Sukses Itu : Menikmati Kemenangan-Kemenangan

(Bagian ke-10 dari tulisan “Rahasia Meraih Sukses Tanpa Henti”)

“Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata,” (QS. 48 : 1).

Suatu ketika Ibrahim bin Adham berkata, “Seandainya para raja dan sultan itu mengetahui betapa nikmatnya hidup yang sedang aku jalani saat ini, niscaya mereka akan merebutnya walau dengan menggunakan pedang-pedang mereka”. Perkataan ini niscaya hanya keluar dari orang yang bahagia hidupnya. Ibrahim bin Adham tentu tidak sedang mengemukakan retorika belaka tapi ia memang mengalami kebahagiaan itu sendiri.

Nada yang hampir sama juga pernah dilontarkan Ali bin Abu Tholib ketika ditanya oleh para sahabatnya , “Wahai Ali, engkau begitu tenang dan menikmati ibadah yang engkau lakukan. Apakah engkau melihat Tuhan?” Ali dengan mantap menjawab: “Jika aku tidak melihat Tuhan, buat apa aku beribadah kepadanya?”. Jawaban Ali menunjukkan kedekatannya kepada Tuhan, sehingga ia mengalami kebahagiaan yang terus menerus.

Ada sebagian orang yang mengatakan bahwa kebahagiaan, apalagi kebahagiaan yang terus menerus, hanya akan kita dapatkan di surga. Di dunia kita tak mungkin mengalami kebahagiaan terus menerus. Mereka berdalih bahwa hidup ini ada suka dan duka. Ada penderitaan dan kesenangan. Dunia bagaikan roda berputar. Kadang kita berada di bawah yang artinya mengalami musibah. Kadang kita berada di atas yang artinya mengalami kejayaan.

Anggapan ini mungkin ada benarnya karena kebanyakan orang memang mengalami kondisi suka dan duka secara silih berganti. Namun anggapan tersebut tidak seluruhnya tepat. Ada orang yang dapat mengalami kebahagiaan terus menerus di dunia ini, seperti yang dialami Ibrahim bin Adham dan Ali bin Abu Tholib.

Permasalahannya adalah apakah kita bisa mengalami kebahagiaan yang terus menerus itu? Apa kuncinya dan bagaimana cara memperolehnya?

Syukur : Kunci Kebahagiaan

Percayakah Anda pada Tuhan? Jika Anda percaya pada Tuhan, tentu Anda juga harus percaya pada kuasanya yang besar di alam semesta ini. Tuhan Maha Tahu dan Maha Mengatur alam semesta ini. Ia tak mungkin membiarkan apa yang terjadi di alam semesta ini luput dari perhatian-Nya. Ia juga memperhatikan Anda dan apa yang Anda lakukan. Ia mempunyai ‘rencana besar’ untuk mengatur alam semesta ini. Inilah yang disebut dengan takdir.

Imam Ghazali mengatakan bahwa syukur berarti berterima kasih kepada Tuhan dengan menerima secara tulus apa pun yang terjadi dalam kehidupan kita sebagai takdir (ketentuan) Tuhan. Ketika kita tidak rela, sedih, kecewa, frustasi, apalagi “memprotes” kepada Tuhan terhadap kondisi yang dialami, maka pada hakekatnya kita tidak bersyukur.

Orang yang bersyukur yakin bahwa apa yang terjadi pada dirinya, baik itu kesulitan atau kesenangan, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari ‘rencana besar’ Tuhan. Oleh karena itu buat apa ia bersedih, kecewa atau frustasi terhadap musibah dan kesulitan yang dihadapinya karena hal itu merupakan ketentuan Tuhan. Lebih baik ia menerimanya dengan lapang dada karena bagaimanapun ia tak kuasa mencegah bencana itu terjadi padanya. Baru setelah itu ia berupaya memperbaiki keadaan sambil terus berlapang dada. Inilah makna syukur yang sebenarnya.

