Soleiman, Puasa Ramadan di Turki Mengantarnya pada Islam

 

soleimanSetiap mualaf punya pengalaman spiritual yang istimewa, yang mendorong mereka untuk masuk Islam. Begitu pula Soleiman, seorang mualaf yang terkesan dengan agama Islam justru di negeri muslim yang sekuler dan kebijakan-kebijakannya cenderung menindas Islam. Padahal sebelumnya, Soleiman yang dulunya atheis itu, sempat mengunjungi negara-negara Timur Tengah yang dikenal sangat ketat memberlakukan hukum Islam.

Ketika pertama kali berkunjung ke Bahrain–waktu itu Soleiman masih atheis–ia berharap bisa menyaksikan sebuah budaya Timur Tengah yang kental dengan warga Islamnya. Tapi yang ia temui jauh dari harapan. Di negara itu Soleiman melihat banyak orang asing dari berbagai negara dan agama, yang datang ke Bahrain untuk bekerja, menacari nafkah. Saking banyanya orang asing, warna islami di negeri muslim itu jadi makan samar dan tertutup oleh kehadiran orang-orang asing itu.

“Di Bahrain, saya mendengar suara azan dan saya pikir azan itu sangat indah. Saya bertanya apa arti kata-kata dalam azan dan orang-orang memberitahu saya artinya. Tapi itu cuma sebatas informasi buat saya. Saya lebih mirip seorang turis,” kata Soleiman.

Ramadan di Turki

Sepuluh tahun terlewati, setelah Soleiman melakukan perjalanan ke negeri-negeri muslim mulai dari Bahrain, Sharjah sampai Dubai, ia berkesempatan berkunjung ke Turki. Di negara setengah Eropa setengah Asia itu Soleiman menemukan sesuatu yang berbeda. Meski ia melihat fakta menyedihkan, di negeri muslim tapi dalam banyak sisi, hal-hal yang islami sengaja digerus.

“Di Turki, saya menemukan banyak hal yang luar biasa. Turki memiliki sejarah Islam yang hebat dan secara visual telah membuat saya kagum. Saya menemukan gaya arsitektur islami yang indah dari periode Ustmaniyah,” ujar Soleiman.

Di Turki, Soleiman juga merasa suasana Ramadan yang berbeda dibandingkan ketika ia tinggal di negara-negara Teluk. Saat di negara-negara Teluk, Soleiman menghabiskan hari-hari di bulan Ramadan seperti warga negara asing lainnya, ia bisa minum secangkir teh pada siang hari di bulan Ramadan. Tapi di Turki ia merasakan sensasi bulan Ramadan yang agak lain.

“Ketika Ramadan di Turki, saya memperhatikan adanya korelasi yang jelas antara orang-orang terbaik dengan orang-orang yang berpuasa. Dan itu membuktikan hal-hal yang baik tentang Muslim, sehingga saya tertarik untuk ikut berpuasa,” ujar Soleiman.

Meski belum menjadi muslim, ia ikut berpuasa saat bulan Ramadan di Turki. Ia merasakan berpuasa itu menyenangkan sekaligus menantang. “Saya menikmati puasa saya, khususnya beberapa menit sebelum azan Magrib, saya menunggu dengan berdiam diri bersama orang-orang lain yang juga menunggu saat berbuka,” ungkap Soleiman.

Pengalaman berpuasa Ramadan di Turki menginsipirasinya untuk belajar lebih jauh tentang Islam. Saat itu, seseorang memberikan Al-Quran pada Soleiman dengan terjemahan dalam bahasa Inggris. Ia mengaku terpukau saat membaca terjemahan Al-Quran dan merasa tak ada yang asing dengan kitab suci yang dibacanya.

“Tak ada yang aneh di dalamnya, tidak seperti Injil,” tukas Soleiman yang mengatakan sulit memahami isi Injil karena banyak hal yang kontradiktif, banyak kisah-kisah yang ganjil dan sepertinya tidak memuat pesan yang dibawa Yesus Kristus.

