Jika Terus Dipersulit, Bisa Jadi Rezim Jokowi Memang Berniat Hapus Madrasah

jokowiEramuslim.com – Tidak berlebihan jika dikatakan tanpa peran santri dan ulama, Indonesia bisa merdeka pada 17 Agustus 1945. Peran santri dan ulama inilah yang juga berhasil memukul mundur pasukan pemenang Perang Dunia II dalam Palagan Ambarawa. Namun elit negeri ini sepertinya menderita amnesia sejarah yang parah. Sekolah agama Islam yang dikenal sebagai Madrasah terancam dibunuh secara perlahan. Pelan tapi pasti.

Senin kemarin (12/10), Forum Komunikasi Guru Honorer (FKGH) Guru Madrasah Kota Bandung berunjuk rasa di Gedung DPR/MPR RI. Mereka mendesak pemerintah agar segera membayarkan dana bantuan operasional sekolah (BOS), tunjangan profesional, dan tunjangan profesi guru madrasah yang belum dibayar selama 10 bulan. Ini ironis mengingat pejabat negeri ini mendapat gaji dan fasilitas yang sangat mewah, bahkan melebihi negara-negara kaya seperti Belanda dan negara-negara Eropa lainnya.

Puluhan ribu madrasah diseluruh Indonesia, menurut Koordinator aksi Yanyan Herdian,  terancam kolaps akibat tersendatnya kucuran dana BOS, menyusul berubahnya pos dana BOS dari pos dana Bansos ke pos belanja barang dan jasa. Jika semula pihak madrasah memperoleh pencairan dana terlebih dulu, kemudian dibelanjakan, tata cara yang sekarang berlaku sebaliknya, madrasah dipersilakan belanja dulu untuk kemudian diganti oleh pemerintah berdasarkan bukti pembayaran yang sah.

Itu artinya, madrasah harus memiliki dana lebih dulu. “Celakanya, akibat sosialisasi yang minim dari pihak Kemenag, tidak semua pengelola madrasah mengetahui atau mengerti tentang perubahan tata cara pencairan dana BOS,” ujar Yanyan.

Malah, banyak pula madrasah yang justru tidak mampu menalangi belanja untuk kegiatan belajar mengajar selama berbulan-bulan. Untuk mengakali situasi yang tidak kondusif tersebut, ungkap Yanyan, banyak cara yang dilakukan pengelola madrasah, antara lain meminjam uang dari pihak ketiga, meminjam tabungan anak, menggadai atau menjual harta kepala sekolah atau pengelola/yayasan, bahkan ada kepala sekolah yang sampai menjual rumahnya hanya untuk menalangi honor guru dan membiayai kegiatan belajar-mengajar (KBM) madrasah.

“Tersendatnya pencairan Dana Bos madrasah selain menyebabkan terganggunya KBM, juga mengakibatkan para gurunya tidak mendapat honor mengajar,” tuturnya.

Honor untuk guru honorer berasal dari dana BOS yang dialokasikan sebesar 20%. Akibat ikutan dari situasi ini, lanjut Yanyan, banyak guru honor yang terpaksa nyambi kerja di bidang lain atau bahkan ada yang terpaksa meninggalkan pekerjaannya di madrasah untuk sekadar menjaga dapur tetap ngebul. Ini jelas sangat merugikan para siswa madrasah. Mereka menjadi telantar. Jika situasi ini dibiarkan berlarut larut oleh pemerintah, akan terbentuk opini negatif di kalangan masyarakat sehingga mereka tidak percaya lagi kepada lembaga madrasah karena manajemennya dinilai buruk.

“Madrasah lambat laun akan kehilangan legitimasinya sebagai lembaga pendidkan karena masyarakat akan cenderung menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah umum yang dipandang lebih baik dalam hal tanggungjawab terhadap hak belajar siswanya. Maka, akibat lebih lanjut, pendidikan agama akan semakin sedikit diperoleh anak anak kita. Dan ini sangat mengganggu upaya pembinaan generasi yang berahlakul karimah,” kata Yanyan. Jika demikian, tidak salah jika ada kalangan yang berpandangan jika rezim Jokowi memang dekat ingin membunuh madrasah secara pelan-pelan. Sesuatu yang sangat mungkin mengingat kedekatan antara rezim ini dengan Cina komunis. (ts)