Syukur juga berarti berterima kasih kepada Tuhan terhadap apa pun yang kita alami. Sebab jika direnungkan banyak sekali kenikmatan yang telah kita terima dan rasakan. Sesungguhnya banyaknya kesulitan yang kita alami tak sebanding dengan banyaknya kesenangan yang kita terima. Ketika Anda mengalami kesulitan keuangan, Anda masih memiliki banyak kenikmatan lainnya, seperti diri Anda, keluarga, teman, dan lain-lain. Ketika Anda kehilangan orang yang dikasihi, Anda masih memiliki banyak orang yang dikasihi lainnya. Ketika Anda dikucilkan orang lain, Anda masih mempunyai diri Anda yang tak ternilai harganya. Pokoknya banyak sekali kenikmatan yang kita miliki dibandingkan yang hilang dari diri kita. Orang yang bersyukur selalu melihat nikmat-nikmat yang banyak itu. Al Fudhail bin Iyadh berkata, “Tetaplah mensyukuri nikmat, sebab jarang sekali nikmat yang telah hilang akan datang kembali. Sesungguhnya yang sangat mengetahui nikmat air itu hanya orang-orang yang benar-benar haus”. Sebaliknya, orang yang tidak bersyukur lebih melihat nikmat yang hilang dari dirinya. Mungkin karena ia lebih sering melihat ‘ke atas’ (orang yang lebih banyak nikmatnya dari dirinya) bukan sering melihat ‘ke bawah’ (orang yang lebih sedikit nikmatnya dari dirinya). Inilah makna syukur berikutnya.

Jika Anda menghayati dua makna syukur itu pasti perasaan Anda akan selalu tenang dan bahagia terhadap apa pun yang terjadi. Persis seperti yang dialami Benigno dalam film “Life is Beautiful”. Film tersebut mengisahkan seorang Yahudi yang ditangkap bersama anaknya oleh Nazi Jerman. Berbeda dengan teman-temannya yang merasa sedih dan frustasi karena ditangkap dan sebentar lagi akan dikirim ke kamar gas Nazi Jerman, Benigno justru tetap gembira dan bahagia. Apalagi ia tak ingin agar anaknya turut sedih atas apa yang dialaminya. Ia memberi tahu anaknya bahwa apa yang terjadi hanyalah permainan belaka. Ia berupaya menghadirkan keceriaan di tengah-tengah maut yang segera menghampirinya.

Life is beautiful! Hidup ini indah! Itulah paradigma Benigno. Paradigma Ibrahim bin Adham dan Ali bin Abu Tholib. Paradigma bagi mereka yang ingin bahagia dan sukses tanpa henti. Paradigma orang-orang yang bersyukur. Mereka melihat dunia ini seperti ‘permainan’ yang perlu dinikmati. Kalah dan menang adalah biasa dan tak usah dianggap serius. Apalagi sampai membuat sedih, stres dan frustasi.

Paradigma Permainan dan Kemenangan

Paradigma dunia sebagai permainan sebetulnya bukan hal yang aneh. Dunia adalah permainan jika kita yakin bahwa Tuhan memang telah mengatur apa saja yang terjadi dunia ini. Kita menjadi pemain yang segala aturan permainannya telah diatur dan ditentukan Tuhan. Pemain yang baik adalah mereka yang menjalankan permainan sesuai dengan aturan yang dibuat Tuhan. Kreativitas dan kebebasan kita dibatasi oleh aturan permainan yang ditentukan Tuhan.

Orang yang tak setuju dengan paradigma dunia adalah permainan mungkin khawatir akan dampaknya yang buruk dari paradigma tersebut. Mereka khawatir hal ini dijadikan alasan bagi banyak orang untuk bersenang-senang tanpa batas dan aturan. Membuat manusia malas dan tidak sungguh-sungguh meningkatkan kualitas dirinya. Anggapan ini benar jika yang diambil hanya kata ‘permainan’ saja yang identik dengan main-main dan tidak serius. Namun permainan yang benar biasanya tidak sekedar main-main. Ada aturan dan keseriusan dalam permainan. Coba Anda lihat permainan sepakbola, bulutangkis, atau permainan anak-anak seperti play station. Disitu ada aturan dan keseriusan jika ingin menang terus. Jadi paradigma dunia adalah permainan tidak salah, jika yang dimaksud adalah permainan dengan aturan dan keseriusannya untuk memperoleh kemenangan yang terus menerus.

Karena dunia ini adalah ‘permainan’, yang perlu Anda lakukan adalah menikmati permainan tersebut. “Seperti dalam permainan kartu, begitu pula permainan hidup. Kita mesti memanfaatkan yang kita terima. Kepuasannya bukan terletak pada kemenangan, tetapi karena berhasil memainkan kartu jelek dengan sebaik-baiknya,” begitu kata Josh Billing. Jadi jika Anda kalah (mengalami kesulitan dan musibah), tak perlu kecewa dan bersedih karena hal itu hanya ‘permainan’. Buat apa Anda marah dengan sesuatu yang main-main. Sebaliknya, jika menang (mengalami kemudahan dan keberhasilan), nikmatilah dengan sepenuh perasaan. Anda bisa merayakannya dengan gembira karena telah menang dalam ‘permainan’ di dunia ini. Dengan gembira dan senang, Anda meningkatkan kepercayaan diri dan potensi Anda untuk meraih kemenangan-kemenangan berikutnya. Sebaliknya kesedihan dan kekecewaan akan menggerus kepercayaan diri dan potensi Anda, sehingga membuat Anda sulit memperoleh kemenangan berikutnya.

