Indonesia : Bangkrutnya Rakyat Miskin

Tak tanggung-tanggung akibat keputusan politik dari pemerintah yang menyetujui diterapkan perjanjian perdagangan bebas antara Cina-Asean (CAFTA), yang diberlakukan mulai 1 Januari 2010 ini, menurut mantan Ketua Serikat Pekerja Muslim Indonesia (PPMI), Syahganda Nainggolan, mengakibatkan 10 juta buruh akan terkena PHK.

“Kita sangat tidak siap. Karena dengan kebijakan itu, menjadikan Indonesia sebagai sasaran kolonisasi asing”, ucap Syahganda. “Ini membuat situasi tak terkendali. Karena yang menjadi kunci utama stabilitas nasional adalah lapangan kerja. Kalau semakin banyak orang tidak bekerja, bisa semakin membuat kondisi pemerintah terganggu. Ini urusan perut rakyat. Kalau sudah menyangkut urusan perut sangat mudah meletupkan emosi rakyat”, tambahnya.

Sementara itu, Muchtara Pakpahan, mengatakan, “CAFTA bisa jadi pemicu people power”, ucapnya. Tanpa dikomando jutaan buruh yang di PHK turun ke jalan meminta pertanggung jawaban pemerintah SBY-Boediono. Lebih lanjut, tokoh buruh, Muchtar Pakpahan memberikan ‘warning’ kepada pemerintah agar membatalkan perjanjian CAPTA (China Asean Free Trade Agreement), jika pemerintah benar-benar membela kepentingan rakyat.

Masih menurut Muchtar, CAPTA jelas-jelas akan merugikan dunia usaha lokal di Indonesia dan juga merugikan buruh. Indonesia tidak siap menghadapi kompetisi CAFTA, karena kebijakan itu tidak berpihak kepada kaum buruh. Birokrasi Indonesia juga belum bersih dari korupsi, sehingga menciptakan produksi  biaya tinggi. Harga produk barang-barang Indonesia menjadi mahal (tinggi), sehingga tidak kompetitip dibanding dengan produk import, terutama dari China. Dampak CAFTA ini bersentuhan langsung dengan nasib jutaan rakyat Indonesia. Kalau kasus Century itu menyangkut banyak uang, tetapi dinikmati sedikit orang. Kalau CAFTA ini mengorbankan banyak orang. Ini lebih serius, tambah Muchtar.

Menteri Perindustrian MS Hidayat, CAFTA akan merugikan industri dalam negeri, karena kalah bersaing dengan Cina. Repotnya, dalam kerangka CAFTA yang berlatar belakang semangat bisnis, Cina bisa berbuat apapun untuk mempengaruhi Indonesia mengingat kekuatan ekonomi Cina jauh diatas Indonesia.

Ernovian G.Ismy, Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia menyatakan kekawatirannya atas diberlakukannya perdagangan bebas Cina – Asean, diantaranya akan terjadi perubahan pola usaha yang ada dari pengusaha (produsen) menjadi pedagang (trader). Ernovian mencontohkan, jumlah industri kecil di bidang tekstil jumlahnya bisa menjadi 2000. Jika setiap industri kecil memperkerjakan 12-50 orang, berapa tenaga kerja yang akan menganggur? Kehancuran bisa dibayangkan, karena banyak pengusaha yang beralih dari produsen menjadi pedagang.

Menurut data BPS, import dari Cina melonjak sangat tajam, tahun 2009 yang lalu, produk non migas Cina, yang diimport ke Indonesia nilainya mencapai 13,49 milyar dolar AS, melonjak tajam dibandingkan dengan import tahun 2004, yang hanya 3,4 milyar dolar. Import non migas dari Cina ini mengindikasikan meningkat 300 persen dibandingkan dengan tahun 2004. Import produk non migas Cina waktu itu hanya 3,4 milyar dolar. Nilai ini tak mencapai 10 persen dari total import produk non migas Indonesia yang saat itu mencapai 54,126 milyar dolar AS.

Menurut Fadhil Hasan, ekonom dari Indef, dengan penurunan produk non migas, terutama manufaktur, menunjukkan semakin tidak memiliki daya saing menghadapi pasar bebas. Secara terpisah, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, China-Asean Free Trade Agreement (CAFTA), sudah direncakan sejak tahun 2002. Namun, pelaksanaannya baru di launching mulai 1 Januari 2010 lalu. Pembukaan ini merupakan perwujudan perjanjian perdagangan bebas enam negara Asean (Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei Darussalam, dan Cina. Sedangkan negara seperti Vietnam, Laos, dan Kamboja baru akan mengikuti CAFTA di tahun 2015.

Belum lagi, sekarang di kota dan kampung-kampung sudah masuk ritel, yang menghancurkan pasar-pasar tradisional, seperti Carefour, Hero, Giant, Alfamart, Indomart, sampai ke gunung. Ini semuanya telah membuat bangsa semakin melarat, dan keuntungan dikeruk para pemilik modal asing, yang sudah masuk ke pasar-pasar tradisional. Benar-benar rakyat hanya dapat menggigit jari. (m/mntr/kmps/mi)