Tax Amnesty, Pintu Masuk Dana Haram dan Ilegal

JokowiBlenyun-300x350-1Eramuslim.com – UU 11/2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty merupakan pintu masuk dana haram dan ilegal dari hasil korupsi, traficking, narkoba. Pasalnya, tax amnesty (TA) tidak memerlukan kejelasan sumber dana.

Penegasan itu menjadi salah satu point yang menjadi alasan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak UU tax amnesty. Setidaknya ada enam point krusial yang diteriakkan kalangan buruh pada aksi massa yang digelar hari ini (31/08) di seputaran Gedung Mahkamah Konstitusi.

Enam point penolakan buruh itu tertuang dalam siaran pers yang ditandatangani Presiden KSPI Said Iqbal. “Buruh menolak UU Tax Amnesty telah mencederai rasa keadilan. Buruh dan rakyat yang taat bayar pajak dikejar-kejar dan ditakuti melalui UU TA dengan denda besar, sedangkan pengemplang pajak diampuni”.

KSPI menilai, dengan tax amnesty, Pemerintah telah menekan buruh dengan upah murah melalui PP No 78 Tahun 2015 dan tetap bayar pajak. Tetapi pengemplang pajak malah dikasih Tax Amnesty.

“Sampai satu bulan ini, jumlah denda tax amnesty masih kurang dari 2 persen jauh dari target Rp 165 T dan itupun bukan mayoritas dari repatriasi. Itu berarti, UU Pengampunan Pajak ini sudah gagal yang tujuannya menarik dana repatriasi Rp 3.000 – Rp 11.000 Triliun dari luar negeri, tapi malah menyisir remeh temeh pajak masyarakat dalam negeri,” beber Said Iqbal.

Tak hanya itu, tax amnesty melanggar HAM, karena orang yang mengungkapkan kebenaran data pengemplang pajak malah dipidana 5 tahun. “Dengan tax amnesty, hukum telah dibarter dengan uang. Seharusnya pengemplang pajak dipaksa bayar, bukan malah diampuni,” tegas Said Iqbal.

Diberitakan sebelumnya, ratusan buruh se-Jabodetabek melakukan aksi mengawal sidang perdana Judicial Review UU TA (31/08). Buruh meminta kepada para hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengabulkan gugatan buruh yaitu mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU TA.

Buruh menggugat Pasal 1, 3, 4, 21, 22, 23, 24 yang kesemuanya bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 23, 23A. Di mana, ditegaskan bahwa pajak adalah kewajiban yang bersifat memaksa, bukan pengampunan. UU TA juga melanggar pasal Pasal 27 UUD 45, bahwa setiap warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum.

Dengan UU Pengampunan Pajak, jelas posisi korporasi dan pemilik modal yang ngemplang pajak tidak sama kedudukan hukumnya dengan buruh dan rakyat yang selalu taat bayar pajak dan kalau telat bayar maka didenda.

Selain itu, UU TA juga bertentangan dengan Pasal 34 UUD 1945 yang mengatur tentang HAM. Pada 21, 22, 23, dan 24 UU TA jelas melanggar HAM, yaitu orang yang mengungkap kebenaran tentang pengemplang pajak akan dipidana 5 tahun dan dengan sistem tertutup, di mana data pengemplang pajak dan besaran dendanya tidak boleh dibuka ke publik. Hal ini rawan korupsi dan melanggar UU Keterbukaan Informasi Publik serta prinsip-prinsip “good corporate governance”. (ts/pm)