Jadi yang perlu Anda lakukan adalah berupaya memperoleh kemenangan terus menerus dalam ‘permainan’ dunia ini. Ketika Anda memperoleh kemenangan dan menikmatinya, maka Anda menjadi orang yang sukses. Sebaliknya semakin sedikit kemenangan yang Anda peroleh dan nikmati semakin gagal Anda dalam hidup. Siriy Assaqathi berkata, “Siapa yang tidak menghargai nikmat, maka akan dicabut nikmat itu dalam keadaan ia tidak mengetahui”.

Sukses tanpa henti akan Anda dapatkan ketika Anda terus menerus hidup dalam kemenangan. Ketika Anda menjadikan hidup ini sebagai rangkaian kemenangan. Anda tidak hanya terfokus pada tujuan, tapi Anda menjadikan proses untuk mencapai tujuan sebagai rangkaian kebahagiaan dan kepuasan. Bahkan menurut Mahatma Gandhi kepuasaan dalam ‘perjalanan’ lebih besar daripada kepuasaan ketika sudah sampai pada tujuan. “Kepuasan sebenarnya terletak pada usaha yang kita lakukan, bukan pada puncak pencapaiannya,” ujar Mahatma Gandhi.

Makna sukses sebagai menikmati kemenangan akan mudah Anda dapatkan. Ini karena kemenangan yang dimaksud adalah bersyukur dan menikmati apa yang Anda terima dan hasilkan. Seperti yang dikatakan Adelaide Keen, “Bukan yang kita miliki yang membuat kita sukses, tetapi yang dapat kita hargai dan nikmati.” Bukankah ini lebih mudah dan bisa dilakukan siapa saja, jika ia mau mensyukuri apa pun yang terjadi pada dirinya?

Bentuk dan Indikator Kemenangan

Persoalannya adalah apa bentuk kemenangan itu sesungguhnya? Apakah dalam bentuk menang dalam suatu perlombaan dengan orang lain seperti yang lazim dipahami? Misalnya, menang dalam pertandingan lomba lari atau balap mobil? Jawabannya, tidak persis sama dengan istilah menang dalam lomba. Perbedaannya terletak pada :

-Kemenangan sebagai makna sukses bukan menjadikan orang lain sebagai pesaing, tapi diri sendiri

Menjadikan diri sendiri sebagai pesaing berarti berupaya meningkatkan kualitas diri Anda dari hari ke hari. Anda menjadikan kondisi Anda di masa lalu sebagai
pembanding kondiri Anda pada hari ini. Jika hari ini Anda lebih baik dari hari kemarin berarti Anda menang bersaing dengan diri sendiri. Anda berhasil meningkatkan
kualitas diri Anda. Inilah yang dimaksud kemenangan sebagai makna sukses.

Lagi pula menjadikan orang lain sebagai pesaing membuat Anda rentan dengan perasaan dengki dan sombong. Anda akan sering membandingkan diri Anda dengan orang lain. Celakanya orang itu adalah orang yang berada ‘di atas’ Anda (orang yang lebih banyak mendapatkan nikmat dibandingkan Anda). Hal ini akan mempersulit Anda untuk bersyukur dan merasa tenang. Padahal kemenangan harus berdampak pada ketenangan dan kebahagiaan, sehingga kita dapat menikmatinya. Karena itu, indikator kemenangan dalam hidup adalah menang dalam bersaing dengan diri sendiri, bukan bersaing dengan orang lain.

-Kemenangan sebagai makna sukses dibuat oleh diri sendiri secara subyektif

Jika Anda ingin merasa bahagia, Anda harus pandai mengelola perasaan. Perasaan bersifat subyektif dan personal. Bahkan seringkali tidak bisa dipahami dengan
logika. Peran sugesti menjadi amat penting dalam mengelola perasaan. Kebahagiaan dan ketenangan adalah bahasa perasaan. Kondisi yang buruk akan terasa
nikmat jika kita mensugestikannya sebagai kenikmatan. Begitu pun sebaliknya.

Oleh karena itu, jika Anda ingin merasa memperoleh kemenangan dalam hidup, Anda perlu menumbuhkannya sendiri dalam perasaan Anda. Tumbuhkan perasaan
subyektif bahwa Anda selalu berada dalam kemenangan. Hal ini akan membuat Anda merasa sukses, sehingga lebih percaya diri untuk melangkah dalam hidup ini.
Sebaliknya, orang yang gagal selalu mensugestikan dirinya dengan kekalahan dan kekalahan, sehingga ia betul-betul kalah menghadapi berbagai tantangan dalam
hidup ini.

