Jamin Pelaksanaan Ibadah di Madinah, DPR Minta Pemondokan Haji 2009 di Wilayah Markaziyah

Tim Pengawas Haji dari Komisi VIII DPR RI meminta agar seluruh pemondokan jamaah haji 2009 berada di Madinah seluruhnya berada di wilayah Markaziyah (ring I) atau 500 meter dari Masjid Nabawi, dan tidak ada lagi di wilayah non-Markaziyah (ring II).

"Dalam rapat Panja DPR RI dengan Menteri Agama tentang BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji), kami usulkan jemaah kita berada di Markaziyah semuanya," kata pimpinan rombongan DPR RI yang juga Wakil Ketua Komisi VIII DPPRI, M Said Abdullah, di Madinah, Rabu.

Ia mengatakan, jamaah haji Indonesia saat ini ada 65 persen berada di Markaziyah dan 35 persen sisanya di kawasan non-Markaziyah.

"Kalau di Markaziyah semuanya, keamanan mereka tentu lebih terjamin, karena jemaah haji yang kecelakaan umumnya dari kawasan non Markaziyah," imbuhnya.

Selain itu, lanjutnya, jamaah haji yang berada di kawasan non-Markaziyah tidak harus kehabisan tenaga untuk mengejar waktu menggenapkan ibadah Arbain di Masjid Nabawi, Madinah.

"Jamaah haji yang berada di kawasan non-Markaziyah memang mendapatkan uang pengembalian pemondokan sebesar 100 riyal, tapi mereka harus mengeluarkan uang 1 riyal per-orang untuk sekali naik mobil sewaan ke Masjid Nabawi," ujarnya.

Jamaah haji sektor II dan V yang letaknya diluar non markaziyah, berinisiatif untuk menyewa mobil untuk pulang dan pergi ke masjid Nabawi, harga sewanya antara 2-4 riyal untuk pulang-perginya.

Ketika ditanya kemungkinan penempatan seluruh jamaah haji di kawasan Markaziyah akan menyebabkan BPIH mengalami kenaikan, Said mengatakan hal itu tidak perlu terjadi, karena tanpa ada uang pengembalian, sewa pemondokan mungkin cukup.

"Karena itu, saya minta tim perumahan dan katering sudah melakukan peninjauan lokasi paling akhir pada Februari mendatang," tandasnya.

Tim Pengawas Haji dari Komisi VIII DPRRI mendatangi beberapa pemondokan di sektor V, sektor II, dan sektor I Madinah, Rabu (19/11). Saat berdialog, jamaah haji mengungkapkan berbagai keluhan terkait pemondokan, misalnya lift yang kondisinya terbatas sehingga harus bergantian, keterbatasan kamar mandi, keterbatasan stop kontak listrik, dan karpet yang kotor.

"Kalau kita ingin menggunakan disiasati lift harus bergantian, atau kalau pada jam-jam sholat yang lebih didahulukan yang orang-orang tua atau perempuan. Kalau yang jamaah haji yang muda bisa menggunakan tangga," ujar salah satu jamaah haji Ahmad Munir Gini saat berdialog dengan tim pengawas haji komisi VIII DPRRI.

Ketua Sektor V Madinah Khairunnas mengakui, memang jumlah kamar mandi disetiap lantai hanya berjumlah dua yang akan digunakan oleh jamaah haji dari beberapa kamar. Akan tetapi untuk masalah kebersihan, dikatakannya, pihaknya telah menyampaikan kepada pengelola perumahan agar bisa membersihkan kamar sebelum, termasuk menganti sprai, selimut, dan lantai kamar, sebelum ditempati jamaah haji Indonesia.

"Kalau ada keluhan dari jamaah insya allah kami langsung meresponsnya. Mengenai kekurangan air, terkadang disebabkan ketidaktahuan mereka menggunakan fasilitas. Namun hal itu segera bisa diatasi," katanya.

Ia mengatakan, sejumlah jamaah yang berada di pemondokan non Markaziyah itu mengeluhkan jauhnya jarak antara pemondokan dengan masjid Nabawi. Akan tetapi, Khairunnas mencoba menjelaskan bahwa keterbatasan tempat di wilayah markaziyah (dekat dengan Masjid Nabawi) yang tidak sebanding jumlah jamaah haji Indonesia yang banyak, menjadi penyebab semua jamaah tidak dapat semuanya ditempatkan di wilayah tersebut.

"Tapi jamaah yang berada di wilayah non markaziyah sudah mendapat uang penggantian sebesar 100 riyal," jelasnya. Dan hal itu dibenarkan oleh jamaah haji yang hadir ikut mendampingi Tim Pengawas Haji.(novel)