yang terjadi di wilayah tersebut per hari. Pemerintah Suriah khususnya Angkatan Udara-nya menargetkan pusat-pusat kesehatan untuk diserang. MSF mengamati situasi keamanan tim medis per hari untuk memastikan bahwa rumah sakit tetap menjadi ruang netral bebas dari unsur aksi militer.

 

Struktur Kesehatan Target Untuk Dihancur

 

Tekanan dan penondasan menjadi kebijakan pemerintah Suriah terhadap aksi demonstrasi yang dilakukan warganya, sampai akhirnya pihak oposisi mengangkat senjata dan mulai menguasai daerah-daerah tertentu sehingga memicu konflik ke wilayah-wilayah lain bahkan lebih brutal. Sekali lagi, sektor kesehatan menjadi sangat terganggu. Struktur medis ditargetkan dan dihancurkan, sementara petugas kesehatan diancam atau dibunuh. Menyediakan perawatan medis itu berubah menjadi dianggap sebagai tindakan perlawanan, kejahatan oleh pemerintah Suriah dan struktur medis menjadi sasaran militer.

 

Pada bulan Juli 2012, sebuah front baru dibuka di Aleppo. Ibukota ekonomi negara itu dilanda oleh pemboman udara dan pertempuran darat. Bangunan infrastruktur  fasilitas medis hancur, bank darah yang menyuplai rumah sakit  di wilayah tersebut adalah yang paling awal menjadi target pemboman.

 

Dar El Shifa, rumah sakit swasta terbesar di Aleppo, terletak di daerah yang dikuasai oposisi di timur kota. Ini menyediakan perawatan bagi korban kekerasan dihancurkan dengan bom selama serangan udara pada Agustus 2012. Meskipun ruang operasi hancur, bangsal darurat terus beroperasi dan melayani sekitar 200 orang korban per hari dan sebagiannya diberikan tindakan operasi, namun di akhir November dihancurkan oleh pengeboman oleh tentara pemerintah.

 

Bangsal darurat diam-diam dibentuk di lingkungan pemukiman warga untuk merawat korban terluka yang membutuhkan pengobatan. Untuk meminimalkan resiko, kegiatan medis didesentralisasi ke lokasi yang berbeda. Dua klinik swasta mengambil beban kasus Dar El Shifa itu, yang terluka dibawa dengan tandu oleh orang-orang berjalan kaki, kegiatan ini terus berjalan sampai salah satu dari dua klinik juga akhirnya dihancurkan dengan serangan bom.

 

Rumah sakit di Suriah sekarang sedang digunakan sebagai alat perlawanan dan menjadi bagian dari strategi militer dari pihak yang terlibat di dalam konflik. Di wilayah-wilayah yang telah dibebaskan oleh Tentara Pembebasan Suriah (Free Syrian Army) Rumah Sakit-Rumahg Sakit didirikan kembali. Akibatnya, rumah sakit ini beresiko menjadi target dan warga sipil jarang diterima.

 

Basis-basis militer tentara oposisi (Free Syrian Army)  dibdirikan dekat dengan beberapa rumah sakit darurat bahkan dalam beberapa kawasan basis militer berada di gedung yang sama dengan Rumah Sakit. Rumah sakit ini berada pada risiko serius yang terjebak di tengah pertempuran, atau bahkan langsung menjadi target serangan.

 

Menurut pihak berwenang Suriah, 57 persen dari rumah sakit umum di negeri ini telah rusak dan 36 persen tidak lagi berfungsi. itu belum termasuk jumlah total dimana Rumah Sakit yang didirikan oleh tentara oposisi yang telah dihancurkan dimasukan kedalamnya.

