Malam Jumat 26/4/13 Gerhana Bulan Sebagian Pukul 01.30 – 03.21 WIB

Insya Allah malam dini hari ini Allah Subhanahu Wata’ala kembali menampakkan kebesaran-Nya berupa Gerhana Bulan Sebagian (GBS). Berdasarkan informasi yang dipublikasikan oleh situs Kafe Astronomi seperti di lansir sains kompas, proses GBS akan dimulai Jumat (26/4/2013) pukul 01.30 WIB. Satu jam lima puluh menit kemudian, Bulan memasuki wilayah umbra.

Puncak gerhana akan terjadi pukul 03.07. GBS akan berlangsung hingga pukul 03.21. Setelah itu, Bulan akan mulai tampak normal.

Sekretaris Lajnah Falakiyah PBNU, H Nahari Muslih menuturkan, gerhana yang akan terjadi cukup lama, sehingga para pengamat akan bisa mengamati dengan seksama.

“Kesempatan ini bisa dijadikan sarana untuk mencocokkan dan mengoreksi hasil hisab yang telah dilakukan sebelumnya dengan kejadian alam secara langsung,” ujarnya.

Data hisab dalam almanak NU yang diterbitkan oleh Lajnah Falakiyah menunjukkan, gerhana bulan Jum’at (26/4) dinihari dimulai dengan awal kontak penumbra pada pukul 01:03:38 WIB, sedangkan pertengahan Gerhana Bulan Sebagian terjadi pada pukul 03:07:30 WIB dan akhir kontak penumbra terjadi pada pukul 05:11:26 WIB.

Semua kejadian alam yang nampak di jagad raya ini merupakan bukti kebesaran Allah Subhanahu Wata’ala. Gerhana bulan sendiri terjadi disebabkan matahari, bumi dan bulan berada pada satu garis lurus. Sehingga cahaya Bulan hasil pantulan dari cahaya Matahari tertutup oleh bayang-bayang Bumi.

Ketua Lajnah Falakiyah PBNU KH A. Ghazalie Masroeri mengatakan, sesuai ketentuan syariat Islam, ketika terjadi gerhana maka umat manusia diperintahkan untuk memperbanyak dzikir dan mengagungkan Sang Pencipta dengan mengucap takbir, tasbih, tahmid. Selanjutnya disunnahkan melakukan shalat gerhana bulan atau shalat khusuf sepanjang gerhananya masih ada.

Panduan ringkas shalat gerhana bulan

Sesuai dengan tuntunan Nabi SAW, umat Islam dianjurkan untuk melakukan shalat sunah gerhana. Selain itu, umat Islam dianjurkan memperbanyak dzikir, doa, istighfar, taubat, sedekah, dan amal-amal kebajikan lainnya. Berhubung shalat sunah gerhana hanya dilakukan saat terjadi gerhana, wajar apabila banyak umat Islam yang belum mengetahui tata cara pelaksanaannya. Berikut ini panduan ringkas tata cara pelaksanaan shalat sunah gerhana. Semoga bermanfaat.

Pengertian shalat gerhana

Istilah kusuf (gerhana matahari) diambil dari kata kerja dasar kasafa yang artinya berubah menjadi hitam. Dalam bahasa Arab dikatakan kasafat asy-syamsu, artinya matahari menghitam dan hilang sinarnya. Adapun istilah khusuf (gerhana bulan) diambil dari kata kerja dasar khasafa yang artinya berkurang. Dalam bahasa Arab dikatakan khasafa al-bi’ru, artinya sumur itu berkurang airnya dan mengering. Banyak ulama menyatakan masing-masing istilah ‘kusuf‘ maupun ‘khusuf‘ bermakna gerhana matahari maupun gerhana bulan, tidak ada perbedaan antara keduanya.

Dalam pengertian ilmu fiqih, shalat kusuf atau shalat khusuf adalah shalat yang dikerjakan dengan tata cara tertentu karena terjadinya gerhana matahari atau gerhana bulan.