Kemenangan sebagai makna sukses mengharuskan Anda untuk menumbuhkan perasaan subyektif bahwa Anda selalu berada dalam kemenangan dan kemenangan.
Hal ini akan membuat Anda selalu gembira dan bahagia. Membuat Anda dapat menikmati apa saja yang terjadi dalam hidup ini. Inilah makna kemenangan yang
membuat Anda selalu berada dalam sukses tanpa henti.

-Kemenangan sebagai makna sukses terletak pada menikmati apa yang terjadi, bukan pada perayaan atau memperoleh imbalan yang besar

Beda dengan kemenangan dalam perlombaan yang biasanya berhadiah besar dan dirayakan, kemenangan yang berarti kesuksesan tidak mensyaratkan adanya
hadiah dan perayaan. Cukup dengan menikmati kemenangan tersebut dengan perasaan puas dan bahagia. Dengan memanjatkan syukur kepada Tuhan atas apa yang
terjadi tanpa perasaan sedih atau merasa kurang.

Jika sesekali ingin merayakan apa yang Anda persepsikan sebagai kemenangan, maka hal itu boleh saja dilakukan. Namun jangan sampai perayaan itu membuat
Anda lupa diri karena terlalu senang, sehingga pada akhirnya menjadi orang yang tidak serius dan melanggar aturan dalam ‘permainan’ di dunia ini. Hal ini akan
membuat Anda gagal untuk memperoleh kemenangan-kemenangan berikutnya.

-Kemenangan sebagai makna sukses bukan hanya berhasil melakukan sesuatu yang besar, tapi juga sesuatu yang kecil dan remeh

Kemenangan sebagai makna sukses tidak mensyaratkan adanya keberhasilan dalam melakukan sesuatu. Apa pun yang Anda alami jika Anda anggap sebagai kemenangan, maka hal itu adalah kemenangan. Kemenangan yang membawa kebahagiaan itu terletak pada perasaan subyektif Anda.

Jika kemenangan Anda persepsikan sebagai keberhasilan dalam melakukan sesuatu, maka Anda perlu menganggap keberhasilan itu bukan dalam melakukan sesuatu yang besar. Misalnya, berhasil menjadi pengusaha kaya, berhasil menulis buku, berhasil memperoleh gelar sarjana, atau keberhasilan besar lainnya. Sebab jika itu yang Anda persepsikan, Anda akan jarang memperoleh perasaan menang dalam hidup Anda. Anda akan jarang merasa bahagia dalam hidup Anda. Yang perlu Anda lakukan adalah mempersepsikan kemenangan itu sebagai berhasil melakukan sesuatu yang kecil dan sederhana. Misalnya, berhasil menabung 20 ribu per minggu (bukan satu juta per minggu), berhasil menulis satu halaman (bukan satu buku), berhasil mengendarai mobil dengan selamat, berhasil menyambut tamu dengan baik, dan kemenangan-kemenangan ‘kecil’ lainnya.

Jika berhasil melakukan sesuatu yang kecil dan sederhana Anda anggap sebagai kemenangan, maka Anda akan lebih sering merasa bahagia dalam hidup ini. Anda merasa hidup Anda berpindah dari satu kemenangan kepada kemenangan yang lain. Hal ini akan membuat Anda dapat menikmati hidup, tanpa perlu terobsesi untuk mendapatkan kemenangan kemenangan besar yang sulit diraih.

Lagi pula jika Anda dapat menikmati kemenangan-kemenangan kecil, maka kemenangan besar yang tadinya sulit diraih akan Anda dapatkan juga. Bukankah kemenangan besar itu adalah puncak dari akumulasi kemenangan-kemenangan kecil? Misalnya, sebelum Anda berhasil menulis buku (sebagai kemenangan besar), bukankah Anda lebih dulu berhasil menulis satu demi satu dari halaman buku itu (yang merupakan kemenangan kecil)? Sebelum Anda berhasil menjadi sarjana (sebagai kemenangan besar), bukankah Anda berhasil lulus ujian setiap semester terlebih dahulu (sebagai kemenangan kecil)?

Bentuk-bentuk kemenangan di atas adalah indikator dari kesuksesan yang sesungguhnya. Jika bentuk-bentuk kemenangan itu bisa dilakukan, maka Anda tak perlu kecil hati dengan merasa gagal dalam hidup walau Anda tidak kaya, tidak tenar atau tidak memperoleh kedudukan yang tinggi. Anda lebih sukses daripada orang yang kaya, tenar, atau berkedudukan tinggi. Sebab Anda dapat menikmati hidup ini dibandingkan mereka. Anda memahami kunci hidup bahagia.