Rahasia Meraih Sukses Tanpa Henti (Bagian 3)

Sukses: Keseimbangan Hidup

“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (QS. 67 : 3)

Indikator kesuksesan bukanlah ketika Anda kaya, tenar atau memiliki jabatan yang tinggi. Usahawan John D. Rockefeller, seorang pria kaya yang mendermakan uangnya lebih dari $350 juta selama hidupnya, pernah ditanya berapa jumlah uang yang diperlukan untuk memberi kepuasan kepadanya. Jawabannya, “Hanya sedikit saja”. Novelis H.G. Wells juga pernah berkata bahwa kekayaan, ketenaran dan kekuasaan sama sekali bukan ukuran kesuksesan.

Dalam konteks yang agak berbeda, Hasan Al Bashri pernah berkata, “Barangsiapa mengajakmu berlomba-lomba dengan kebajikan, maka berlombalah dengan dia! Dan barangsiapa mengajak berlomba-lomba dengan dunia, maka lemparkanlah dunia itu pada lehernya! Dunia dengan perhiasannya yang berupa kekayaan, ketenaran dan kedudukan akan membuat kita tergoda untuk berlomba-lomba mendapatkannya." Hasan Al Bashri memahami bahwa hal itu adalah kesuksesan semu, maka ia berkomentar dengan agak keras agar dilemparkan saja ‘dunia’ itu.

Oleh karena itu, cukuplah sudah bukti bahwa kaya, popularitas dan jabatan bukanlah kesuksesan dan kebahagiaan yang Anda idamkan. Ia hanyalah salah satu sarana agar Anda mendapatkan peluang lebih banyak untuk memperoleh sukses sesungguhnya. Itu pun hanya salah satu sarana, bukan sarana satu-satunya. Anda perlu lebih terfokus untuk mencari kesuksesan yang sejati. Yang betul-betul bisa membuat Anda bahagia. Apa itu? Yang pertama adalah menjaga keseimbangan hidup Anda.

Keseimbangan adalah Hukum Alam

Coba Anda lihat alam semesta ini. Anda pasti melihat ada keseimbangan di dalamnya. Ada gunung dan lembah. Ada air dan api. Ada laki-laki dan wanita. Ada miskin dan kaya. Ada warna hitam dan putih.

Ketika dinosaurus punah, alam ditempati oleh binatang-binatang penggantinya yang lebih cocok dengan situasi alam yang telah berubah. Ketika manusia menebangi hutan sembarangan, alam yang tidak seimbang bereaksi dengan mengirimkan air bahnya kepada manusia, sehingga terjadi bencana banjir. Alam bekerja dengan hukum keseimbangan.

Tubuh kita juga bekerja dengan hukum keseimbangan. Kita melangkah dengan seimbang dengan bobot yang didistribusikan secara sama pada kedua belah kaki kita. Tangan kanan dan kiri kita bergerak secara harmonis dan saling bantu membantu. Mata kita ada sepasang, sehingga kita bisa melihat dengan lebih jelas dibandingkan kalau kita hanya melihat dengan sebelah mata. Bentuk raut muka kita juga seimbang antara kanan dan kiri.

Nafas kita juga bergerak teratur dan disesuaikan dengan detak jantung kita. Otak bagian dan kiri kita juga seimbang beratnya. Ketika kita bekerja terlalu lelah dan kurang istirahat, tubuh kita bereaksi dengan menampakkan gejala kesakitan tertentu. Kemudian ketika tubuh benar-benar sakit, maka zat-zat antibodi di dalam tubuh berusaha untuk menyembuhkannya agar tubuh kita kembali berada dalam keseimbangan. Tubuh kita bekerja dengan prinsip keseimbangan.

Jika alam dan tubuh kita bekerja dengan prinsip keseimbangan, maka manusia yang sukses juga adalah manusia yang hidupnya seimbang. Mengapa? Karena kita tak mungkin melawan hukum keseimbangan yang telah given (ada dengan sendirinya) di alam semesta ini. Kita akan ‘kalah’ melawan alam dan tubuh kita sendiri jika kita mencoba hidup tidak seimbang. Sebab kita hidup di dalamnya dan menjadi anggota dari alam semesta yang seimbang ini.

