JK: Upah Rendah, Mana Mau Pekerja Asing Kerja di Indonesia

JKEramuslim.com – Terkait MEA yang akan dibuka krannya awal 2016, JK mengatakan jika masyarakat tidak perlu khawatir karena para pekerja asing tidak akan mau bekerja di Indonesia yang standar upahnya masih di bawah rata-rata negara-negara ASEAN.

Selain itu, lanjut orangtua ini, umumnya orang asing bekerja di negara yang kekurangan tenaga kerja, bukan seperti Indonesia yang berlimpah pekerja bahkan masih banyak pengangguran.

Pernyataan JK dalam konteks menepis kekhawatiran masyarakat terkait kerugian Indonesia mener­apkan pasar besas Asia Tenggara, banyak disyukuri netizen. Di antaranya, karena netizen menilai, JK menyadari bahwa upah pekerja di Indonesia sangat murah dan JK juga sadar ada berjuta-juta rakyat ngang­gur butuh pekerjaan.

Namun apa yang diucapkan JK ini berbeda dengan fakta di lapangan. Sekarang saja, di saat MEA belum di buka, negeri ini sudah kebanjiran para pekerja Asing dan Aseng, tentu saja kebanyakan malah ilegal. Bukan rahasia umum lagi jika di banyak pabrik, sudah bertebaran para pekerja Aseng dan Asing, baik di tingkat direksi, manajerial, maupun di tingkat kuli, seperti yang terjadi di Papua dan Bayah, Banten, misalnya.

Seorang netizen meragukan kebenaran pernyataan JK. “Yakin? Apa cuma pengalihan isu, bahwa sebenarnya pekerja asing sudah banyak yang masuk ke Indonesia,” kata akun @ghaisan_dzar.

Akun @trybhe menyarankan, pintu impor tenaga kerja asing sebaiknya ditutup. Dia menilai, ke­butuhan perusahaan terhadap tenaga kerja masih bisa dipenuhi tenaga dalam negeri. “SDM Indonesia me­limpah dan berkualitas. Pekerja as­ing hanya akan meningkatkan angka pengangguran. Ini semua tergantung pemerintah. Mau melindungi atau membunuh buruh,” ucapnya.

Akun @BungY0p1 berangga­pan, upah tenaga kerja murah di Indonesia memang tergolong ren­dah. Tapi upah bagi profesional tidak dapat dikatakan kecil. “Ukuran upah pekerja semacam buruh di Indonesia memang kecil. Tapi gaji pekerja setingkat manajer sudah tinggi. Pasti banyak yang berminat,” katanya.

Akun @jarimmoehtar menyindir, jika pekerja asing saja menilai bahwa gaji di Indonesia sangat kecil. Seharusnya pemerintah mengerti bahwa besaran upah yang diberikan kepada buruh tidak layak. “Sudah tahu gaji rendah, kenapa ente tidak menaikan gaji buruh yang layak?” sindirnya.

Dihubungi terpisah, Anggota Komisi IX DPR RI yang membi­dangi ketenagakerjaan, Irma Suryani Chaniago, menjelaskan, besaran upah yang diberikan kepada pekerja sekelas buruh memang termasuk kecil. Tetapi, kata dia, hal itu tidak menyurutkan niat pekerja asing untuk bekerja di Indonesia. Apalagi, biaya kebutuhan hidup di Indonesia tidak sebesar negara-negara ASEAN lain.

“Kalau ukuran upah buruh memang kecil, tapi kebutuhan hidup di Indonesia juga rendah. Itu menjadi hal menarik bagi pekerja asal Vietnam, China, Philippine, Thailand dan Kamboja. Tetapi kecil kemungkinan bagi tenaga kerja asal Malaysia dan Singapura, itu karena mereka kan tidak punya buruh,” jelas Irma.

Menurut dia, meskipun gaji buruh kecil, itu tidak berarti gaji setingkat manajer kecil. Bahkan, lanjut Irma, peluang bekerja sebagai manajer di Indonesia akan sangat diminati oleh pekerja asing. Sebab, mereka mendapatkan gaji yang besar tapi biaya hidup rendah.

“Sedangkan untuk tenaga kerja managerial di Indonesia sangat menarik, upah cukup besar tapi penge­luaran rendah,” tutup Irma.

Wapres JK menyampaikan pernyataan soal ini saat membuka Musyawarah Nasional (Munas) VII Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, di Bandung, Jawa Barat, Senin (23/11) kemarin. JK mengata­kan, pemerintah justeru mengkhawat­irkan penerapan MEA pada awal 2016 akan membuat Indonesia kekurangan tenaga profesional. “Kerja sama ASEAN itu tidak perlu dikhawatirkan karena kita punya pasar yang luas. Justru kita khawatir akan kekurangan tenaga profesional,” kata Wapres men­contohkan seperti di Filipina, semua profesional pergi ke luar negeri.

Dan bukan rahasia umum lagi, di perusahaan-perusahaan nasional yang dimiliki Aseng pun, ada diskriminasi upah. Jabatan sama, sama-sama sarjana, pengalaman sama, namun upah bagi pekerja pribumi beserta fasilitasnya akan jauh lebih kecil ketimbang upah dan fasilitas yang diterima pekerja Aseng. Ini terjadi di banyak perusahaan Aseng. Salah satunya bisa dilihat di perusahaan berlogo “Handuk Diperas” yang di saat Jokowi jadi presiden, perusahaan ini sangat ekspansif dan pesat kemajuannya.(ts/RMOL)