Mulai 1 Juli 2015, Penggunaan Styrofoam Dilarang di New York

aaaasEramuslim.com – Mulai 1 Juli 2015, produk-produk Expandable Polystyrene Foam (EPS) sekali pakai termasuk gelas, mangkuk, piring, dan boks makan tidak boleh dimiliki, dijual atau ditawarkan di Kota New York, AS.

Pihak penjual memiliki waktu enam bulan untuk menuruti larangan itu atau harus membayar denda, demikian laporan BBC.

“Produk-produk ini menyebabkan kerusakan lingkungan dan tidak memiliki tempat di New York City. Kita memiliki alternatif lebih baik,” kata Walikota New York, Bill de Blasio, dalam sebuah pernyataan mengenai larangan itu.

Apa sebenarnya dampak EPS? Inilah sebuah panduan singkat tentang barang tersebut:

Temuan era 1940-an

EPS yang dijual di AS dengan merk Styrofoam, ditemukan oleh peneliti Otis Ray McIntire dari Dow Chemical pada 1941 lampau. Untuk membuatnya, butiran-butiran kecil polymer polystyrene dipanaskan dengan bahan kimia hingga mengembang 50 kali lipat dari volume awal.

Setelah pendinginan dan pengendapan, butiran yang sudah diperbesar itu dimasukkan ke cetakan seperti bentuk gelas minum lalu dipanaskan dan diperbesar lagi, sampai cetakan itu terpenuhi dan semua butiran-butiran melebur dan menyatu.

Produk akhir yang didapat adalah bahan ringan dan murah yang 95% isinya udara. Sifatnya yang menginsulasi dan biaya produksinya yang murah menjadikan EPS pilihan yang populer bagi banyak perusahaan.

Mencemari lingkungan

Diperkirakan bahwa di AS setiap tahun terdapat 25 miliar cangkir kopi EPS menjadi sampah. Jumlah yang banyak, tapi kalah jauh dibandingkan 100 miliar kantong plastik yang digunakan warga AS tiap tahun.

Adapun di Hong Kong, misalnya, 135 ton sampah EPS dibuang ke tempat pembuangan sampah pada 2006. Namun, itu hanya menyumbang 5% dari semua sampah plastik Hong Kong.

Jumlah limbah EPS yang sedemikian besar dikhawatirkan para aktivis lingkungan ketika bocor ke lingkungan laut dan mencemari air.

Menurut Prof Douglas McCauley, seorang ahli biologi kelautan di University of California, Santa Barbara, ada dua isu utama yang disebabkan EPS kepada hewan laut.

“Alasan teknisnya sangat sederhana. Sering kali, kita menemukan busa polystyrene bersarang di usus yang menyebabkan penyumbatan mematikan. Jika Anda berpikir bagaimana kita khawatir tentang penyumbatan ringan bila makan yang salah, bayangkan saja memakan bola styrofoam. Itulah yang terjadi pada beberapa hewan-hewan ini,” jelas Prof McCauley.

Secara kimia, sifat menyerap yang dimiliki EPS membuatnya makin berbahaya.

“Busa polystyrene bekerja seperti spons yang mencemari dan membawa kotoran terburuk dari laut. Lalu seekor hewan seperti penyu laut datang dan memakannya,” imbuhnya.

Ini tidak hanya buruk bagi dunia laut saja. EPS juga bisa membahayakan manusia.

“Sangat mengkhawatirkan bagi saya memikirkan bahwa ikan-ikan yang memakan plastik ini bisa kembali dan menjadi santapan kita,” kata McCauley.

Sulit didaur ulang

Sulitnya mendaur ulang EPS adalah alasan utama larangan penggunaannya di Kota New York.

“Belum terbukti bahwa pendauran ulang styrofoam bisa dilakukan dalam skala besar, dan belum terdapat pasaran untuk bahan ini,” kata Kathryn Garcia, pejabat bidang sanitasi di New York.

Karena proses kimia yang mengubah butiran-butiran polystyrene menjadi EPS, sangat tidak mungkin mengubah sebuah piring EPS, misalnya, menjadi kemasan boks EPS.

“Anda tidak bisa mengambil gelas EPS daur ulang dan membuatnya menjadi cetakan lain karena itu sudah diperbesar. Yang Anda butuhkan adalah butiran polystyrene murni,” kata Prof Joe Biernacki, pakar teknik kimia di Tennessee Tech University.

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui apakah EPS bisa diciutkan kembali dengan biaya minimal.

Salah satu langkah yang telah dicoba adalah pendauran ulang thermal. Dalam proses ini, EPS daur ulang dibakar di pembakaran sampah kota, yang menguapkan karbondioksida dan air. Ini menjadikan EPS bahan bakar yang baik untuk program konversi sampah ke energi yang menggunakan panas.

Walau daur ulang thermal bisa menjadi solusi efektif bagi sampah polystyrene, praktik semacam itu jarang dilakukan karena perlu banyak biaya untuk membawa polystyrene berukuran besar ke pusat daur ulang. (rz/inilah)