Gedung Baru DPR Dengan Anggaran Rp 1,8 Triliun

Gaji naik, tunjangan naik, dan fasilitas baru, sekarang DPR mengajukan rencana membangunan gedung baru. Anggaran tak tanggung-tanggung Rp1,8 triliun. Entah modelnya seperti apa gedung baru DPR itu, yang harus menghabiskan dana yang begitu besar.

Rakyat yang melihat rencana ini, hanya dapat mengeriyitkan jidatnya belaka. Entah apa yang ada dalam benak dan pikiran para wakil rakyat itu. Apakah dengan gedung baru itu, nantinya akan lebih produktif dan efektif dalam menyusun undang-undang, mengontrol pemerintah, dan membuat anggaran?

Nyatanya, DPR yang sempat melambung namanya akibat keputusan yang diambil dengan memilih opsi C dalam voting kasus bail out Bank Century, ternyata sekarang hanya ‘memble’, tak mampu melanjutkan keputusannya itu, dan hanya sebatas membentuk tim pengawas. Ketika membahas RAPBN-P, ternyata hanya PDIP dan Hanura, yang berani menolak Sri Mulyani. Padahal, eksplisit nama Sri Mulyani, disebut dalam rekomendasi Pansus Century, sebagai fihak yang bertanggung jawab. Jadi DPR menelan ‘ludahnya’ sendiri.

Rencana pembangunan gedung baru milik DPR langsung membikin ‘mumet’ rakyat, yang sudah sengsara dan miskin, akibat krisis ekonomi,yang belum pulih. Sekarang, pembangunan gedung baru oleh DPR mengalahkan pemberitaan soal Gayus Tambunan, Susno Duadji, hingga pemeriksaan Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani oleh KPK.

Simak saja perbedaan informasi dari pimpinan DPR terkait rencana pembangunan gedung baru DPR. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menyampaikan rencana tersebut terkait dengan kemiringan Gedung Nusantara I yang mencapai 7 derajat. Padahal, informasi kemiringan gedung DPR itu, sudah dibantah oleh ICW (Indonesia Corruption Watch), yang menyatakan tidak benar gedung DPR itu miring. Jadi ini hanyalah langkah mubazir, dan tidak adanya ‘sense of crisis’ para anggota dewan.

Ketua DPR yang juga Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) Marzuki Alie, menyatakan, pembangunan gedung baru terkait kelebihan kapasitas di Gedung Nusantara I DPR yang sebenarnya hanya 800 orang, namun saat ini menampung 2.500 orang terdiri dari anggota DPR dan para tenaga ahli dan asisten pribadi. Apalagi, ke depan setiap anggota DPR akan memiliki lima tenaga ahli (TA).

“Selain itu juga ada hasil analisis dari Dinas PU, memang ada keretakan karena dampak gempa bumi di Tasikmalaya yang berpengaruh pada struktur bangunan. Retakan ini harus diselesaikan. Soal kemiringan, saya dengar awur-awur saja, tidak konkret informasi dari mana?” ujarnya dalam jumpa pers khusus terkait kesimpangsiuran rencana pembangunan Gedung Baru DPR itu di Gedung DPR, Jakarta, Senin (3/5).

Hanya saja, Marzuki mengakui anggaran sebesar Rp1,8 triliun dinilai terlalu mahal. Bahkan dirinya mengaku belum sepakat dengan angka tersebut. Karena jika total Rp1,8 triliun maka asumsinya per meter persegi membutuhkan anggaran Rp16 juta.

“Itu sangat mahal. Makanya saya minta detilkan. Ada standard membangun gedung bertingkat. Percayalah, saya sebagai Ketua BURT tidak main-main dengan anggaran,” tegasnya meyakinkan.

Marzuki menegaskan, pihaknya tidak mau menunda rencana pembangunan tersebut. Hal itu dikonkretkan dengan anggaran yang telah disepakati dalam APBNP 2010 sebesar Rp 250 miliar. “Anggaran itu bukan harus dipakai, tapi digunakan jika telah diselesaikan grand desain dan sebelumnya blok desain,” ujarnya.

Sementara terpisah Ketua Badan Anggaran DPR Harry Azhar Aziz menegaskan anggaran 2010 sebesar Rp 250 miliar untuk pembangunan gedung baru DPR telah disahkan dalam rapat paripurna DPR, Senin (3/5).

Anggaran tersebut harus digunakan tahun ini. “Yang Rp 250 miliar itu sudah harus tahun ini, kalau itu tidak dilaksanakan akan menjadi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) nanti,” tambahnya.

Rencana pembangunan gedung baru DPR ini memang mengundang reaksi negatif dari publik. Kontroversi menyeruak karena tidak adanya penjelasan komprehensif terkait rencana dari DPR. Ditambah, muncul pula rumor perihal komisi sebesar Rp50 miliar atas lolosnya rencana pembangunan gedung baru DPR.

Selama ini DPR acap kali mengkritisi kebijakan eksekutif yang doyan membelanjakan uang negara yang menurut anggota legislatif kurang perlu. Seperti mengkritisi pembangunan pagar Istana Presiden, pengadaan mobil mewah para pejabat negara Rp1,3 miliar per unit hingga pesawat kepresidenan.

Semua itu, hanya membuat rakyat hanya dapat mengelus dada, prestasi DPR belum begitu jelas, tapi fasilitas yang diminta bukan main, termasuk seperti pembangunan geudng baru yang anggarannya mencapai Rp. 1,8 triliun. (m)