Krisis Mata Uang Euro: Krisis Baru Negara Eropa


Awan gelap menaungi pasar uang Eropa. Sepertinya semua orang mulai menyimpulkan bahwa krisis utang di Eropa tinggal sekejap saja memalu-godam pertumbuhan global, dan beberapa langkah lagi dalam ambang resesi.

Para pejabat pemerintah Eropa—yang tugasnya meningkatkan kepercayaan rakyatnya—mengecilkan risiko itu, tetapi banyak ekonom memperingatkan bahwa resesi sebenarnya bisa dimulai di Eropa.

Ini tentu babak baru dalam krisis keuangan dan ekonomi global yang sudah berjalan tiga tahun belakangan. Apa yang terjadi di Yunani, merambat cepat ke Irlandia, Portugal, Spanyol, Jerman, dan mungkin Italia, serta beberapa negara Eropa lainnya.

Semuanya telah memengaruhi komoditas seperti minyak dan emas dan, dengan permintaan dan kepercayaan yang semakin berkurang, telah memukul pasar saham di seluruh dunia dengan cara yang menggetarkan banyak orang-orang biasa, dari Korea hingga California.

Pada tahun 2007, utang mulai menimpa bank dan dana nilai, dan pada awal tahun 2008 kepercayaan dalam sistem ini tergelincir bebas. Bank-bank Eropa jatuh selama berbulan-bulan. Mauro F. Gullen, direktur Institute Lauder di The Wharton School di Pennsylvania, berpendapat, "Jika permintaan Eropa turun, pertumbuhan global akan melambat."

"Ekonomi Eropa yang jatuh sekarang ini belum pasti akan menempatkan dunia dalam resesi. Tapi jika perekonomian Eropa tidak dapat menstabilkan mata uang dan pasar modal mereka, ini tentu akan mendorong ekonomi global kembali ke garis merah," Nicholas Cola, kepala strategi ConvergEx Market Grup, berkata The Associated Press. "Bahkan kemungkinan sebuah krisis ganda."

Ini menakutkan, karena karena stimulus dan pemotongan suku bunga bank sentral pemerintah dimanapun sudah kehabisan amunisi. Stephen Lewis, ekonom yang tinggal di London dengan Monument Securities, berpendapat bahwa ia tidak melihat adanya jaminan kenaikan dalam ekonomi global.

Puncaknya, adalah kekhawatiran bahwa pemerintah yang berutang dalam zona euro tidak akan mampu membayar uang-utang mereka. Tidak heran, karena jadinya Eropa juga menghadapi prospek pertumbuhan yang rendah karena pemerintah harus mengurangi pengeluaran untuk membayar beban utang yang sangat berat.

Jika bank-bank di dan di luar Eropa mengalami kerugian pada obligasi pemerintah, ini akan membuat mereka takut untuk meminjamkan uang untuk beroperasi dan berkembang, malah mencekik pertumbuhan, ini sama persis dengan awal mula krisis di AS pada tahun September 2008 ketika Lehman Brothers kolaps. Ekonomi global menyusut sebesar 0,6 persen pada tahun 2009, yang terdalam sejak Perang Dunia II.

"Jika utang negara atas likuiditas bank manapun lebih penting daripada pasar kredit, krisis ekonomi yang lain adalah sesuatu yang pasti," kata Lewis.

Seiring ketakutan menyebar, stok dan harga minyak, juga terenggut begitu dalam. Dan emas, yang secara tradisional merupakan investasi yang aman, mengalami harga tertinggi sepanjang masa.

Penyebab Krisis Euro

Salah satu penyebab utama dari krisis mata uang di zona euro adalah bahwa hampir semua negara yang terlibat melanggar peraturan mereka sendiri-sendiri. Berdasarkan kriteria konvergensi bagian dari kesatuan ekonomi dan moneter, utang pemerintah tidak boleh melebihi 60% dari PDB pada akhir tahun fiskal.

Demikian pula, defisit tahunan pemerintah tidak boleh melebihi 3% dari PDB. Namun, sebagaimana peta menunjukkan, hanya dua dari 16 negara zona euro—Luksemburg dan Finlandia—tetap konsisten pada kedua aturan tersebut.

Secara keseluruhan, Yunani adalah pelanggar terburuk, dengan utang sebesar 115,1% dari PDB dan defisit sebesar 13,6% dari PDB.

Tetapi  di antara negara Eropa besar lainnya, utang Italia bahkan lebih tinggi daripada Yunani, sementara defisit Spanyol adalah 11,2% dari PDB.

Jika Inggris berada di zona euro, mereka juga akan jatuh, dengan utang yang sekarang ada dalam kisaran 68,1% dari PDB dan defisit sebesar 11,5% dari PDB.

(sa/msnbc/bbc)