Bupati Purwakarta Serukan Bima Arya Teladani Prabu Siliwangi, Lho?

bupatiEramuslim.com – Walikota Bogor Bima Arya seharusnya belajar dari kepemimpinan Prabu Siliwangi, raja Padjajaran yang berpusat di Kota Bogor, soal menjunjung tinggi nilai pluralisme dan saling menghormati secara damai. Demikian disampaikan Bupati Purwakarta yang tokoh Sunda, Dedi Mulyadi dalam keterangan persnya Selasa (27/10), seperti dilansir Kantor Berita RMOL.

“Prabu Siliwangi itu menikah dengan seorang muslimah anak dari seorang guru (syekh) di Karawang. Dari situ bisa diperlihatakan toleransi agama yang tumbuh di tanah sunda. Walikota Bogor harusnya bisa belajar dari situ,” kata Dedi. Namun Dedi agaknya lupa, di dalam Hukum Islam, seorang Muslimah yang mau diperisteri oleh Non-Muslim itu sebenarnya jatuhnya zina, jadi sama sekali tidak bisa dibenarkan. Dan bagi semua Muslim di seluruh dunia, satu-satunya manusia yang harus dicontoh dan diteladani hanyalah Rasulullah SAW, bukan malah mencontoh non Muslim seperti halnya Prabu Siliwangi.

Menurut Dedi, siapapun tokoh Sunda dengan atribut Siliwangi, hendaknya tidak melanggar aspek adat yang dimiliki. Apresiasi terhadap perjalanan toleransi, plurarisme, termasuk melindungi kelompok dengan keyakinan harus dilaksanakan. “Keyakinan apapun, asal tidak merugikan orang lain harus dilindungi,” kata Dedi.

Sebagai kepala Daerah Purwakarta, Dedi Mulyadi berusaha melindungi seluruh ajaran yang hidup di tanah Sunda dan juga Indonesia.

“Secara pribadi saya minta Presiden Jokowi mengakui berbagai aliran asli Indonesia. Sebelum ada agama formal ada leluhur di Mentawai, Sunda, Kejawen. Mereka adalah warga yang menghormati leluhurnya, karena mereka tidak bisa menulis nama agama di identitasnya. Tidak punya akta dan KTP, padahal mereka pengikut agama leluhur bangsa,” tegas Dedi.

Dia menjelaskan, sebagai warga negara Indonesia, apalagi memimpin sebuah daerah jangan terjebak pada konflik dua keyakinan di negara lain.

“Itu konflik Saudi dengan Iran, jangan bawa konflik ke Indonesia. Kita suka punya kebiasaan, konflik di Tanah Arab dibawa ke Indonesia. Kita ini bersaudara, pegang mana itu individu mana itu politik. Jangan bawa konflik di Timur Tengah bawa ke sini. Urusan Sunni-Syiah itu Saudi-Iran, itu urusan politik,” demikian Dedi.

Sebagaimana diwartakan, Walikota Bogor, Bima Arya, telah menerbitkan Surat Edaran No 300/321-Kesbangpol yang isinya melarang perayaan Asyura bagi penganut Syiah di Kota Bogor.  Bima mengeluarkan Surat Edaran tersebut untuk menjaga ketertiban dan keamanan serta mencegah konflik sosial.

Bupati Purwakarta yang kinerjanya lumayan baik ini sepertinya harus belajar lebih banyak soal Islam. Syiah itu sama sekali bukan Islam karena syahadat, kitab suci, dan banyak ritualnya, termasuk sholat dan berhaji, bea dengan umat Islam. Jadi sebenarnya tidak ada dikotomi Sunni-Syiah, yang ada adalah Islam – Syiah. Jika saja orang-orang yang menganut Syiah, agama yang diciptakan tokoh Yahudi bernama Abdullah bin Saba ini, mengakui jika Syiah adalah satu keyakinan yang berdiri sendiri dan bukan Islam, maka tidak ada masalah bagi umat Islam.

Namun di dalam kenyataannya, orang-orang Syiah berusaha menyamar dan mengatakan jika Syiah itu bagian dari Islam. Ini sama saja dengan pemilik bemo yang membeli lambang Mercedez Benz lalu menempelkannya pada bemo miliknya dan bersikeras jika mobilnya itu mobil Mercy. Dia juga menempelkan jok, setirnya, dan banyak bagian bemonya dengan stiker simbol Mercy, lalu ngotot jika mobilnya Mercedez Bemo, bagian dari Mercedez Benz. Ini tentu saja konyol bin bahlul, bukan?

Apa yang dilakukan Walikota Bogor Bima Arya dalam kasus surat edaran melarang Syiah merayakan hari rayanya di Bogor sudah tepat. KH. Didin Hafidhuddin dan banyak ulama serta cerdik-pandai di Bogor mendukung penuh langkahnya. (ts)