Soleiman terus mempelajari Al-Quran dan membaca biografi tentang kehidupan Rasulullah Muhammad Saw. “Kisah kehidupan Rasulullah juga sangat menginsipirasi saya. Ia (Nabi Muhammad Saw.) adalah lelaki yang luar biasa dalam sejarah,” kata Soleiman. Pada saat itu, ia merasa belum menemukan orang yang serius berdakwah padanya dan meyakinkannya tentang Islam.

Kembali ke Dubai

Sekembalinya dari Turki, Soleiman kembali dikirim ke Dubai. Kali ini, ia bertemu dengan orang-orang yang menurutnya orang-orang yang memang ingin ia jumpai selama ini. Soleiman berteman baik dengan bosnya. Mereka sering makan malam sambil mendiskusikan banyak hal. Atasannya itulah yang membantu Soleiman untuk mempelajari Islam dan mengarahkannnya untuk bertemu dengan orang-orang yang tepat, yang bisa menjawab semua pertanyaan Soleiman.

Sekira satu tahun, beberapa pengusaha muslim dari Eropa mengunjungi bos Soleiman untuk memulai sebuah proyek besar, proyek untuk mengenalkan Dinar Emas sebagai mata uang bagi kaum Muslimin. Sang bos mengemukakan proyek itu pada Soleiman dan berkata,”Hei, kamu orang keuangan kan, bagaimana pendapatmu tentang proyek ini?”

Meski sudah mempelajari Islam, Soleiman masih buta tentang konsep perekonomian islami. Makanya ia langsung menjawab bahwa konsep yang dibawa oleh para pengusaha muslim dari Eropa itu sebagai “sampah”, tidak sejalan dengan sistem keuangan internasional dan pasti akan gagal.

Bos Soleiman lalu meminta Soleiman sendiri yang menjelaskannya pada pengusaha muslim itu. Mereka lalu makan malam bersama. Saat bertemu, Soleiman mengagumi para pengusaha muslim itu.

“Diantara mereka, ada orang Sanyol dan Jerman yang fasih berbahasa Inggris, Mereka sangat berpendidik, sangat bijak dan juga cendekiawan muslim yang hebat. Mereka sudah masuk Islam sepuluh atau dua puluh tahun yang lalu, sehingga pengetahuan Islam mereka sudah mapan. Orang-orang ini masih berdakwah ke seluruh dunia,” puji Soleiman.

Dari para pengusaha muslim itu, Soleiman mendapat penjelasan dari sisi pandang keagamaan tentang konsep dinar emas. Sementara Soleiman mempertanyakannya dari sisi pandang logika dan sains. Mereka terlibat diskusi yang hangat. Soleiman ingat, pertemuan itu berlangsung pada hari Rabu dan waktu sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Setelah mendapatkan penjelasan dari sisi religius, para pengusaha muslim itu bertanya pada Soleiman, “Nah, apakah kamu punya pertanyaan lagi?”

“Tidak, saya tidak ada pertanyaan lagi. Saya sudah kehabisan pertanyaan,” jawab Soleiman.

Para pengusaha muslim itu lalu bertanya lagi, “Sekarang bagaimana, apakah kamu akan memeluk Islam?”

Tanpa ragu, Soleiman menjawab “ya”, bahwa ia ingin memeluk Islam.

Para pengusaha muslim itu lalu mengundang Soleiman datang ke rumah mereka. Di sana, ia diberi pengarahan dan nasehat, dijelaskan tentang salat dan wudu. Mereka lalu menuju ke Masjid Jumeirah dan di masjid itu Soleiman mengucapkan dua kalimat syahadat.

Hari itu, Soleiman melihat wajah-wajah yang diliputi kegembiraan. Ia mendapat banyak saudara baru yang mengucapkan selamat dan memeluknya. (kw/oi)