Hukum shalat gerhana bulan

Mayoritas ulama berpendapat bahwa shalat gerhana hukumnya sunah muakkadah dan dilaksanakan secara berjama’ah. Pendapat ini didasarkan kepada beberapa hadits shahih, di antaranya:

عَنْ  عَبْدِ الله بْنِ عُمَرَ رَضِيَ الله عَنْهُمَا ، أَنَّهُ كَانَ يُخْبِرُ عَنْ رَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَنَّهُ قَالَ : ” إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ ، وَلَا لِحَيَاتِهِ ، وَلَكِنَّهُمَا آيَةٌ مِنْ آيَاتِ الله ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا فَصَلُّوا

Dari Abdullah bin Umar RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seseorang atau kelahiran seseorang. Namun keduanya adalah salah satu tanda kekuasaan Allah. Maka jika kalian melihatnya, hendaklah kalian mengerjakan shalat.” (HR. Bukhari)

عَنْ  أََبِي مَسْعُودٍ ، يَقُولُ : قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ لاَ يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ ، وَلَكِنَّهُمَا آيَتَانِ مِنْ  آيَاتِ الله ، فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا ، فَقُومُوا ، فَصَلُّوا “

Dari Abu Mas’ud RA berkata: Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seorang manusia, melainkan keduanya adalah salah satu tanda kekuasaan Allah. Maka jika kalian melihatnya, berdirilah kalian dan laksanakanlah shalat!” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits yang semakna juga diriwayatkan dari jalur Abu Bakrah RA, Mughirah bin Syu’bah RA, Jabir bin Abdullah RA, Aisyah RA, Abu Hurairah RA dan Ibnu Abbas RA.

Amalan-amalan sunah saat melihat gerhana

Pertama, memperbanyak dzikir, istighfar, takbir, sedekah, dan amal-amal kebajikan

Dalam hadits dari Aisyah RA tentang gerhana matahari, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ  آيَاتِ الله ، لاَ  يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ ، فَادْعُوا الله ، وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

“Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seorang manusia atau kelahiran seorang manusia. Maka jika kalian melihat gerhana, berdoalah kalian kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah, dan bersedekahlah!” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dari Asma’ binti Abu Bakar RA berkata: “Nabi SAW memerintahkan untuk memerdekakan budak saat terjadi gerhana matahari.”(HR. Bukhari dan Abu Daud)

Kedua, berangkat ke masjid untuk melaksanakan shalat gerhana secara berjama’ah

Dalam hadits dari Aisyah RA dia berkata:

رَكِبَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ  غَدَاةٍ  مَرْكَبًا  فَخُسِفَتِ الشَّمْسُ ، فَخَرَجْتُ فِي نِسْوَةٍ بَيْنَ ظَهْرَانَيِ الْحِجْرِ  فِي الْمَسْجِدِ ، فَأَتَى رَسُولُ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَرْكَبِهِ فَقَصَدَ إِلَى مُصَلَّاهُ الَّذِي كَانَ فِيهِ ، فَقَامَ وَقَامَ النَّاسُ وَرَاءَهُ

Rasulullah SAW pada suatu pagi menaiki kendaraannya, lalu terjadi gerhana matahari. Maka saya bersama kaum wanita keluar menuju masjid di antara kamar-kamar kami. Rasulullah SAW datang dengan kendaraannya, lalu menuju tempat ia biasa shalat. Beliau berdiri untuk shalat dan masyarakat shalat di belakang beliau.” (HR. Bukhari dan Muslim dengan lafal Muslim)

Ketiga, kaum wanita juga dianjurkan ikut shalat berjama’ah di masjid jika aman dari bahaya (godaan terhadap lawan jenis, dll). Dalilnya adalah hadits Asiyah RA di atas.

Keempat, Mengumandangkan ‘ash-shalatu jami’ah‘ untuk memanggil jama’ah shalat berkumpul di masjid, namun shalat tidak didahului oleh adzan dan iqamat.

Berdasar hadits shahih:

عَنْ  عَبْدِ الله بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ الله عَنْهُمَا ، قَالَ : ” لَمَّا  كَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نُودِيَ إِنَّ الصَّلاَةَ جَامِعَةٌ

Dari Abdullah bin Amru bin Ash RA berkata: “Ketika terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah SAW, maka dikumandangkan seruan ‘Ash-shalaatu jaami’ah‘.” (HR. Bukhari)

Hadits yang semakna diriwayatkan oleh imam Muslim dari jalur Aisyah RA.