Mungkin Anda pernah melihat ada orang yang mampu melawan hukum keseimbangan alam. Misalnya, orang yang bisa menaklukan gunung Everest (gunung tertinggi di dunia) tanpa bantuan alat oksigen; atau orang yang bisa bertahan di dalam balok es yang sangat dingin; atau orang yang mampu berjalan di atas api. Namun contoh-contoh yang disebutkan itu juga masih berada dalam hukum keseimbangan alam. Karena orang yang mampu melakukannya pasti telah melakukan latihan dan usaha-usaha tertentu, sehingga ia kelihatannya ‘hebat’ di mata orang lain. Tapi sebenarnya ia melakukan hal itu karena bekerja sama dengan hukum keseimbangan alam.

Apa yang Dimaksud Hidup Seimbang?

Hidup seimbang berarti hidup dengan menjaga dua bentuk keseimbangan, yaitu keseimbangan internal dan eksternal.

Keseimbangan internal adalah keseimbangan dalam memenuhi hak dari diri Anda sendiri. Diri Anda memiliki empat dimensi, yaitu dimensi fisik, emosional, mental dan spritual. Masing-masing dimensi perlu dilayani haknya agar diri Anda seimbang. Hak dari dimensi fisik adalah kesehatan tubuh. Hak dari dimensi emosional adalah perasaan yang bersih. Hak dari dimensi mental adalah pikiran yang jernih. Hak dari dimensi spritual adalah kedekatan dengan Tuhan. Semua itu perlu dipenuhi haknya jika Anda ingin dikatakan hidup dengan seimbang.

Keseimbangan eksternal adalah keseimbangan dalam memenuhi hak orang-orang di sekitar Anda. Anda mungkin sudah mengtahui bahwa setiap orang pasti memiliki beberapa peran yang berbeda dalam hidupnya. Anda misalnya, mungkin memiliki peran sebagai ayah bagi anak Anda, suami bagi isteri Anda, anak bagi orang tua Anda, mahasiswa jika Anda kuliah, dan juga menjadi warga di dalam lingkungan sekitar Anda. Dalam contoh tadi berarti Anda memiliki 5 peran dalam hidup Anda.

Orang yang hidupnya seimbang melayani semua peran dalam hidupnya dengan baik. Artinya, ia memenuhi semua hak dari setiap peran hidupnya. Ketika Anda dapat memenuhi semua hak tersebut, baik dalam keseimbangan internal maupun eksternal, maka Anda telah berhasil menyeimbangkan hidup Anda. Sebaliknya, jika satu atau lebih dari hak-hak dalam hidup Anda terbengkalai, maka berarti hidup Anda tidak seimbang.

Dampak dari Orang yang Tidak Hidup Seimbang

Jika Anda hidup tidak seimbang, maka Anda melawan hukum keseimbangan. Anda tak dapat melawan hukum keseimbangan itu. Cepat atau lambat Anda akan merasakan akibatnya, yaitu :

1. Gelisah terus menerus
Dampak pertama dari hidup yang tidak seimbang adalah kegelisahan yang terus menerus. Anda merasa ada yang tidak lengkap dalam hidup ini. Ada yang tercecer dan yang terabaikan, sehingga Anda sering dilingkupi rasa bersalah (feeling guilty).

Mungkin Anda pernah menyaksikan film Leathal Weapon. Film yang berkisah tentang dua orang polisi. Polisi yang satu sudah lama berkarir dan bahagia dengan keluarganya. Sedang polisi yang satu lagi baru berkarir dan rumah tangganya kurang bahagia. Ia bercerai dengan istrinya.

Dikisahkan dalam film itu bagaimana konflik batin yang dialami polisi yang bercerai dengan isterinya itu. Ia sering diliputi rasa bersalah dan penyesalan, sehingga hidupnya selalu gelisah. Ia digambarkan sering melakukan tindakan yang ceroboh, nekat, dan emosional dalam menjalankan perannya sebagai polisi. Untung ia selalu didampingi oleh polisi bijak yang keluarganya bahagia, sehingga selalu selamat dari bahaya melawan kekejaman penjahat.

