Siapa Zine al-Abidine Ben Ali?


Pada Jumat, 14 Januari 2011, Zine al-Abidine Ben Ali meninggalkan negaranya Tunisia, setelah protes besar-besaran; yang membuatnya ia mengakhiri pemerintahannya yang berlangsung selama 23 tahun.

Lahir tahun 1936 di kota Sousse dari sebuah keluarga sederhana, Ben Ali menyelesaikan pendidikannya di Prancis dan AS.

Ia dibesarkan dalam hirarki keamanan Tunisia dan menjabat sebagai duta besar Tunisia untuk Polandia pada awal tahun 1980.

Pada tahun 1987, ia diangkat sebagai perdana menteri. Setelah Habib Bourguiba, Ben Ali langsung menjadi presiden, dan memimpin Tunisia dalam proses transisi bertahap menuju demokrasi.

Pada tahun 1999, ia mengizinkan pemilihan presiden multi-partai, di mana ia menang telak. Ben Ali memenangkan pemilu terakhirnya pada tahun 2009, namun suaranya turun di bawah 90 persen.

Ben Ali mengubah konstitusi dua kali untuk memungkinkan dirinya menjadi presiden selama mungkin. Meskipun ia dipuji karena pencapaian stabilitas dan kemakmuran ekonomi di Tunisia, Ben Ali dikritik karena menekan kebebasan politik.

Di bawah pemerintahannya, Tunisia memasuki pertumbuhan ekonomi yang mantap dan reformasi ekonomi. Negara Afrika Utara ini juga menjadi tujuan utama bagi wisatawan Eropa. Tapi pengangguran di kalangan rakyatnya membengkak, dan sebagian besar rakyat Tunisia tetap miskin.

Dalam gaya penguasa Arab kebanyakan, wajah Ben Ali wajib hadir di Tunisia, dengan poster-poster raksasa sang presiden terlihat di ruang publik di seluruh negeri.
Tetapi di bawah kekuasaan Ben Ali, kebebasan politik dibatasi ketat.

Protes politik tidak ditolerir dan kelompok hak asasi manusia menuduh rezim Ben Ali menangkapi dan memperlakukan para pembangkang politik dengan begitu buruk.
Elit penguasa Ben Ali juga menghadapi tuduhan korupsi berulang-ulang.

Ben Ali menikah dua kali dengan enam orang anak. Istri keduanya, Leila Trabelsi, memainkan peran penting dalam kehidupan publik Tunisia dan diduga membantu mengumpulkan kepemilikan ekonomi yang besar untuk keluarga besarnya. Pemerintahan Ben Ali mulai retak di bawah protes besar-besaran atas meningkatnya pengangguran di negara ini.

Dia awalnya menyalahkan demonstrasi pinggiran "ekstremis." Tapi dia mengubah taktik pada tanggal 13 Januari, menyatakan penyesalan mendalam atas kematian para pengunjuk rasa, berjanji untuk memperkenalkan kebebasan media, juga serta menjanjikan untuk turun pada tahun 2014.

Sehari kemudian ia mengundurkan diri, setelah tawaran konsesi gagal memadamkan kerusuhan. (sa/onislam)