 

Rumah sakit dalam Bahaya

 

Dr K. adalah seorang dokter bedah (nama lengkapnya dirahasiakan) yang menyediakan perawatan bedah untuk korban luka di sebuah rumah sakit swasta dengan 30 tempat tidur di barat laut Suriah:

“Sebuah rudal mendarat sekitar 50 meter dari rumah sakit, jendela terhempas karena efek ledakannya. Tentara telah menargetkan rumah sakit. Ini adalah rumah sakit yang berfungsi hanya di kota ini, dan juga melayani 15 kota-kota lain dan desa-desa. Populasi 200.000 jiwa warga bergantung pada fasilitas ini. Kami mampu bekerja dan ada cukup dokter, tapi kekurangan obat-obatan dan peralatan medis. dana yang kami miliki telah habis dan saat ini kita perlu X-ray film, fixators eksternal. . . . Kita tidak bisa melakukan analisis laboratorium di sini, jadi korban yang memerlukan itu harus dibawa ke tempat lain.

 

Tentara yang diposisikan sekitar 20 km [12 mil] jauhnya dari sini. Mereka mengambil alih kota dua kali selama tahun lalu. Ketika mereka datang, aku harus pergi karena mereka menangkap dokter yang merawat para korban. Bagi mereka, dokter adalah bagian dari teroris. Mereka datang ke rumah sakit dan menangkap pasien dari bangsal.

 

Mengapa saya terus tetap bertahan dengan pekerjaan ini? Karena jika aku pergi, tidak ada orang lain akan merawat orang sakit dan para korban. Saya sudah beberapa kali menerima ancaman tapi aku berhasil melarikan diri karena saya punya teman yang memperingatkan saya. ”

 

Kesulitan Merawat Terluka

 

Mengingat serangan bom terus terjadi, ada kebutuhan yang jelas untuk operasi trauma, dan mengobati luka akibat perang telah menjadi prioritas. Menyediakan perawatan semacam ini bagaimanapun, adalah suatu yang sangat sulit.

Produksi dan distribusi obat di Aleppo telah ditutup, dana yang ada hampir habis. Pasokan dari Damaskus tidak lagi dimungkinkan, satu-satunya cara untuk membawa pasokan ke Suriah adalah melalui rute pasokan resmi dari negara-negara tetangga.

 

Selain itu, pembangkit listrik yang melayani wilayah Aleppo telah hancur. Rumah sakit yang berjalan bersandar pada generator listrik, namun mendapatkan bahan bakar bagi mereka sangat sulit. Fasilitas ini berfungsi serta mereka bisa bekerja seadanya, mengingat kekurangan pasokan medis. “Saya melihat satu bangsal darurat di mana mereka tidak memiliki alat sterilisasi,” kata dokter MSF Natalie Roberts, yang baru saja kembali dari Aleppo “Mereka harus melakukan jahitan dengan bahan bekas yang sudah digunakan.”.

 

Ada permasalahan lain yaitu kurangnya ambulans untuk mengangkut korban cedera ke rumah sakit lain. Pasien yang diangkut dengan sepeda motor dan kendaraan pribadi yang umumnya tidak dilengkapi alat untuk menstabilkan pasien terluka. Hanya ada sekitar selusin ambulans dalam kondisi kerja di seluruh provinsi Aleppo. Terlebih lagi, kendaraan seperti ambulans yang mencolok tentu saja rentan terhadap tembakan.

 

Kondisi darurat di Suriah telah membuat orang  mengambil pekerjaan yang mereka sendiri tidak terlatih. Banyak petugas kesehatan perawatan Suriah telah meninggalkan negeri ini, dan mereka yang tetap melakukan yang terbaik yang mereka bisa. Di antara mereka yang tetap merupakan spesialis, mahasiswa kedokteran dan ahli bedah tanpa pengalaman operasi perang terkait cedera. Dokter gigi yang melakukan operasi kecil, apoteker merawat pasien dan para pemuda yang secara sukarela bekerja sebagai perawat.

 

“Ini adalah perang, dan semua orang harus melakukan itu semua,” kata salah satu dari mereka.

Laporan Dua Tahun Aktifitas MSF (Medecins Sans Frontieres)/ Doctors Without Borders

 

Sumber : doctorswithoutborders.org