Kelima, khutbah setelah shalat gerhana

Berdasar hadits-hadits shahih tentang hal itu. Antara lain hadits Aisyah RA:

ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ  انْجَلَتِ الشَّمْسُ ، فَخَطَبَ النَّاسَ ، فَحَمِدَ الله  وَأَثْنَى عَلَيْهِ ، ثُمَّ قَالَ : ” إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ  آيَاتِ الله ، لاَ  يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ ، فَادْعُوا الله ، وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا

Beliau selesai dari shalat dan gerhana telah selesai. Maka beliau menyampaikan khutbah. Beliau bertahmid dan memuji nama Allah, kemudian bersabda: “Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seorang manusia atau kelahiran seorang manusia. Maka jika kalian melihat gerhana, berdoalah kalian kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah, dan bersedekahlah!” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tata cara shalat gerhana

Shalat gerhana dikerjakan secara berjama’ah terdiri dari dua raka’at. Setiap rekaat terdiri dari dua kali berdiri dan dua kali ruku’. Sedangkan seluruh gerakan lainnya sama dengan gerakan shalat biasanya. Rinciannya adalah sebagai berikut:

  1. Berdiri menghadap kiblat, takbiratul ihram, membaca doa istiftah, membaca ta’awudz, membaca al-fatihah, dan membaca surat yang panjang, kira-kira sekitar satu surat al-Baqarah.
  2. Bertakbir, ruku’ dalam waktu yang lama.
  3. Membaca ‘sami’allahu liman hamidahu rabbana lakal hamdu’, berdiri kembali, lalu membaca ta’awudz dan al-fatihah, lalu membaca surat yang panjang namun kadarnya lebih pendek dari surat yang dibaca pada saat berdiri pertama.
  4. Takbir, ruku’ dalam waktu yang lama, namun lebih pendek dari ruku’ yang pertama.
  5. Membaca ‘sami’allahu liman hamidahu rabbana lakal hamdu’, berdiri kembali (i’tidal)
  6. Bertakbir, lalu sujud, lalu duduk di antara dua sujud, lalu sujud.
  7. Bertakbir, bediri untuk raka’at kedua, gerakannya sama seperti gerakan pada raka’at pertama, namun kadar panjangnya bacaan surat lebih pendek.
  8. Setelah tasyahud akhir lalu salam.

Berdasar hadits-hadits shahih, antara lain:

عَنْ  عَائِشَةَ ، أَنَّهَا قَالَتْ :  خَسَفَتِ الشَّمْسُ فِي عَهْدِ رَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَصَلَّى رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنَّاسِ ، فَقَامَ ، فَأَطَالَ القِيَامَ ، ثُمَّ رَكَعَ ، فَأَطَالَ الرُّكُوعَ ، ثُمَّ قَامَ فَأَطَالَ القِيَامَ وَهُوَ  دُونَ القِيَامِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ الرُّكُوعَ وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ سَجَدَ فَأَطَالَ السُّجُودَ ، ثُمَّ فَعَلَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ مَا فَعَلَ فِي الأُولَى ، ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ  انْجَلَتِ الشَّمْسُ ، فَخَطَبَ النَّاسَ ، فَحَمِدَ الله  وَأَثْنَى عَلَيْهِ ، ثُمَّ قَالَ : ” إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ  آيَاتِ الله ، لاَ  يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ ، فَادْعُوا الله، وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا “

Dari Aisyah RA berkata: “Terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW melaksanakan shalat gerhana bersama masyarakat. Beliau memanjangkan lamanya berdiri, lalu ruku’ dalam waktu yang lama, lalu berdiri dan memanjangkan lamanya berdiri namun tidak sepanjang berdirinya yang pertama, lalu ruku’ dan memanjangkan lamanya ruku’ namun tidak sepanjang ruku’ yang pertama, lalu sujud dalam waktu yang lama. Kemudian dalam rakaat kedua beliau melakukan seperti apa yang beliau kerjakan pada rakaat pertama. Beliau menyelesaikan shalat dan ternyata matahari telah nampak kembali.