2. Keberhasilan yang selama ini telah dicapai akan berubah menjadi kegagalan
Kehidupan yang tidak seimbang akan menghancurkan kesuksesan Anda selama ini. Sebagai contoh, ketika Anda sukses berkarir tapi abai menyediakan waktu untuk mengurus isteri/suami Anda, maka cepat atau lambat istri/suami akan ‘merongrong’ keberhasilan Anda dalam karir.

Mereka akan menuntut Anda, bahkan mungkin menuntut secara berlebihan sebagai pelampiasan terhadap kewajiban Anda yang selama ini terabaikan. Jika Anda tak dapat memenuhinya, mungkin hubungan Anda dengan isteri/suami akan berakhir dengan perceraian atau pertengkaran terus menerus. Dampak dari kegagalan rumah tangga ini, bisa mengganggu konsentrasi Anda dalam karir, sehingga cepat atau lambat karir Anda yang sukses akan menurun prestasinya, bahkan dapat hancur jika Anda tak mampu mengatasinya. Ini adalah hukum keseimbangan. Hukum yang akan bereaksi ketika Anda hidup tidak seimbang.

3. Menyakiti orang lain
Ketika Anda hidup tidak seimbang, kemungkinan besar akan ada orang lain yang hak dan kewajibannya Anda abaikan. Ia mungkin akan kecewa dan sakit hati dengan Anda. Pada saat itu, Anda telah mengorbankan yang penting dalam hidup Anda, yaitu hubungan baik dengan orang lain. Rusaknya hubungan akan berdampak pada hilangnya kerjasama, bantuan dan rida dari orang lain. Hal ini jelas akan menyulitkan Anda untuk memperoleh sukses.

4. Tidak bisa menikmati kesuksesan yang lebih besar
Jika Anda hidup tak seimbang, Anda akan sulit untuk memperoleh kesuksesan lebih besar lagi. Hal ini karena ketidakseimbangan akan menganggu konsentrasi Anda untuk bergerak maju. Waktu, pikiran dan tenaga Anda habis untuk menyelesaikan masalah yang muncul dari ketidakseimbangan itu.

Sebagai contoh, Anda sibuk bekerja tapi lupa menjaga kesehatan tubuh. Ketika Anda jatuh sakit, mungkin butuh waktu lama untuk sembuh kembali. Bahkan mungkin sakit itu menjadi kronis dan menahun. Waktu, pikiran dan tenaga Anda jelas akan beralih pada penyembuhan penyakit tersebut. Konsentrasi Anda untuk sukses yang lebih besar lagi akan terganggu. Anda menjadi terhalang untuk memperoleh sukses berikutnya atau sukses yang lebih besar lagi.

5. Mengorbankan sesuatu yang berharga
Hidup yang tidak seimbang membuat Anda mengorbankan sesuatu yang berharga dalam hidup Anda. Hal itu bisa berupa hubungan baik dengan orang lain yang Anda hancurkan, kesehatan yang Anda abaikan, cita-cita luhur yang Anda lupakan, dan lain-lain. Sesuatu yang berharga itu mungkin baru disadari di kemudian hari, sehingga terlambat dan hanya penyesalan yang didapat. Persis seperti cerita seorang anak yang sibuk berkarir dan lupa kepada ibunya.

Suatu ketika, ia mendatangi ibunya yang lama tidak dikunjunginya di rumah jompo. Ia membawa es krim kesukaan ibunya. Es krim itu diterima ibunya dengan sangat gembira. Ibunya berkata, “Sungguh kamu anak baik yang memperhatikan orang lain. Anakku tidak seperti kamu, ia sudah lama melupakanku”.

Ternyata mata sang ibu sudah rabun dan telinganya sudah tuli. Ia tidak tahu bahwa yang memberikan es krim itu anaknya sendiri. Seketika itu juga si anak menangis tersedu-sedu. Ia sadar bahwa selama ini telah melupakan ibunya. Ia bertekad untuk lebih memperhatikan ibunya. Namun semua itu terlambat, karena keesokan harinya ibunya telah meninggal. (bersambung)