Intifadhah Sebabkan Zionis-Israel Kehilangan Orang-Orang Jeniusnya

tentara zionisEramuslim.com – Intifadhah al-Quds yang terus berlanjut membuat situasi putus asa untuk mengembalikan keamanan yang diharapkan, dan kepanikan meluas memburu anak-anak dan kalangan dewa di masyarakat Zionis.

Beberapa hari yang lalu, media Zionis mengungkap terjadinya peningkatan migrasi ke luar negeri. Hak ini jelas menjadi tekanan besar bagi perusahaan-perusahaan wisata dan perjalanan Zionis. Di saat yang sama banyak kalangan muda dan keluarga Zionis di luar negeri sepakat untuk tidak kembali karena mereka tidak melihat masa depan untuk mereka dan untuk anak-anak mereka di negara entitas Zionis.

Bahaya terbesar dan stratetis yang masih mengancam penjajah Zionis adalah apa yang diungkap media Zionis mengenai bahaya yang sedang dihadapi institusi keamanan Zionis akibat hengkangnya orang-orang cerdas dan otak encer yang memiliki spesialisasi di sektor terknologi, yaitu dengan meninggalkan tempat-tempat kerja mereka di militer dan hengkang ke perusahaan-perusahaan swasta atau lari ke luar negeri.

Bahaya Strategis

Surat kabar Zionis Yedeot Aharonot mengungkap ketakutan yang dialami sistem keamanan dan militer akibat dari fenomena “Brain Drain” atau human capital flight ini, yaitu peristiwa hengkangnya tenaga ahli, pemikir, intelektual potensial dari institusi keamanan penjajah Zionis. Mereka menyebutnya sebagai “bahaya strategis paling besar”, yang mengancam masa depan militer penjajah Zionis, akibat hengkangnya orang-orang cerdas di bidang teknologi dari militer selama beberapa tahun terakhir.

Yedeot Aharonot menjelaskan dalam laporannya tentang adanya data yang mengkhawatirkan terkait dengan hengkangnya para pakar teknologi modern di militer baru-baru ini, yang bisa mengancam kemunduran militer dari pasukan militer canggih, di saat di mana kebutuhan bertumpu pada teknologi militer menjadi hal yang sangat mendesak.

Aharonot menjeaslan bahwa sebab yang mendorong para pakar teknologi tersebut meninggalkan termpat kerjanya dan meninggalkan negara Israel atau bekerja ke sektor swasta, adalah masalah gaji yang rendah di militer. Mareka hanya digaji 10 ribu shekal, sementara di perusahaan swasta mereka digaji hingga 30 ribu shekel lebih atau sekitar 8,5 ribu dolar tiap bulannya.

Aharonot menyatakan, sebuah ancaman besar sedang dihadapi keunggulan teknologi militer Israel dibandingkan dengan yang lainnya, karena “para perwira istimewa” meninggalkan militer dan mendapatkan pekerjaan di perusahaan-perusahaan teknologi besar, yang menjanjikan masa depan ekonomi yang lebih luas dan lebih besar. Hal ini berdampak kepada kemampuan militer dari sisi teknologi dibandingkan dengan negara seperti Iran misalnya.

Bom Waktu

Kepala Divisi Intelijen Militer Zionis “Aman”, Hrtse Halevy, dalam pernyataan yang dirilis surat kabar Ha’arez mengatakan, “Iran dan Israel sedang dalam perang teknologi. Beda antara keduanya sudah tidak ada. Karena itu sangat prihatin dan khawatir keputusan yang membatalkan rekrutmen paksa (wajib) di negara Israel.”

Dia mengingatkan bahwa langkah ini (membatalkan rekrutmen wajib) ini akan menjadi pukulan telak bagi militer dan keamanan internal di negara Israel, khususnya karena militer akan kehilangan tenaga-tenaga muda istimewa dan mereka tidak akan bertugas di militer.

Ha’arez mengungkap data yang menunjukkan bahwa 13,2% perwira istimewa telah memutuskan hengkang dari militer pada tahun 2011 untuk bekerja di perusahaan-perusahaan swasta. Pada tahun 2015 ini fenomena ini meningkat secara drastis, mencapai 34,4% perwira hengkang dari bertugas di unit-unit teknologi militer, di antaranya adalah “unit 8200”, yang telah meningkatkan posisi Israel sebagai negara nomot dua di dunia dalam perang teknologi.

Saluran TV10 Zionis baru-baru ini menyebutkan bahwa bertugas di unit ini telah menjadi “paspor dalam pandangan para pemuda Israel” untuk menjadi para milyuner karena mereka ditampung di perusahaan-perusahaan teknologi terdepan, atau karena mereka mendirikan perusahaan-perusahaan.

Karena itu, berdasarkan data-data tersebut Ha’arez menyatakan bahwa penyebutan yang konkrit untuk fenomena tersebut adalah “bom waktu strategis”. Karena penurunan drastis akan dialami tingkat teknologi militer Zionis. Hal ini dengan sendirinya menjadi faktor kecemasan besar, untuk menghadapi perang yang akan datang di medan teknologi. Seperti pengakuan yang diungkap oleh Jenderal Michal Ben Mobhar, kepala Departemen Administrasi di Departemen Sumber Daya Manusia di Staf Angkatan Bersenjata Israel. Dia mengakui, “Kami sedang menghadapi situasi sulit. Ini bukan masalah personel biasa pada sumber daya tetap yang dipecat dari militer, namun data ini hanya berbicara tentang para personel sumber daya tetap di barisan tenaga-tenaga potensial yang diminta oleh para komandan mereka untuk tetap bertahan dalam tugas.”

Para pengamat urusan Zionis menilai bahwa laporan soal hengkangnya para pakar teknologi dari militer karena alasan gaji, adalah upaya untuk menutupi sebab sesungguhnya di balik fenomena “brain drain” ini. Karena sebab yang sesungguhnya adalah kegagalan sistem keamanan secara keseluruhan dalam mengendalikan peristiwa-peristiwa intifadhah Palestina. Sebuah negara seperti “Israel” yang mendanai milyaran dolar untuk keamanannya, tidak mungkin tidak bisa menjamin gaji yang pantas untuk para pakar teknologi seperti mereka.

Para analis menilai, waktu rilis laporan ini memiliki petuntuk-petunjuk penting, terutama berkaitan dengan intifadhah al-Quds yang telah mencabut kosakata “aman” dari jiwa warga Israel. Jadi, yang terjadi adalah hengkang untuk mencari aman dan bukan untuk mencari gaji.(ts/infopalestina)