Beliau lalu menyampaikan khutbah kepada masyarakat. Beliau bertahmid dan memuji nama Allah. Beliau kemudian bersabda: “Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seorang manusia atau kelahiran seorang manusia. Maka jika kalian melihat gerhana, berdoalah kalian kepada Allah, bertakbirlah, shalatlah, dan bersedekahlah!” (HR. Bukhari dan Muslim)

عَنْ  عَبْدِ الله بْنِ عَبَّاسٍ ، قَالَ :  انْخَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَصَلَّى رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا نَحْوًا مِنْ قِرَاءَةِ سُورَةِ  البَقَرَةِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا ، ثُمَّ رَفَعَ ، فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ  دُونَ القِيَامِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ سَجَدَ ، ثُمَّ قَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ القِيَامِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَفَعَ ، فَقَامَ قِيَامًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ القِيَامِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ رَكَعَ رُكُوعًا طَوِيلًا وَهُوَ دُونَ الرُّكُوعِ الأَوَّلِ ، ثُمَّ سَجَدَ ، ثُمَّ انْصَرَفَ وَقَدْ  تَجَلَّتِ الشَّمْسُ ، فَقَالَ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إِنَّ الشَّمْسَ وَالقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ الله ، لاَ  يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلاَ لِحَيَاتِهِ ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ ، فَاذْكُرُوا الله “

Dari Ibnu Abbas RA berkata: “Terjadi gerhana matahari pada masa Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW melaksanakan shalat gerhana. Beliau berdiri dalam waktu yang lama sekira membaca surat Al-Baqarah. Lalu ruku’ dalam waktu yang lama, lalu berdiri dalam waktu yang lama namun tidak sepanjang berdiri yang pertama. Kemudian ruku’ dalam waktu yang lama namun tidak sepanjang ruku’ yang pertama. (Lalu berdiri i’tidal, pent) lalu melakukan sujud.

Lalu berdiri (raka’at kedua) dalam waktu yang lama namun tidak sepanjang berdiri pada rakaat pertama. Lalu beliau ruku’ dalam waktu yang lama namun tidak selama ruku’ pada rakaat pertama. Lalu beliau berdiri dalam waktu yang lama namun tidak selama berdiri sebelumnya, lalu beliau ruku’ dalam waktu yang lama namun tidak selama ruku’ sebelumnya. (Lalu berdiri i’tidal, pent) lalu melakukan sujud. Beliau menyelesaikan shalat dan matahari telah nampak.

Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari sekian banyak tanda kekuasaan Allah. Gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seorang manusia atau kelahiran seorang manusia. Maka jika kalian melihat gerhana, berdzikirlah kalian kepada Allah!” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits-hadits tentang shalat gerhana menunjukkan bahwa waktu pelaksanaannya adalah sejak terjadi gerhana sampai gerhana berakhir.

Dalam shalat gerhana, imam membaca surat Al-Fatihah dan surat sesudahnya dengan suara keras. Demikian juga takbiratul ihram, sami’allahu liman hamidah, dan takbir perpindahan antar gerakan. Seperti dijelaskan dalam hadits shahih:

عَنْ  عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا ، ” جَهَرَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي صَلاَةِ  الخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ ، فَإِذَا فَرَغَ مِنْ قِرَاءَتِهِ كَبَّرَ ، فَرَكَعَ وَإِذَا رَفَعَ مِنَ الرَّكْعَةِ قَالَ : سَمِعَ الله لِمَنْ حَمِدَهُ ، رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ ، ثُمَّ يُعَاوِدُ القِرَاءَةَ فِي صَلاَةِ  الكُسُوفِ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ

Dari Aisyah RA berkata: “Nabi SAW mengeraskan bacaannya dalam shalat gerhana. Jika selesai membaca surat, beliau bertakbir dan ruku’. Jika bangkit dari ruku’, beliau membaca dengan keras: Sami’allahu liman hamidahu, rabbana lakal hamdu. Beliau kemudian mengulangi bacaan Al-Fatihah dan membaca surat (lain sesudahnya) dalam shalat gerhana. Beliau melaksanakan empat kali ruku’ dan empat kali sujud.” (HR. Bukhari)

Wallahu a’lam bish-shawab

(Arrahmah/Dz/HK)